Monday, 30 January 2006

poet corner #4

Start:     Feb 18, '06 8:00p
End:     Feb 19, '06 1:00a
Location:     kedai buku sinau, jl. bekasi timur 1 #32 (depan stasiun jatinegara)
Tentang Sebuah Legenda

ferre suga, penggembala yang senang mengembara. dari domba-dombanya ternyata cinta yang paling setia. sekarang menemaninya bekerja sebagai reporter, menggagas komunitas teater, baca. tinggal di bekasi.

Thursday, 26 January 2006

Legenda Cinta

LEGENDA CINTA


1.


Lhaksmi, kaulah bidadari terakhir di muka bumi ini


Yang dilahirkan hanya untuk menjadi kekasihku


Seperti  api yang mematang tanpa harus menghanguskan


Seperti  air yang mengaliri tanpa harus membanjiri


Seperti bumi yang menumbuhkan tanpa harus menghancurkan


Seperti  udara yang menghidupi tanpa harus membadai


Seperti aku dulu yang sangat mencintaimu


Kekasihku¸ masihkah engkau sahaja?


 


2.


Bukannya aku sedang ingin meromantis, saat aku bertanya:


Engkaukah perempuan itu


Yang telah mengambil satu tulang rusukku?


Jawab saja dengan anggukan yang dalam


atau katakan iya


Kan ku berikan sekujur tubuhku beserta jiwanya


Asal jangan


Kau tinggalkan aku


Di sorga ini


Sendirian


Lagi


 


3.


Wahai, jiwa yang tertidur dalam arca


Datang dan tepatilah janji seribu tahun kita


Bagai Whisnu yang bentangkan gendewa asmara Sri Rama


Cepat


Lesat


Tepat tancapkan anak panah di tengah hatimu


Biarkan saja para Batara tersipu


Tatkala melihat kita menarikan khamasutra dari bab yang paling rahasia


 


                                                                                                           Bekasi, 2005


 


CATATAN KECIL BUAT SALANDRA


: Victoria hanya untukmu


 


Bila kita memang anak-anak jaman kali ini dan saling memilih untuk bersama-sama menjemput masa yang akan datang, mengapa kita masih harus banyak pertimbangan?


Seperti tugu batu yang selalu dikenang meski perlahan harus habis terkikis oleh peradaban.


 


Percayalah, tradisi atau sejarah tak akan selalu membuat kita terbelenggu oleh letupan-letupan sesaat, karena memang kita punya otak.


Inilah kesaksian nyata yang tak pernah berdusta. Karena Ia adalah inspirasi yang abadi tiap detiknya dalam aliran kejernihan hati yang menuju ke luasnya fikir.


(bukan semata bersebab keyakinan dan cita-cita yang sama belaka, bila kita lantas menuliskan kisah-kisah dan belajar bersama-sama di pojok sebelah kiri itu)


 


Malang, 1999


 


 


KUN


 


Berkatalah,


Cinta adalah langit dan bumi


Seperti lilin yang tak mau percaya bahwa sinarannya telah menodai kemurnian gelap, hingga ia selalu rela saat mulai harus membakar dirinya sendiri.


 


Berkatalah,


Kesadaran pasti akan datangi kita laksana kerinduanmu akan masa kanak yang pernah singgah kala kau rebah dipelukan bunda untuk dengarkan kisah-kisah nabi dan rassul yang lantas mati terbunuh oleh bangsanya sendiri.


 


Berkatalah,


Maka, jadilah semesta raya!


(yang kau rangkumkan di kedalaman hati kecilmu seperti saat kau ciptakan dirimu sendiri di dalam segala benda dengan segala istilah dan kata)


 


Berkatalah,


Selalu,


Atau kita akan tiada,


Karena Tuhan pun di sini hanya kata-kata!


 


Malang, 1999


 


 


 


NIAT


 


Besar


ingin


aku


jadi


pahlawan.


 


Tapi,


selalu saja aku bangun kesiangan


DOR!


Satu kepala pecah.


Dan,


berjuta kata


b       r        a         b           r          a


    e        h        m        u          b         n


dari dalamnya!


Malang, 1999


 


 


PADAMU, SAHABAT


 


Man, paru-paru bolong


Menganga --------------


Mulutnya itu lho,


mencemaskan orang-orang yang terkandung dalamnya.


 


Hymne kali ini tanpa kalimat


Karena kata-kata terlalu mudah berkhianat tanpa harus tinggalkan pesan atau kesan apa-apa.


(tak kutemukan lagi kesadaran itu yang telah pergi tinggalkan otakku di sini sendirian)


 


Man, paru-paru bolong


Melongok---------------


Matanya itu lho,


Mengecilkan bayangan diri yang tercermin padanya


 


Kebimbangan sekarang adalah tampilan tersempurna dari sebuah taklukan peradaban seperti wajah tanpa dasaran: meloncat-loncat; menyelinap; lantas membelit.


(tak ada yang berbeda kecuali retorika, karena kita masih sama-sama primata dari klas tertinggi)


 


Man, paru-paru bolong


Melompong------------


Dan, masih kita harus berbohong.


Masih saja terus berbohong.


Tanpa pernah mengetahui bahwa kita sudah mulai tertipu oleh kepandaian otak kita sendiri…


Ah, dosa-dosa itu kian membuatku jenuh!


