Suatu Gugatan 'Etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau' Atas 'Legenda Cinta'
Seperti biasa, keterlambatan memang selalu melekat didalam kita (maaf,
minimal saya). Tapi, bagaimanapun juga, keterlambatan adalah karunia
yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada kita. (Sebenarnya, ini
hanyalah pembelaan subjektif saya saja, agar saya tidak merasa bersalah
karena terlambat; sebab yang baik, indah, serta tepat itu memang
ke-tidak-terlambatan). Dan, dalam pembacaan yang paling sederhana, saya
pun menyebut 'terlambat' itu sebagai 'telmi'.
Agar tampak gagah, saya pun menggunakan pendekatan, yang saya sebut
dengan nama: etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau,
untuk menjelaskan apa itu 'telmi'. Sebaiknya, kerumunan-pembaca
tidaklah perlu untuk memperdebatkan pendekatan yang saya pergunakan,
sebab yang penting adalah: apakah pendekatan saya itu mampu menjelaskan
sesuatu? Karena itu,
untuk mengetahui, memahami plus menghayati (bahkan mungkin saja
mengimani) pendekatan saya ini, kerumunan pembaca haruslah berubah
menjadi seekor kodok. Sebenarnya, kalau pun kerumunan pembaca tidak mau
berubah menjadi seekor kodok, silahkan berubah menjadi seekor beruang.
Kalau pun itu tidak, silahkan berubah menjadi seekor burung phoenix.
Dan, bila itu pun tidak mau juga, maka lebih baik tiap-tiap kerumunan
pembaca berubah menjadi semaunya saja. (Bagiku, tak mengapalah.) Inilah
tahapan pertama pendekatan
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau'. Dan, saya
tahu, tahapan pertama ini masihlah belum apa-apa. Karena itu,
saya mengejawantahkan tahapan kedua. Namun, dengan catatan, kerumunan
pembaca sudah mengetahui, memahami plus menghayati (tak perlu sampai
mengimani) tahapan pertama. Tapi, lepas dari
apakah-kerumunan-pembaca-sudah-mengetahui-,-memahami-plus-menghayati-(tak
perlu sampai mengimani), saya harus tetap melangkah ke tahapan dua.
Dalam tahapan dua, kerumunan pembaca, bahkan lebih dahsyatnya,
kerumunan penulis, harus mampu melihat, menerawang evolusi kata
tersebut. Maksud saya, evolusi kata 'telmi'. Karena jam terbang yang
saya miliki termasuk singkat, saya hanya menemukan fakta bahwa kata
tersebut lahir di belahan Bumi, belahan Bumi timur dan belahan Bumi
barat. (Kalau saja jam terbang saya tinggi, maka bukan hanya dua belah
saja saya dapat, tetapi mungkin, delapan, enambelas, tigapuluh dua,
bahkan beratus-ratus belah tak berhingga)
Di belahan Bumi Timur, kata tersebut berasal dari suatu negeri
rantak-berantakan, negeri peranakan, laut dan ragam kepulauan. Di
belahan Bumi Barat, kata tersebut berasal dari suatu negeri
bantah-berantah, negeri padang kaum bangsawan, tanah para satria pedang
bundar.
Penelusuran yang saya lakukan menemukan fakta bahwa di belahan Bumi
Timur, kata 'telmi' itu merupakan, semacam akronim. Sederhananya, kata
tersebut pada dasarnya berasal dari dua kata yang melebur menjadi satu.
Sederhananya lagi, dua kata itu melebur menjadi satu. Sederhananya
lagi, ada deformasi, dari dua menjadi satu atau sebaliknya, satu
menjadi dua.
'Telmi' itu berasal dari dua kata. 'Telat' dan 'Mikir'. 'Telat' itu
berarti terlambat, 'Mikir' itu berarti, jujur saya tidak tahu apa
artinya, namun, teman sepermainan saya di Menara Impreil menyatakan
bahwa itu adalah bagian dari keberadaan manusia. Berpikir, bagian dari
keberadaan manusia. Jadi, bilang digabung, kata tersebut menjadi
'Tel-Mi', lalu jadi 'telmi'. Nah, dalam sudut teropong demikian, maka
'telmi' bisa berarti keterlambatan berpikir (sebenarnya ini,
terminologi yang lebih bersikap negatif). Namun, dalam terminologi yang
beraroma positif, pengertian 'telmi' adalah kemampuan seseorang untuk
terlambat berpikir. Wauuuwwwww............
Tapi, kerumunan pembaca harus menyadari bahwa itu masih pendekatan
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau' yang berangkat
dari belahan Bumi Timur. Karena itu,
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau' berdasar
belahan Bumi Barat pun harus dijabarkan juga. Sebenarnya, fakta yang
saya temukan di belahan Bumi Barat pun tidak jauh berbeda dari fakta
yang saya temukan di belahan Bumi Timur. Maksud saya, yang tidak jauh
beda adalah pembuktian bahwa kata 'telmi', entah itu mau di belahan
Bumi Barat atau belahan Bumi Timur, ternyata sama-sama berasal dari dua
kata. Di belahan Bumi Barat, 'telmi' berasal dari kata 'tell' dan 'me'.
