
di-rekonstruksi
di-dekonstruksi
Teguk
terakhir tandas. Kopi pahit. Setiap pagi. Saat seperti itulah yang
selalu membuat ia terpekur. Berpikir. Menerawang ke masa lalu. Dan
seringkali menutup mukanya ketika bayangan masa depan muncul. Entah
sampai berapa lama aku hidup. Pertanyaan itulah yang seringkali muncul.
Pertanyaan yang sama terus berulang ketika ia meneguk kopi pahitnya
yang terakhir. Rata-rata di kedai yang sama. Atau di kedai kopi manapun
di tempat-tempat yang pernah ia singgahi.
Orang
ini memiliki pandangan bahwa hidup selalu berubah. Waktu ke waktu.
Untuk itu ia memilih pekerjaan yang yang membuatnya merasa nyaman.
Berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Bahkan ia memilih
beragam pekerjaan dalam waktu yang cukup singkat. Keluar
masuk-pekerjaan. Sekadar untuk membuktikan bahwa dirinya, mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Namun setiap kedai kopi di kota-kota
yang ia singgahi selalu membuktikan hal yang berbeda dari pandangannya.
Setiap pagi kedai kopi memunculkan mimpi yang sama. Keengganan untuk
meneruskan hidup. Kebosanan untuk meneruskan perjalanan. Keinginan
untuk menghentikan pencarian. Ketakutan untuk menerima kenyataan.
Setiap
pagi di kedai kopi di kota-kota yang ia singgahi waktu menjelma menjadi
mahluk yang teramat mengerikan. Waktu itu seakan menudingnya dan terus
menerus bergumam. “Kapan kamu akan berubah? Kapan kamu akan bergerak?
Kapan kamu akan memulai sesuatu yang baru?” Gumam waktu berubah menjadi
dengung. Dengung sejuta knalpot dari seluruh kota yang pernah ia
kunjungi. Dengung itu berubah menjadi bayangan, seperti gumam ia selalu
menjadi teman setia untuk bersendiri. Dengan bahasa yang sama akhirnya
ia sering berdengung. Di otaknya dengung bertemu dengung.
Di
kota-kota yang pernah ia singgahi, kopi menjadi teman berdengung. Kopi
bicara dengan dengungan. Pahitnya tidak pernah terasa lagi.
Dengungannya yang selalu menyisakan getir di lidah, dan tumpah menjadi
noda hitam di kepala. Di bagian ingatan masa lalunya. Yang menyebabkan
ia terkungkung di hari kemarin. Setiap hari. Semakin jauh ia
meninggalkan kemarin, semakin nyata bahwa semuanya adalah kemarin.
Perempuan yang ditemuinya adalah perempuan kemarin. Kopi yang
diminumnya adalah kopi kemarin. Parfum yang digunakannya adalah parfum
kemarin. Baju yang dipakainya adalah baju yang kemarin. Wacana yang
dibicarakannya adalah wacana kemarin. Ingatannya adalah ingatan
kemarin. Arloji yang ditangannya adalah arloji kemarin. Lagu yang
dengarkan adalah lagu yang kemarin. Kacamata yang digunakannya adalah
kacamata kemarin. Kota yang disinggahinya adalah kota kemarin. Semua
benda yang mengelilinginya adalah benda-benda yang kemarin. Waktu
bertambah muda. Semuanya menuju kemarin. Setiap esok adalah kemarin.
Setiap lusa adalah lusa kemarin. Setiap kemarin adalah esok. Dengung
kopi bertanya kembali, “Kapan kamu berubah? Kapan kamu bergerak? Kapan
kamu memulai sesuatu yang baru?”
Ia
sudah berubah. Ia sudah bergerak. Ia sudah memulai sesuatu yang baru.
Namun semua miliknya, semua pikirannya, semua yang dikenalnya adalah
masa lalu. Orang yang baru dikenalnyapun berubah menjadi orang masa
lalu. Benda yang baru dibelinya adalah benda-benda masa lalu. Buku yang
dibelinya adalah buku masa lalu. Pekerjaan yang dilakoninya adalah
pekerjaan masa lalu. Semua hal yang dikerjakannya adalah pekerjaan masa
lalu. Semua hal yang baru ia mulai adalah kenangan. Setiap kenangan
menjadi baru baginya. Setiap yang baru menjadi kenangan. Setiap mulai
menjadi akhir. Setiap selesai adalah awal. Setiap orang melihatnya
berjalan maju. Namun dengung waktu berteriak keras bahwa ia berjalan mundur.
Terus mundur. Dengung waktu lalu membalik semua arah menuju masa depan.
Ia terus maju. Bergerak. Berubah. Dan memulai sesuatu yang baru.
Ia
terus maju. Bergerak. Berubah. Dan memulai sesuatu yang baru. Disetiap
kedai kopi di setiap kota-kota yang pernah ia singgahi. Di setiap pagi
kemarin. Setiap teguk terakhir adalah awal untuk kembali ke kedai kopi
hari-hari sebelumnya. Setiap pahit bertumpuk menjadi catatan. Setiap
uang yang ia hasilkan berubah menjadi benda-benda masa lalu. Setiap
benda menjadi lalu. Setiap catatan menjadi usang. Ia tidak memiliki
apa-apa untuk meneruskan perjalanan, bergerak, berubah dan memulai
sesuatu yang baru. Ia cuma akan berpindah ke kota-kota yang baru
mencari kedai kopi. Untuk menikmati setiap teguk terakhir. Menumpuk
catatan. Mengoleksi benda-benda.
See more...at
http://membayangkan_widhy.blogs.friendster.com/my_blog/bad_side/index.htmlhttp://membayangkan_widhy.blogs.friendster.com/my_blog/bad_side/index.html
Gua jadi mau nanya nih. Kalau tidak ada yang baru, mengapa yang lama harus ada? Itu gimana?
ReplyDeleteyap kemarin,
ReplyDeletehari ini besok adalah kemarin
tiada kini tanpa kemarin
hanya saja kemarin tetap kemarin
dan [biarkan kemarin tidak jadi kini] itu maksudnya
...lingkar-melingkar-putar-berputar...
ReplyDelete...aha, ternyata masih di situ-situ juga...