    


Malang, 2000


 


 


 


SAJAK KASMARAN


Untuk malam ini saja


Ijinkan


Aku menjadi Tuhanmu


Agar bisa segera aku menahbiskanmu menjadi nabi yang menyampaikan risalah keselamatan itu


Karena memang sesungguhnya


Akulah kebenaran


Dan, kaulah cinta itu


Hingga tiba masanya


Anak-anak kita kelak


Dapat menjadi abadi dalam sorga kebijaksanaanNya


Tanpa harus menjadi dewa atau binatang


Malang, 2001


 


 


DAN


 


Doa kali ini hanyalah untuk malam hari saja,


Bagai dua kalimat seluruh hikmat yang mutlak tanpa besaran absolut,


Saat merampaikan selintas garis merah keduabelasribu syair satu tahun


Ke pangkal leher setiap makhluk yang mengaku dirinya sebagai manusia


Karena tuhan tidak ada di sana


Ia hidup di bumi bersama kita


Bumi di mana sorga dan neraka bersebadan menjadi satu tubuh


: MANUSIA!


Malang, 2002


 


X


Selaras kemegahan – angin membadai


Mengapungkan raga hingga langit tertinggi


Mata-mata terpejam mencoba mengurai ekstase murni


Keringat ketemu keringat menebarkan aroma sensasi


Seiring gelora semesta yang kian menggebu


Nafas waktu mengutuh – Nyawa ruang membaku


Menyeluruh: sunyi!


Polos


Sebugil bumi malam hari dan rembulannya


Senyata-lah kini setubuh beku


Dan, penentangan kali ini pun sudah ditetapkan.


Karena kita adalah yang pertama.


Mari, nikmati saja permainan misteri ini.


Mari, nikmati saja misteri permainan ini.


Laksana karya yang sempurna: setia.


Bekasi, 2003


 


 


LIPS


Romantiskan aku malam ini


Agar kepolosan putih rengkuh wangi tubuh yang kau sajikan untukku tidaklah menjadi percuma seperti tatapan manekin yang berdiri beku di sudut ruangan dekat pintu masuk sebelah kiri lukisan garis lurus warna merah dara itu.


 


Romantiskan aku malam ini


Agar kemerdekaan estetika liar cinta yang kau serahkan padaku tidaklah menjadi sia-sia bagai tugu gagu yang selalu beku meragu di tengah siangnya kota megapolitan itu.


 


Romantiskan aku malam ini


Agar aku percaya dan yakin bahwa aku merindui dan mencintaimu


seperti kau merindui dan mencintaiku


seperti kita selalu merindui dan mencintai Tuhan  kita selama ini


Malang, 2004


XY


 


Persetan dengan penjara dan tiang gantungan


Aku tak sudi lagi mengukur jarak antara aku dan dia


Karena dosa itu adalah cinta


yang tak akan pernah teruraikan oleh tawa-tawa atau airmata semata


Karena semua adalah hadiah sekaligus hukuman yang nyata


Seperti halnya kerinduan ini


Membuatku merasakan keasingan yang benar-benar terlarang


Sehingga membuatku jemu terhadap diriku sendiri


Yang selalu menebak-nebak


Kemanakah arah menuju sorga dan neraka


Biarkan saja aku menjadi gila di muka kekasihku


Malang, 2004


 


MISS


Perempuan di kota


Perempuan yang berdesing


Ah, sini sebatang rokok, cetuskan segera api-api


Karena mata itu terlalu mempesona


Berkatalah, “Dan Tuan mau mimpi? Digenggaman tanganku ada kekosongan, mari kita isi dengan api yang membara”


Kini, lelaki itu tak tahu lagi


Apakah ia memang hanya mau tidur saja malam ini


Di ranjang sunyi


 


Malang, 2004

Tuesday, 24 January 2006

apakah wajahku sepi pada malam itu


Jika kalimat (kata) pertama adalah maaf, kalimat kedua berisi
kutipan, maksudnya sebagai sampiran, karena terkadang ‘isinya’ bisa
tumpah dan menjelajah ke semua tempat. Kali ini tulisan ini
diawali dengan sebuah kutipan:



Jika Anda mendekati saya di sebuah halte bus dan berbisik,
“Engkau masih tetap pengantin suci keheningan”, maka saya serta
merta sadar bahwa yang sedang berhadapan dengan saya adalah seorang
sastrawan. Saya sadar karena kata-kata yang diucapkan sarat dengan
makna, nada, dan getaran irama (Eagleton, dikutip Calne dalam Batas
Nalar-2004)



Bagaimana kalau orang yang Anda tidak sadar bahwa Dia seorang
sastrawan? Bagaimana kalau kalau percakapan di sebuah halte bus itu
adalah percakapan antara laki-laki dan perempuan yang sama sekali buta
sastra? Jawaban dari buta, tidak sadar mungkin keisengan belaka. Adakah
hal yang demikian tanpa nalar? Sedangkan seluruh syaraf dan indera
bekerja keras berusaha menafsirkan kata-kata “Engkau masih tetap
pengantin suci keheningan”, boleh jadi yang mengucapkan dianggap gila,
atau cuma dianggap sebagai rayuan gombal. Jika gila diterima dengan
dengan penuh kehatian-hatian. Jika kebetulan yang mengucapkan memiliki sex appeal
lumayan besar percakapan bisa berlanjut. Lebih sering si pendengar jadi
tulalit mendadak dan balik bertanya, siape loe? Jadi maksud loe ape?
Plak!