Nah, dalam bahasa Indonesia, 'tell' itu berarti: memberitahukan,
menceritakan, mengatakan; 'me' itu berarti, masih dalam bahasa
Indonesia, adalah objek dari kata kerja, jelasnya: bentuk 'i' yang
dipergunakan sebagai objek kata kerja. Jadi, 'telmi' itu dapat
dibahasakan menjadi: memberitahukan (sesuatu kepada) saya.
Nah, dari dua fakta tersebut, pendekatan
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau' memerlukan
tahapan ketiga. Tahapan ketiga ini berfungsi untuk menyempurnakan,
dalam pengertian menjadikan 'telmi' lebih sempurna dikarenakan
peradukan antara belahan Bumi Timur dan belahan Bumi Barat. Di belahan
Bumi Timur, 'telmi' merupakan kemampuan seseorang untuk terlambat
berpikir (atau memahami sesuatu). Di belahan Bumi Barat, 'telmi'
merupakan (kemampuan seseorang untuk) memberitahukan (sesuatu kepada)
saya. Dari penjelasan yang terpisah itu, sebenarnya jelas dengan
sendirinya. 'telmi' merupakan suatu bentuk yang sepertinya berlawanan.
Bentuk yang sepertinya berlawanan itu, pada dasarnya disebabkan oleh
kesan 'segmental', keterpecahan. Oleh karena itu, untuk menghindari
ke-berlawanan yang disebabkan kesan 'segmental' itu kerumunan pembaca,
pun kerumunan penulis, harus membongkar pemaknaan melalui
ke-tak-berlawanan plus ke-tak-segmental-an. Maksudnya? (Nah, itu dia
yang susah.) Sebab, diperlukan penjelasan Ki Joko Bodo dalam hal ini.
Dan, saya tahu, kerumunan pembaca pastilah sulit untuk menanyakan hal
tersebut kepada Ki Joko Bodo, maka saya pun harus memberanikan diri
untuk menjelaskan hal tersebut.
Tahapan penjelasan tersebut merupakan tahapan akhir pendekatan
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau'. Untuk itu,
tidak hanya sekadar mengetahui, memahami plus menghayati, namun juga
diperlukan instrumen tambahan mengimani. Perlu kerumunan pembaca
ketahui bahwa saya sedang tidak serius dalam hal ini. Saya sedang
bercanda. Hahahaa..., itulah suara tawa saya.
'Telmi' harus dilihat sebagai ke-tak-berlawanan plus
ke-tak-segmental-an. Artinya, 'telmi' menjadi suatu rangkaian yang
aktif sekaligus pasif; suatu rangkaian yang merupakan objek sekaligus
subjek, suatu rangkaian yang merupakan maju sekaligus mundur, suatu
rangkaian yang merupakan buntut sekaligus ekor, suatu rangkaian yang
merupakan awal sekaligus akhir, suatu rangkaian yang merupakan mulut
sekaligus dubur, suatu rangkaian yang merupakan tidur sekaligus bangun,
suatu rangkaian yang merupakan berjalan sekaligus berdiam, suatu
rangkaian yang merupakan bercanda sekaligus serius, suatu rangkaian
yang merupakan fakta sekaligus fiksi, suatu rangkaian yang merupakan
kanan sekaligus kiri, suatu rangkaian yang merupakan banci sekaligus
tak-banci, dan demikianlah seterusnya.
Berdasarkan pendekatan
'etimologikasikankepadasiapasajaapayangdiamausemampukau', 'Legenda
Cinta' harusnya menjadi 'Lega-nya Bercinta'. Woiii..., penyair, u
janganlah marah-marah saja; kenapa tak tersenyum sekali-kali, tertawa,
bahkan menari. Hidup itu Indah!!!! Life is Beautiful!!! But, how about
love..., (ah, untuk yang satu itu, aku harus pasrah. B)ye.......
[Tulisan ini saya perbuat semau saya, sesuka saya; dan saya
pertanggungjawabkan semau saya, sesuka saya. Kalau kerumunan pembaca
tidak suka, saya akan pertanggungjawabkan semampu saya. Kalau kerumunan
pembaca masih tidak suka, ya... salahkan saja diri Anda sendiri, kenapa
membaca tulisan saya. (Siapa suruh baca!?!) Masa' sih gara-gara
kerumunan pembaca tidak suka, saya harus menghentikan kehendak saya,
semau dan sesuka saya, untuk menulis. --David Tobing--]
OK, deh...tapi maksud lho..,he..he..he..gw jadi rada telmi neh!
ReplyDeleteJustru disitu kita harus menggunakan terminologi 'telmi' dalam perspektif: kemampuan seseorang untuk terlambat memahami sesuatu. Jadi, ada unsur 'kemampuan', yang merujuk pada pengertian bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan 'telmi. Artinya, R-B-T (ribet). Jadi, marilah kita memandang 'telmi' sebagai anugerah dari Yang Maha Kuasa; dan dengan demikian terbukalah jalan keluar, yakni 'sok tahu', dalam bahasa nge-pop-nya menjadi: 'sotoy'. Satu lagi, saya perlu mengingatkan kerumunan pembaca bahwa saya sedang tidak berserius dalam hal ini.
ReplyDelete