LEGENDA CINTA
1.
Lhaksmi, kaulah bidadari terakhir di muka bumi ini
Yang dilahirkan hanya untuk menjadi kekasihku
Seperti api yang mematang tanpa harus menghanguskan
Seperti air yang mengaliri tanpa harus membanjiri
Seperti bumi yang menumbuhkan tanpa harus menghancurkan
Seperti udara yang menghidupi tanpa harus membadai
Seperti aku dulu yang sangat mencintaimu
Kekasihku¸ masihkah engkau sahaja?
2.
Bukannya aku sedang ingin meromantis, saat aku bertanya:
Engkaukah perempuan itu
Yang telah mengambil satu tulang rusukku?
Jawab saja dengan anggukan yang dalam
atau katakan iya
Kan ku berikan sekujur tubuhku beserta jiwanya
Asal jangan
Kau tinggalkan aku
Di sorga ini
Sendirian
Lagi
3.
Wahai, jiwa yang tertidur dalam arca
Datang dan tepatilah janji seribu tahun kita
Bagai Whisnu yang bentangkan gendewa asmara Sri Rama
Cepat
Lesat
Tepat tancapkan anak panah di tengah hatimu
Biarkan saja para Batara tersipu
Tatkala melihat kita menarikan khamasutra dari bab yang paling rahasia
Bekasi, 2005
CATATAN KECIL BUAT SALANDRA
: Victoria hanya untukmu
Bila kita memang anak-anak jaman kali ini dan saling memilih untuk bersama-sama menjemput masa yang akan datang, mengapa kita masih harus banyak pertimbangan?
Seperti tugu batu yang selalu dikenang meski perlahan harus habis terkikis oleh peradaban.
Percayalah, tradisi atau sejarah tak akan selalu membuat kita terbelenggu oleh letupan-letupan sesaat, karena memang kita punya otak.
Inilah kesaksian nyata yang tak pernah berdusta. Karena Ia adalah inspirasi yang abadi tiap detiknya dalam aliran kejernihan hati yang menuju ke luasnya fikir.
(bukan semata bersebab keyakinan dan cita-cita yang sama belaka, bila kita lantas menuliskan kisah-kisah dan belajar bersama-sama di pojok sebelah kiri itu)
Malang, 1999
KUN
Berkatalah,
Cinta adalah langit dan bumi
Seperti lilin yang tak mau percaya bahwa sinarannya telah menodai kemurnian gelap, hingga ia selalu rela saat mulai harus membakar dirinya sendiri.
Berkatalah,
Kesadaran pasti akan datangi kita laksana kerinduanmu akan masa kanak yang pernah singgah kala kau rebah dipelukan bunda untuk dengarkan kisah-kisah nabi dan rassul yang lantas mati terbunuh oleh bangsanya sendiri.
Berkatalah,
Maka, jadilah semesta raya!
(yang kau rangkumkan di kedalaman hati kecilmu seperti saat kau ciptakan dirimu sendiri di dalam segala benda dengan segala istilah dan kata)
Berkatalah,
Selalu,
Atau kita akan tiada,
Karena Tuhan pun di sini hanya kata-kata!
Malang, 1999
NIAT
Besar
ingin
aku
jadi
pahlawan.
Tapi,
selalu saja aku bangun kesiangan
DOR!
Satu kepala pecah.
Dan,
berjuta kata
b r a b r a
e h m u b n
dari dalamnya!
Malang, 1999
PADAMU, SAHABAT
Man, paru-paru bolong
Menganga --------------
Mulutnya itu lho,
mencemaskan orang-orang yang terkandung dalamnya.
Hymne kali ini tanpa kalimat
Karena kata-kata terlalu mudah berkhianat tanpa harus tinggalkan pesan atau kesan apa-apa.
(tak kutemukan lagi kesadaran itu yang telah pergi tinggalkan otakku di sini sendirian)
Man, paru-paru bolong
Melongok---------------
Matanya itu lho,
Mengecilkan bayangan diri yang tercermin padanya
Kebimbangan sekarang adalah tampilan tersempurna dari sebuah taklukan peradaban seperti wajah tanpa dasaran: meloncat-loncat; menyelinap; lantas membelit.