Dan

Sajak-sajak Wildan dalam poet corner #3 mulai
dibedah, sulit memang, mendalami kata-kata yang menurut nalar ‘harus’
bisa ditafsirkan ulang, harus bisa menggugah kadar intelektualitas.
Bicara intelektualitas maka bicara pula universalitas sehingga kita
satu konteks. Semoga dari sebuah kultur kemiskinan berbahasa, poet
corner bisa menjadi counter kulturnya, dimana kita hadir di dalamnya.



Dan

Saya cuma bertanya diawal diskusi, untuk apa sebuah
keindahan? Pisaupun mulai ditoreh di kulit puisi Wildan. Pelan memang.
Karena kita takut merusak keindahan. Mencari jiwa dibalik kulit yang
begitu licin bak selebriti memang membuat kikuk. Semoga keterpesonaan
ini sebentar, kita harus kembali pada kesadaran bahwa pesan yang
diusung ibarat sebuah teka-teki, puisi jadi teka-teki.



Dan

Saya suka dengan semua sajak yang berusan dengan
kata tanya. Dimana kita cari kata tanya. Sementara ini saya coba cari
di wajah. Paul Elkman menyatakan mimik muka memiliki enam dasar emosi,
1. kebahagiaan (happiness) 2. kejutan (surprise) 3. ketakutan (fear) 4. kesedihan (sadness) 5. kemarahan (anger) 6. rasa jijik (disgust).

Keenam dasar emosi ini ibarat 3 warna dasar, jika dicampur hasilnya kasih (affection), kecemasan (anxiety), kebosanan (boredom), kekecewaan (disappointment), iri hati (envy), bersalah (guilt), benci (hate), amarah (indignation), kejengkelan (irritation), cinta (love), gempar (panic), malu (shame), duka (sorrow).





Dan

Ketika kita menarik semua kesadaran tentang emosi
tersebut, maka tidak ada lagi yang tersisa. Apakah wajahku sepi malam
itu?



Dan

Wajahku menjelma dalam bait-bait puisimu.



Dendang Hari



Dan

biarkan burung-burung terbang ke atas awan

sehingga terang hari ini dijadikan kisah

sebab hari ini adalah pembebasan.

bahagia



Dan

biarkan kelopak bunga mekar

ketika matahari masih jauh

ketika embun jatuh pada tangkai pagi

pada rumput dan angin yang menyisakan

lagu semalam.

bahagia



Dan

air telaga biarkan tetap tenang diselimuti kabut

tetapkan kesunyian pada batu-batu-lumut-dan ikan

yang berenang sampai hadirnya kehangatan.

kasih



Dan

bukan untuk menolak akan hadirnya pagi

kicau burung-lenguh lembuh-dan kecipak air di sumur

biarkan semuanya terjadi sampai menjadi lukisan

menjadi prosa menjadi drama atau syair para pecinta.

bahagia



Dan

jika berangkat tetap tatap puncak gunung sejenak

lalu biarkan sukmamu berdiri diatasnya

dan lambaikan tanganmu jika melihat dirimu memandang

karena puncak gunung adalah kebebasan yang merenung.

kasih



Dan

perjalanan ini adalah kisah,

bahagia, kecemasan





Dan

semua kisah dapat kau jadikan cerita

seperti telaga yang berair tenang di bawah bulan tengah malam

sembari menikmati datangnya perpisahan.

kejutan, kecemasan



Dan

Dendang hari memang dendang hati untuk ditarikan
secara riang. Kecemasan yang kau punya tidak sama dengan kecemasan
petani. Kecemasanmu adalah kecemasan setiap manusia. Kau siap terkejut
begitu kau paham hukum alam tentang adanya awal dan akhir. Keterkejutan
itu juga yang sudah kau siapkan dalam perenungan di puncak gunung.
Walau aku mahfum pengembaraanmu sampai pada puncak-puncak gunung yang
berbeda. Maka kucari kepuasan dari puisi lain.



Syukur



gerimis senja

diterima bunga-bunga rumput

sebagai irama untuk merekah

kasih, kebahagiaan



meski tak ada sorga

batang dan daunnya basah

oleh air mata

kecemasan, kesedihan, kejutan (saya menambahkan ‘kepasrahan’ sebagai unsur campuran)





Sihir Hujan



Ia adalah hujan

naik ke hutan

naik ke awan

naik ke awang-awang

geram

memaki-maki ikatan

naik kepala anak-anak

kepak kecubung gunung

guntur rebah

hujan nelangsa

awan naik ke bulan

naik ke puncak

karena angin naik

karena awan naik

kepala anjing guling-guling

geram

menekan

narik kematian

narik kehidupan

narik kekuatan

narik kemana awan

narik kemana angin

narik kemana alam

menginjak kemana arah

hujan naik

ke hutan naik

ke awan naik

ke bulan naik

ke awang-awang

geram

menerkam

memakan

nasib



kecemasan, kesedihan, kemarahan





Dan

Untuk apa ada keindahan? Keindahan itu hanya membuat
iri. Cerita David tentang film Kingkong ditutup dengan kata-kata,
karena keindahanlah aku mati. Malam itu kau bersikeras agar kawan-kawan
membunuh keindahan yang kau punya. Bunuhlah keindahan dengan keindahan
juga.



