Thursday, 26 January 2006

Legenda Cinta

LEGENDA CINTA


1.


Lhaksmi, kaulah bidadari terakhir di muka bumi ini


Yang dilahirkan hanya untuk menjadi kekasihku


Seperti  api yang mematang tanpa harus menghanguskan


Seperti  air yang mengaliri tanpa harus membanjiri


Seperti bumi yang menumbuhkan tanpa harus menghancurkan


Seperti  udara yang menghidupi tanpa harus membadai


Seperti aku dulu yang sangat mencintaimu


Kekasihku¸ masihkah engkau sahaja?


 


2.


Bukannya aku sedang ingin meromantis, saat aku bertanya:


Engkaukah perempuan itu


Yang telah mengambil satu tulang rusukku?


Jawab saja dengan anggukan yang dalam


atau katakan iya


Kan ku berikan sekujur tubuhku beserta jiwanya


Asal jangan


Kau tinggalkan aku


Di sorga ini


Sendirian


Lagi


 


3.


Wahai, jiwa yang tertidur dalam arca


Datang dan tepatilah janji seribu tahun kita


Bagai Whisnu yang bentangkan gendewa asmara Sri Rama


Cepat


Lesat


Tepat tancapkan anak panah di tengah hatimu


Biarkan saja para Batara tersipu


Tatkala melihat kita menarikan khamasutra dari bab yang paling rahasia


 


                                                                                                           Bekasi, 2005


 


CATATAN KECIL BUAT SALANDRA


: Victoria hanya untukmu


 


Bila kita memang anak-anak jaman kali ini dan saling memilih untuk bersama-sama menjemput masa yang akan datang, mengapa kita masih harus banyak pertimbangan?


Seperti tugu batu yang selalu dikenang meski perlahan harus habis terkikis oleh peradaban.


 


Percayalah, tradisi atau sejarah tak akan selalu membuat kita terbelenggu oleh letupan-letupan sesaat, karena memang kita punya otak.


Inilah kesaksian nyata yang tak pernah berdusta. Karena Ia adalah inspirasi yang abadi tiap detiknya dalam aliran kejernihan hati yang menuju ke luasnya fikir.


(bukan semata bersebab keyakinan dan cita-cita yang sama belaka, bila kita lantas menuliskan kisah-kisah dan belajar bersama-sama di pojok sebelah kiri itu)


 


Malang, 1999


 


 


KUN


 


Berkatalah,


Cinta adalah langit dan bumi


Seperti lilin yang tak mau percaya bahwa sinarannya telah menodai kemurnian gelap, hingga ia selalu rela saat mulai harus membakar dirinya sendiri.


 


Berkatalah,


Kesadaran pasti akan datangi kita laksana kerinduanmu akan masa kanak yang pernah singgah kala kau rebah dipelukan bunda untuk dengarkan kisah-kisah nabi dan rassul yang lantas mati terbunuh oleh bangsanya sendiri.


 


Berkatalah,


Maka, jadilah semesta raya!


(yang kau rangkumkan di kedalaman hati kecilmu seperti saat kau ciptakan dirimu sendiri di dalam segala benda dengan segala istilah dan kata)


 


Berkatalah,


Selalu,


Atau kita akan tiada,


Karena Tuhan pun di sini hanya kata-kata!


 


Malang, 1999


 


 


 


NIAT


 


Besar


ingin


aku


jadi


pahlawan.


 


Tapi,


selalu saja aku bangun kesiangan


DOR!


Satu kepala pecah.


Dan,


berjuta kata


b       r        a         b           r          a


    e        h        m        u          b         n


dari dalamnya!


Malang, 1999


 


 


PADAMU, SAHABAT


 


Man, paru-paru bolong


Menganga --------------


Mulutnya itu lho,


mencemaskan orang-orang yang terkandung dalamnya.


 


Hymne kali ini tanpa kalimat


Karena kata-kata terlalu mudah berkhianat tanpa harus tinggalkan pesan atau kesan apa-apa.


(tak kutemukan lagi kesadaran itu yang telah pergi tinggalkan otakku di sini sendirian)


 


Man, paru-paru bolong


Melongok---------------


Matanya itu lho,


Mengecilkan bayangan diri yang tercermin padanya


 


Kebimbangan sekarang adalah tampilan tersempurna dari sebuah taklukan peradaban seperti wajah tanpa dasaran: meloncat-loncat; menyelinap; lantas membelit.