(tak ada yang berbeda kecuali retorika, karena kita masih sama-sama primata dari klas tertinggi)
Man, paru-paru bolong
Melompong------------
Dan, masih kita harus berbohong.
Masih saja terus berbohong.
Tanpa pernah mengetahui bahwa kita sudah mulai tertipu oleh kepandaian otak kita sendiri…
Ah, dosa-dosa itu kian membuatku jenuh!
Malang, 2000
SAJAK KASMARAN
Untuk malam ini saja
Ijinkan
Aku menjadi Tuhanmu
Agar bisa segera aku menahbiskanmu menjadi nabi yang menyampaikan risalah keselamatan itu
Karena memang sesungguhnya
Akulah kebenaran
Dan, kaulah cinta itu
Hingga tiba masanya
Anak-anak kita kelak
Dapat menjadi abadi dalam sorga kebijaksanaanNya
Tanpa harus menjadi dewa atau binatang
Malang, 2001
DAN
Doa kali ini hanyalah untuk malam hari saja,
Bagai dua kalimat seluruh hikmat yang mutlak tanpa besaran absolut,
Saat merampaikan selintas garis merah keduabelasribu syair satu tahun
Ke pangkal leher setiap makhluk yang mengaku dirinya sebagai manusia
Karena tuhan tidak ada di sana
Ia hidup di bumi bersama kita
Bumi di mana sorga dan neraka bersebadan menjadi satu tubuh
: MANUSIA!
Malang, 2002
X
Selaras kemegahan – angin membadai
Mengapungkan raga hingga langit tertinggi
Mata-mata terpejam mencoba mengurai ekstase murni
Keringat ketemu keringat menebarkan aroma sensasi
Seiring gelora semesta yang kian menggebu
Nafas waktu mengutuh – Nyawa ruang membaku
Menyeluruh: sunyi!
Polos
Sebugil bumi malam hari dan rembulannya
Senyata-lah kini setubuh beku
Dan, penentangan kali ini pun sudah ditetapkan.
Karena kita adalah yang pertama.
Mari, nikmati saja permainan misteri ini.
Mari, nikmati saja misteri permainan ini.
Laksana karya yang sempurna: setia.
Bekasi, 2003
LIPS
Romantiskan aku malam ini
Agar kepolosan putih rengkuh wangi tubuh yang kau sajikan untukku tidaklah menjadi percuma seperti tatapan manekin yang berdiri beku di sudut ruangan dekat pintu masuk sebelah kiri lukisan garis lurus warna merah dara itu.
Romantiskan aku malam ini
Agar kemerdekaan estetika liar cinta yang kau serahkan padaku tidaklah menjadi sia-sia bagai tugu gagu yang selalu beku meragu di tengah siangnya kota megapolitan itu.
Romantiskan aku malam ini
Agar aku percaya dan yakin bahwa aku merindui dan mencintaimu
seperti kau merindui dan mencintaiku
seperti kita selalu merindui dan mencintai Tuhan kita selama ini
Malang, 2004
XY
Persetan dengan penjara dan tiang gantungan
Aku tak sudi lagi mengukur jarak antara aku dan dia
Karena dosa itu adalah cinta
yang tak akan pernah teruraikan oleh tawa-tawa atau airmata semata
Karena semua adalah hadiah sekaligus hukuman yang nyata
Seperti halnya kerinduan ini
Membuatku merasakan keasingan yang benar-benar terlarang
Sehingga membuatku jemu terhadap diriku sendiri
Yang selalu menebak-nebak
Kemanakah arah menuju sorga dan neraka
Biarkan saja aku menjadi gila di muka kekasihku
Malang, 2004
MISS
Perempuan di kota
Perempuan yang berdesing
Ah, sini sebatang rokok, cetuskan segera api-api
Karena mata itu terlalu mempesona
Berkatalah, “Dan Tuan mau mimpi? Digenggaman tanganku ada kekosongan, mari kita isi dengan api yang membara”
Kini, lelaki itu tak tahu lagi
Apakah ia memang hanya mau tidur saja malam ini
Di ranjang sunyi
Malang, 2004
No comments:
Post a Comment