Bisakah keindahan (syarat cukup) dibunuh dengan keisengan? Ketika puisi
jadi teka-teki saya berani katakan perlu (syarat perlu). Seperti ketika
Al Hallaj bertamu ke rumah sahabatnya dan memperkenalkan dirinya di
depan pintu yang tertutup sebagai Ana al Haq (sayalah wujud sebenarnya)
dibaca sebagai (sayalah kebenaran sejati) ditafsirkan menjadi sayalah
Tuhan, and the story begin…



(widhy sinau)


sejarah kopi dan kedai kopi

Rating:★★★★
Category:Other
Keterangan
< 5 M
Kopi sudah dikenal di daerah Ethiopia

700-1000
Kopi dikenal pertama kali oleh bangsa Arab sebagai minuman energi (untuk begadang). Penyebaran kopi dimulai saat itu bersamaan dengan penyebaran Islam.
Sumber kopi pertama di Mocha salah satu derah di Yaman.

1000
Ibnu Sina menyelidiki zat kimiawi kopi, dokumennya merupakan dokumen pertama yang diketahui membedah kopi dari ilmu kedokteran dan kesehatan.

1400
Penyebaran kopi dan kedai kopi pesat di jazirah Arab, terutama Mekkah dan Madinah.

1453
Kopi diperkenalkan di Konstantinopel oleh bangsa Turki (kekhalifahan Ottoman). Kedai kopi yang pertama kali tercatat disana bernama Kiva Han, dibuka tahun 1475.

1600
Paus Clement VIII, menegaskan untuk mempertimbangkan bahwa ‘budaya ngopi’ merupakan sebuah bid’ah, ‘budaya luar’ yang dapat mengancam (infidel) dan karena itu berdosa bagi yang meminumnya. Namun kemudian ia mengizinkan jika ‘ngopi’ menjadi bagian (alternative) dari makanan/minuman yang halal dimakan oleh seorang Kristen.

1600
Kopi dibawa dari Mekkah ke jazirah India (Asia kecil) oleh orang yang bernama Baba Budan ketika pulang haji dari Mekkah.

1616
Kopi dibawa dari Mocha (Yaman) ke Belanda.

1645
Kedai kopi pertama dibuka di Venice, Italia.
1650
Kedai kopi pertama dibuka di negeri Kristen (Christendom) tepatnya di Oxford.

1658
Belanda membuka kebun pertama di Ceylon (Srilanka)

1668
Kedai kopi ‘Edward Lloyd’s’ dibuka di London. Dari kedai kopi inilah kemudian Edward membuka perusahaan asuransi paling terkemuka di dunia Lloyd of London Insurance.

1668
Kopi dikenalkan ke Amerika Utara.

1669
Kedai kopi dikenalkan di Paris oleh duta besar Turki kepada raja Louis XIV.

1670
London gandrung kopi. Kedai kopi dibuka di setiap sudut London.

1670
Kopi mulai diperkenalkan di Jerman.

1674
Petisi Perempuan menentang kopi dikeluarkan di London.

1675
Hidangan teh (tea house) mulai dikenalkan di Belanda (semula cuma bir/malt).

1675
Raja Charles II menutup seluruh kedai kopi di London, tuduhan utamanya adalah kedai kopi sebagai tempat pemufakatan makar.

1679
Ahli kimia di Marseilles, Prancis memberikan kesaksian bahwa kopi merusak dan membahayakan kesehatan.

1679
Kedai kopi pertama dibuka di Hamburg, Jerman.

1688
Lebih dari 800 kedai kopi dibuka di daerah Soho (Inggris). Terutama oleh pelarian Kristen Calvinis dari Prancis (Huguenots).

1689
Café khas Perancis pertama dibuka, bernama Café de Procope-walau dengan suasana krisis setelah pengumuman kopi merusak kesehatan.

1696
Kedai kopi pertama bernama The King’s Arms dibuka di New York.

1696
Kopi pertama ditanam di Jawa (dibawa oleh Belanda) dan menjadi tanaman komoditas terpenting di Hindia Belanda.

1706
Kopi Jawa diteliti Belanda di Amterdam.

1714
Kopi Jawa hasil penelitian, oleh Belanda diperkenalkan dan ditanam di Jardin des Plantes oleh raja Louis XIV.

1720
Kedai kopi Florian bertahan buka di Florence.

1723
Gabriel du Clieu membawa biji kopi dari Prancis ke Martinique.

1727
Francisco de Mello membawa biji kopi dari Prancis untuk ditanam di Brazil.

1730
Inggris menanam kopi di Jamaica.

1732
Johann Sebastian Bach membuat komposisi Coffee Cantata, di Leipzig. Kantata ini menggambarkan perjalanan spiritual yang juga sebagai parodi atas ketakutan orang Jerman terhadap pesatnya popularitas kopi di German (bangsa Jerman penggemar bir)

1777
Raja Jerman (Prussia) mengumumkan kritikan dan pelarangan atas kopi, dan mengumumkan bir sebagai minuman nasional Jerman Raya.
1790
Kedai kopi awal khas British menghilang perlahan tergantikan oleh kedai beer (tavern).

