Tuesday, 30 May 2006

Bahasa Muslihat pada Suatu Pagi Yang Aneh Setelah Bercengkrama Lama di Rumah Merah Malam Sebelumnya


Ada sebuah lelucon lama berikut ini:

Pertanyaan: Bagaimana caranya agar kita tahu kapan politisi berbohong?

Jawab: Setiap kali mereka berbohong,
mereka selalu menggerakkan bibir mereka. (Artinya politisi tidak pernah
berhenti berbohong dan selalu berbohong –masa?)




Jadi begitu. Politisi layaknya.

Kawan di kedai bertanya, baik-buruk adalah benar. Manusia harus otonom.
Baik-buruk sama dengan benar. Sebuah keputusan pilihan. Bisa jadi.
Tergantung asal-usul. Yang mana saja. Dimana salah. Berdiam di
kemiskinan dan kematian. Ini Indonesia.



30 menit yang lalu sambil makan ketupat tahu di kost:

Orang Indonesia tidak takut dengan dosa. Juga sukar memberi maaf.ada cerita sufi kira-kira seperti ini:

‘sebayangan berkelabat melintas
jembatan titian rambut di belah tujuh, penghubung pengadilan dengan
kemerdekaan (angggaplah seperti surga)—bayangan siapa itu? Kasak kusuk
pencari tahu? Bayang orang yang rajin beribadah, mungkin. Bayangan
orang yang selalau menepati janji. Termasuk ketika dipanggil oleh
tuhan. Banyak sekali orang seperti ini di Indonesia. Ah masa, ah iya.
Ah masa.


Tanya saja ke yang lebih tahu.

Duhai junjunganku, bayangan siapakah itu.

Bayang orang yang selalu memberikan
maaf atas kesalahan orang lain terhadap dirinya sebelum ia berangkat
tidur, dan meminta ampunan pada tuhan atas apa yang telah ia lakukan
seharian.


Hanya seperti itu? Bukan, semua itu adalah persoalan kualitas. Bukan penjumlahan.



1 mingggu yang lalu di kedai:

bayangan siapa itu yang menuju sorga dengan cepat?

Ah dasar si Komeng.



{ jembatan titian serambut di belah tujuh hancur setelah Komeng lewat, lagukan--tuhan-tuhan ya maha force one--}



2 menit sebelum tulisan ini dibuat:

di Indovision seperti tiba-tiba muncul film I Excuse.

‘...saya akan pergi ke Indonesia jika ternyata saya gagal dan kalah dalam pengadilan nanti...’

kata seorang dokter yang terbukti secara medis lewat penelitian DNA memperkosa dan menyebabkan kehamilan seorang pasiennya.

‘mengapa’

[1] pertama saya orang indonesia

[2] saya yakin bisa menang dalam pengadilan di Indonesia, uang saya kan banyak.



1 bulan lalu di kedai yang sama:

Saya warga Indonesia Raya. Indonesia sekarang bukanlah Indonesia Raya.

Seseorang memaksa saya membuka kedai lebih awal cuma ingin menengok ke dalam. Katanya lagi, ‘saya ketemu kawan pagi ini’

Saya terenyuh, saya juga fasis, kok. cuma belum ada kesempatan.

‘tuhan masih sayang’

saya masih berbuat dosa

‘asal ada pertobatan’

saya masih meragukan

‘asal terus mencari jawaban’



3 detik yang lalu tulisan belum selesai sms berbunyi

‘assalamu’alaikum. Mas, masih punya link ke lsm, partai politik, tokoh gak. Aku benar-benar butuh bantuan neh.’



dijawab:

Terpikir maunya begitu. Tapi sekarang aku benar-benar mengacau sendirian.



Habiskah? belum?

Sebelumnya ada ketulusan kawan seperjalanan, semoga mas dan kawan-kawan
yang mengitari selalu mendapatkan kemudahan dalam pencapaian tujuan.



Di koran pagi

Politisi Taiwan berkata, ‘petani sesungguhnya penggerak roda ekonomi’

Politisi Indonesia (sebelumnya adalah akademisi-intelektual arus utama-,’jangan munafik, korupsi justru menjadi penggerak roda ekonomi’



Orang Indonesia buat apa percaya dosa.

Adakah jaminan? Sebagian percaya baik-buruk adalah benar.

[rasanya seperti kertas yang diremas, tulisannya luntur kena keringat, pagi gugur ditabrak aneh, sebelumnya Rumah Merah meriah]



Kita buat ayat-ayat sendiri.

Aturan pakai:

Tak ada yang haram.

Tak ada portal.

Tak ada yang menyelinap.

Tak ada yang selingkuh.

{he he he kembali ke bait pertama: setiap keputusan adalah politik}



widhy | sinau













































1 comment:

  1. - Mom push cow -
    sejak teler air cucian kancut para juragan
    meracau sungut sapi belang
    sempoyongan mengeja langkah
    terperangkap kini di belukar jembut

    -budak baong-

    ReplyDelete