(tak ada yang berbeda kecuali retorika, karena kita masih sama-sama primata dari klas tertinggi)


 


Man, paru-paru bolong


Melompong------------


Dan, masih kita harus berbohong.


Masih saja terus berbohong.


Tanpa pernah mengetahui bahwa kita sudah mulai tertipu oleh kepandaian otak kita sendiri…


Ah, dosa-dosa itu kian membuatku jenuh!


    


Malang, 2000


 


 


 


SAJAK KASMARAN


Untuk malam ini saja


Ijinkan


Aku menjadi Tuhanmu


Agar bisa segera aku menahbiskanmu menjadi nabi yang menyampaikan risalah keselamatan itu


Karena memang sesungguhnya


Akulah kebenaran


Dan, kaulah cinta itu


Hingga tiba masanya


Anak-anak kita kelak


Dapat menjadi abadi dalam sorga kebijaksanaanNya


Tanpa harus menjadi dewa atau binatang


Malang, 2001


 


 


DAN


 


Doa kali ini hanyalah untuk malam hari saja,


Bagai dua kalimat seluruh hikmat yang mutlak tanpa besaran absolut,


Saat merampaikan selintas garis merah keduabelasribu syair satu tahun


Ke pangkal leher setiap makhluk yang mengaku dirinya sebagai manusia


Karena tuhan tidak ada di sana


Ia hidup di bumi bersama kita


Bumi di mana sorga dan neraka bersebadan menjadi satu tubuh


: MANUSIA!


Malang, 2002


 


X


Selaras kemegahan – angin membadai


Mengapungkan raga hingga langit tertinggi


Mata-mata terpejam mencoba mengurai ekstase murni


Keringat ketemu keringat menebarkan aroma sensasi


Seiring gelora semesta yang kian menggebu


Nafas waktu mengutuh – Nyawa ruang membaku


Menyeluruh: sunyi!


Polos


Sebugil bumi malam hari dan rembulannya


Senyata-lah kini setubuh beku


Dan, penentangan kali ini pun sudah ditetapkan.


Karena kita adalah yang pertama.


Mari, nikmati saja permainan misteri ini.


Mari, nikmati saja misteri permainan ini.


Laksana karya yang sempurna: setia.


Bekasi, 2003


 


 


LIPS


Romantiskan aku malam ini


Agar kepolosan putih rengkuh wangi tubuh yang kau sajikan untukku tidaklah menjadi percuma seperti tatapan manekin yang berdiri beku di sudut ruangan dekat pintu masuk sebelah kiri lukisan garis lurus warna merah dara itu.


 


Romantiskan aku malam ini


Agar kemerdekaan estetika liar cinta yang kau serahkan padaku tidaklah menjadi sia-sia bagai tugu gagu yang selalu beku meragu di tengah siangnya kota megapolitan itu.


 


Romantiskan aku malam ini


Agar aku percaya dan yakin bahwa aku merindui dan mencintaimu


seperti kau merindui dan mencintaiku


seperti kita selalu merindui dan mencintai Tuhan  kita selama ini


Malang, 2004


XY


 


Persetan dengan penjara dan tiang gantungan


Aku tak sudi lagi mengukur jarak antara aku dan dia


Karena dosa itu adalah cinta


yang tak akan pernah teruraikan oleh tawa-tawa atau airmata semata


Karena semua adalah hadiah sekaligus hukuman yang nyata


Seperti halnya kerinduan ini


Membuatku merasakan keasingan yang benar-benar terlarang


Sehingga membuatku jemu terhadap diriku sendiri


Yang selalu menebak-nebak


Kemanakah arah menuju sorga dan neraka


Biarkan saja aku menjadi gila di muka kekasihku


Malang, 2004


 


MISS


Perempuan di kota


Perempuan yang berdesing


Ah, sini sebatang rokok, cetuskan segera api-api


Karena mata itu terlalu mempesona


Berkatalah, “Dan Tuan mau mimpi? Digenggaman tanganku ada kekosongan, mari kita isi dengan api yang membara”


Kini, lelaki itu tak tahu lagi


Apakah ia memang hanya mau tidur saja malam ini


Di ranjang sunyi


 


Malang, 2004

No comments:

Post a Comment