1802
Cafe sebagai kata yang menunjukkan tempat mulai diperkenalkan di Inggris (sebelumnya coffee house). Kata ini berasal dari kata Prancis ‘eafé’ dan hampir seakar dengan bahasa Italia ‘caffe’. Café menunjukan sebuah tempat yang merupakan restoran dengan menu utama minuman kopi.

1809
Kopi impor dari Brazil pertama kali masuk pasar Amerika di Salem, Massasuchet.

1822
Prototip dari sebuah mesin kopi espresso dibuat di Prancis.

1839
Kata ‘Cafetaria’ diperkenalkan sebagai kata hibrida dari Meksiko, Spanyol Dan Inggris.

1859
Michael Thonet’s Vienna Café chair No. 14 (bangku kedai kopi khusus diperkenalkan pertama kali sebagai ‘bangku yang cocok digunakan sambil menghirup kopi’.

1868
John Wesley Hyatt memproduksi plastik secara massal.

1869
Cofee leaf rust (jamur kopi) pertama kali diketemukan di Srilanka dan tanaman kopi di Asia.

1870
Menjamur ‘tea shop’ (kedai teh) dan ‘tea room’ (sebelumnya dikenal sebagai tempat pertemuan kaum homoseksual di Inggris).

1873
Kopi dalam kemasan secara massal diperkenalkan pertama kali di Amerika oleh John Arbukle.

1886
Kata restaurant diperkenalkan sebagai ‘tempat makan’.

1882
Dibentuk The New York Coffee Exchange

1894
Lyons Tea Shop pertama kali dibuka di Piccadilly.

1900
259 Lyons Tea Shop dibuka di seantero Inggris.

1904
Mesin espresso dibuat modern oleh Fernando Illy.

1906
Brazil menaikkan harga kopi setelah menciptakan harga (kurs) tetap untuk komoditas kopi.

1909
Lyons Corner House diperkenalkan ke publik Inggris.

1910
Jerman membuat kopi decaf (pengurangan zat caffein pada kopi seminimal mungkin) Dan diperkenalkan ke Amerika dengan nama Dekafa.

1911
Pedagang kopi di Amerika membentuk Asosiasi Kopi Nasional.

1913
Formica (plastik mica) ditemukan di Cincinnati setelah perang dunia pertama, dan memiliki dampak penggunaan yang sangat luas sebagai bahan pengganti kayu. Digunakan mulai dari furniture kantor, rumah, restorant, rumah sakit dan kedai kopi.

1915
Pyrex ditemukan. Pertama kali dipakai sebagai lampu penerangan terutama di perusahaan kereta api sebagai penutup lampu yang tahan panas dan cuaca ataupun benturan fisik. Mulai diperkenalkan sebagai alat dapur, sebagai pengganti kaca. Kedai kopi menggunakan pyrex sebagai gelas tahan panas.

1920
Waldo Simon menemukan polyvinyl chloride-PVC. Pertama dipakai sebagai peralatan mandi, kemudian sebagai bahan interior. Sempat dilarang di Amerika karena ditengarai memiliki dampak bagi kesehatan. Tahun ini juga kedai kopi ‘baru’ booming di Amerika. Sebagai bahan interior Vitrolite (sleek glass) kemudian ditemukan. Berkembang menjadi Art Deco Movement di Amerika Serikat.

1925
Vienna Café chair No. 14 diikutkan dalam pameran L’esprit Nouveau di Perancis oleh Le Corbusier. Sampai tahun 1933 bangku model ini diproduksi lebih dari 50 juta.

1927
Mesin kopi espresso pertama kali diperkenalkan di Amerika. Kedai kopi pertama yang memakai ‘La Pavoni’ di New York. Mesin ini didesain khusus oleh arsitek ternama Italia Gio Ponti.

1928
Federasi Kopi Kolumbia dibentuk.

1930-1944
Brazil memusnahkan 78 juta kantong kopi untuk menstabilkan harga.

1933
Bar Sandwich pertama kali diperkenalkan di London, bernama ‘Sandy’s’.

1935
Bar susu (milk bar) pertama dibuka oleh seorang Australia bernama Hugh D. McIntosh di Fleet Street (Inggris). Dalam waktu satu tahun 420 bar sejenis menjamur di seluruh Inggris.

1938
Cremonesi membuat pompa piston yang dapat menyemprotkan air panas dengan keepatan tinggi untuk menyeduh kopi.

1938
Nestle menemukan kopi instan di Brazil, Nestle sampai saat ini merupakan penghasil kopi instan terbesar di dunia.

1939-1945
Pasukan Amerika membawa kopi instan dalam perang dan memperkenalkannya ke seluruh dunia.

1942
Kopi menjadi menjadi barang yang disimpan secara sembunyi-sembunyi. Di Inggris pada masa ini kopi dijatah pada jumlah tertentu.

1946

Pabrik Gaggia memproduksi mesin Capucinno secara komersial untuk pertama kali. Kata Capucinno berasal dari warna jubah pendeta Capucin (aliran Francisian-1529).

1947
House Beautiful memiliki aneka warna untuk produk alat dapur/makan. Earl S Tupper, polyethylene dikenal Tupperware.

1948
Achille Gaggia menemukan mesin kopi espresso secara massal di Milan.

1951
Festival of Britain memperkenalkan seni kontemporer. Masyarakat diperkenalkan oleh temuan-temuan alat-alat dapur, bahan interior, furniture yang terbuat dari berbagai macam plastik.

1952
Lokasi festival of Britain dihancurkan.

1952
Mesin Gaggia diimpor ke Inggris. Di tahun ini kedai kopi setelah perang dunia kedua untuk pertama kali dibuka di London di bulan Juli.

1953
Bar Espresso menyebar di seluruh Soho. Yang pertama kali adalah Mocha di jalan 29 Frith Street.

1953
Wimpy (roti isi seperti sandwich) disuguhkan pertama kali di Wimbledon.

1954
Pembatasan kepemilikan sejumlah komoditi seperti kopi berakhir dengan berakhirnya masa transisi perang dunia kedua. Seiring dengan itu plastik diproduksi secara besar-besaran.

1956
Penemuan melamin. Raymon Loewy mendesain melamin untuk peralatan makan pada perusahaan Lucent Co Publication of Collins Wilson.

1957
Catherine Uttley mendaftar ada 200 bar kopi di London. Mulai banyak yang bar kopi yang memakai plastik mulai dari peralatan dapur, makan, lantai sampai furnitur.

1958
Coke dengan botol plastik diperkenalkan.

1959
Terjadi malaisme (kelesuan) ekonomi di Inggris, banyak terjadi pengangguran.

1960
Bar kopi tercatat bertambah dua kali lipat dari 1,000 menjadi 2,000 di seluruh Inggris, terbanyak di London, sekitar 500 buah.

1962
Puncak dari konsumsi kopi per kapita di Amerika, 3 cangkir per orang per hari.

1962
Perjanjian Internasional mengenai perdagangan kopi dibuat, tujuannya mengontrol harga.

1964
Bar kopi sekarat di Inggris, tergantikan oleh restoran dengan berbagai hidangan.

1965
460 gerai jaringan cepat saji Wimpy café tersebar di Inggris. 8 gerai di ruas jalan Oxford.

1969
Gerai Wimpy mulai mengalami penurunan.

awal 1970
Mokha café tutup setelah dikomplain sinis oleh penulis Amerika William S Burrough.

1971
Gerai Stabuck pertama dibuka di Seattle.

1973
Fair Trade Coffee pertama kali diimpor ke Eropa dari Guetemala.

1975
Brazil menderita karena gagal panen, harga kopi dunai meroket.

1989
Perjanjian Kopi Internasional gagal menstabilkan harga. Dalam sejarah perdagangan kopi turun ke tingkat yang paling rendah.

1990-an
Beberapa kedai kopi tutup karena penataan ruang (redevelopment) di Inggris.

1990-an
Diperkenalkan organic coffee yang menjadi primadona di pasar kopi dunia.

1998
Starbuck mencapai 2.000 gerai di Amerika saja. Di seluruh dunia 5.715 gerai. Sedangkan di Indonesia telah dibuka sebanyak 11 gerai. Starbuck memposisikan diri sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.

[widhy sinau, dari berbagai sumber]

Menikmati Sajian Menjelang Malam Lima Belas Jan.

Sepilihan sajak sudah terhidang. Inilah yang akan menghantarkan kita,
sekelompok manusia, untuk memasuki kecemasan baru; saat malam tak
berbintang, lampu-lampu kota semakin berpijar, lalu lalang kendaraan
makin berkurang. Kecemasan yang selalu memampukan kita, atau mendesak
batin agar bersegera membuat keputusan. Keputusan yang erat bertemali
dengan kehidupan, entah pribadi atau kolektif. Mengajak kita untuk
kembali merumuskan sikap di masa mendatang. Mengacuhkan kehidupan atau
semakin mencermati ritme pengalaman. Mungkin, dengan sepilihan sajak
ini, kecemasan itu dapat menjelma menjadi hidangan baru bagi gelegar
lapar yang berkumandang dalam usus pencernaan batiniah kita. 

 

Atas dasar kecemasan. Itulah pilihan yang ditawarkan koki
penyaji—yaitu, ya kita-kita ini—berkaitan dengan ‘bagaimana kita
Menikmati Sajian Menjelang Malam Lima Belas Jan'.  Pilihan metode
ini memang terasa sangat riskan. Ada kemungkinan kita menjadi terjatuh
dalam aroma debat melankolis, tanpa memperhitungkan kegunaan akal-budi.
(lagi-lagi, sebab: kecemasan yang hendak saya tawarkan hendaknya
bermuara pada sikap. Sikap yang dipenuhi kemampuan menalar, pun
menangis, berujung pada lahirnya sebuah putusan. Wuih…, gagahnya!)
Tapi, setidaknya kecemasan itu mengingatkan kita untuk berhati-hati
mengunyah ‘kalimat pertama' tulisan ini. Pun harus pula dicamkan bahwa
berhati-hati tidaklah membuat kita menjadi terlalu melebih-lebihkan
‘kalimat pertama' tulisan ini.

 

Bila sudah demikian, layaklah kita melangkah lebih jauh. Kunyahan
pertama memang belumlah berasa apa-apa. Namun, kunyahan kedua pastilah
memberi sengatan tersendiri. Entah masih berefek sama, atau malah
membuat kita terkapar, kehilangan ujaran. Bila sudah begitu, jangan
lupalah kita bertanya: Mengapa? 

 

Kali ini, ‘Sepilihan sajak sudah terhidang'. Sajak dari Wildan.
Tepatnya: Sajak yang dibuat oleh Wildan. Kalimat itu, memberikan
pengertian baru, setidaknya bagi saya. Sajak, yang dibuat, (oleh)
Wildan. Dalam pemahaman yang sangat primitif, saya menawarkan bahwa
lema ‘sajak' itu berada dalam kelas kata: kata benda. Berikut, frase
‘yang-dibuat', berada dalam (lagi-lagi, menyederhanakan) kelas kata:
kata kerja. Terakhir, Wildan, berada dalam kelas kata: kata benda.
Timbullah, wujud baru. Sajak, Ber-Sajak dan Pe-Sajak. Seingat saya,
dalam www.wikipedia.com edisi bahasa Inggris, kata-kata tersebut
bermimikri menjadi poem, poesy, dan poet. (Bermimikri, dalam pengertian
memiliki kesetaraan bentuk dan arti. Bukan merujuk pada asal kata,
dalam bahasa akademis keseringan disebut menjadi etimologi.) Tiga
konsep besar itulah yang hendaknya menjadi cakrawala kita
menyelenggarakan Poet Corner #3.  (NB: Perlu juga ditambahkan dua
konsep lainnya, yakni Pembaca dan Kenyataan.) 

 

“Sudahlah, lebih baik kau teruskan kepada inti masalah,“ ujar seorang
teman yang bermata tanpa berbola mata. Dan, aku memberi jawaban,
“Silahkan makan!“ Sebab, memang mulut-lah yang bertugas mengunyah. Bila
nikmat telan, bila tidak muntahkan! Kalau perlu, maki sekalian! Kalau
pun Cuma pengen  sekadar mencicip, tak apalah. Silahkan pergunakan
kuping Anda. Bila sedap terdengar, silahkan ikut makan. Bila tidak
sedap terdengar, {(maaf) mungkin ada kesalahan dengan kuping Anda}
silahkan Anda praktekkan pameo: Masuk Kuping Kiri, Keluar Kuping Kanan.
Apa yang terjadi atau bakal terjadi di Poet Corner menggambarkan: Tidak
ada yang sempurna di dunia ini. (Meski begitu, saya tidak menutup
kemungkinan terhadap: Ada yang sempurna di dunia ini. Tentunya dengan
catatan, hal itu dikarenakan ketidak sempurnaan saya sebagai manusia.
Oleh karena itu, izinkanlah kebodohan saya tertawa-cemas…. H-a.,h a.hah
a--aa…..!!!!) 

 

Memang, demikianlah adanya Poet Corner. Ajang kita saling menyantap.
Saling melahap! Hingga, suatu saat bakal menjadi: Poet's Corner.
Sekadar mengutil dari The Rough Guide To The Da Vinci Code-nya Michael
Haag dan Veronica Haag dan James McConnachie terbitan Rough Guides Ltd
pada 2004, pada halaman 180 dituliskan bahwa: Poet's Corner adalah
sebuah makam/nisan para sastrawan, seperti William Shakespeare, Samuel
Johnson, William Blake, Byron, Tennyson, Charles Dickens dan Thomas
Hardy, di Inggris. Mencemaskan!



Hmmm...,

 

putar film #1 kesendirian jati diri

Start:     Jan 28, '06 8:00p
End:     Jan 29, '06 2:00a
Location:     jl. bekasi timur 1, #32 jakarta timur
film #1 one flew over the cuckoo's nest
film#2 song from the second floor

coffe cite

Rating:★★★★★
Category:Other
i believe coffee once a week is necessary, and you know very well that coffee makes us, severe and grave and philosophical (the academic of civility, - jonathan swift)

with art 'tis prepared, so one should drink it with art. - arabic proverb

black as the devil, hot as hell, pure as an angel, sweet as love . -talleyrand

minum kopi biar cerdas.-echa aulia

jika dunia berbicara dengan Inggris, internet berbicara dengan Java.-James Gosling arsitek bahasa program Java
(nama Java diketemukan saat ia minum kopi dan java coffee adalah salah satu menu utama di kedai kopi Starbuck)

coffee last day-kopi manis gelas gede- kemal noir pasar burung tongkrongers

Monday, 23 January 2006

nothing but coffee

Rating:★★★★
Category:Other
Kopi Bid’ah

Siapa yang menyangka jika Coffee Cantata diperkenalkan J. S Bach (1734) untuk merefleksikan keyakinannya terhadap keimanan Kristiani. Walaupun karya ini tergolong ‘sekular’ dibandingkan kantata lain semisal Christmas Oratorio namun secara keseluruhan Coffee Cantata menggambarkan perjalanan anak manusia yang diibaratkan sebagai matahari yang sedang terbenam di horizon langit. Di sebuah kedai kopi di Leipzig, Bach terinspirasi untuk membuat Coffee Cantata, sambil melamunkan dirinya berjalan melayang di lengkungan garis langit menuju surga.

Sementara itu sebelumnya Paus Clement VIII (1600 M) menganggap kegiatan minum kopi ini sebagai bid’ah, dalam pengertian,sebelumnya tidak ada di dalam ajaran Kristen dan merupakan budaya orang Arab Islam (akhirnya dibuat fatwa yang membolehkan). Setelah seorang duta besar Turki memperkenalkan kopi ke pengadilan Raja Louis XIV pada tahun 1669, dengan cepat kopi menyebar ke seluruh negeri di Eropa.

Di jazirah Arab sendiri (sekitar Laut Merah) kebun kopi menurut sejarah mulai ada sekitar abad ke-7, yang dibawa oleh orang Ethiopia. Selanjutnya pada tahun 1000 M Ibnu Sina (Avicienna) menulis tentang zat kimiawi kopi, manfaat dan mudaratnya (lebih banyak manfaatnya). Hal ini dipicu oleh maraknya minuman kopi yang digunakan kaum sufi ketika ‘menari’ dan berzikir dalam ibadah malam mereka. Di daerah Yaman pada abad-12 ngopi menjadi kebiasaan ketika santri begadang sampai pagi. Dari sejarahnya, ngopi bisa jadi memang lebih dekat ke budaya ‘Arab’ dibandingkan jika dikaitkan dengan Islam (dari sini pula penamaan Arabica pada jenis kopi diawali). Dapat dipastikan perkenalan dengan bangsa Ethiopia-lah (abad ke 6M) yang menyebabkan kopi cepat menyebar seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri. Bahkan walaupun tidak ada catatan sejarah yang resmi ketika Islam pertama kali datang dengan Spanyol (711 M), sangat dimungkinkan kopi sudah ada di Spanyol sekitar abad ke-7 sd 8 M, mengingat kedai kopi merupakan ruang sosial laki-laki (bagi bangsa Arab) untuk bercengkrama.

Kopi bid’ah berlanjut dalam penyajian kopi dimana kopi sebagai bahan baku utama disajikan dengan rempah-rempah lain seperti jahe, kapoolaga, kayu manis, madu bahkan arak. Penyajian kopi menjadi berbeda di setiap negara. Kopi diperkirakan telah dikenalkan pedagang, juru dakwah dari Hadramaut (Yaman) dan Gujarat serta Turki saat datang ke Indonesia, dimulai sejak jaman kerajaan Pasai. Campuran jahe digunakan untuk menghangatkan badan saat belajar pada malam hari (di daerah gurun atau di pinggir laut). Sampai sekarang kegemaran mimum kopi jahe masih berlaku di kalangan keturunan Arab Indonesia pagi dan malam hari.

Di beberapa negara Eropa kopi bid’ah ini sinkretis dengan fermentasi anggur, vodka, atau sekedar sirop blueberry. Campuran dengan susu, coklat, juga berkembang untuk menemukan cita rasa kopi ‘lain’.

Kopi bid’ah terus berkembang sesuai dengan selera lokal. Di daerah Sumatra seperti Sumatra Selatan, Sumatra Barat dan Sumatera Utara dikenal kopi duren. Kopi dicampur dengan durian dan gula aren. Di sekitar Tulungagung (Jawa Timur) dikenal kopi ijo dimana biji kopi dicampur kacang ijo, kopi khas ini dikenal dengan kopi cete.

Ada lagi kopi bid’ah yang dilakukan karena alasan ekonomi, dimana (banyak di Indonesia) biji kopi digiling dengan campuran jagung (biar banyak). Kopi ini di warung kopi pinggir jalan disebut kopi jagung atau kopi sindang (kopi segelas air sedandang). Di kalangan anak kost dan tongkrongers dikenal dengan finish last day –kopi manis gelas gede.

Kabarnya di Aceh orang mencandu kopi karena kopi tarik Aceh dicampur dengan sedikit bunga/daun ganja (he he he, layak dicoba walau bukan di Aceh), kopi jenis ini bagi sebagian muslim Indonesia bukan cuma bid’ah, tapi jadi kopi haram.

Kopi bid’ah terakhir yang menjadi pembicaraan kalangan intelektual adalah kopi-paste (copy-paste/drag and drop) semacam plagiat, sebab itu berdosa. Kopi paste ini timbul karena kemudahan yang diberikan, timbulnya budaya instant, dan kemewahan yang dirasakan sesaat. (widhy sinau-dari berbagai sumber).

Tuesday, 10 January 2006

Dari Tolstoy menjadi Letoy


(maaf dari aku yang mencoba mengomentari puisinya


Widhie yang berjudul 'Simphaty for the Devil')


Pada mulanya adalah maaf


Wildan – poet corner #2


 


Dengan segala maaf,


aku kira bukanlah cuma untuk lucu-lucuan semata, kalaulah dalam


sinetron ‘Bajaj Bajuri’ yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta


Indonesia ada satu karakter unik yang selalu terselipkan kata-kata ‘maaf’


setiap dia berucap, Mpok Minah.


“Maaf, bukannya saya lupa tapi….”


“Maaf, bukan maksud saya begitu cuma…”


“Maaf, bukan niat saya mencampuri hanya saja…” dst.


Demikianlah tokoh ‘Mpok Minah’ itu selalu berucap kepada lawan…


eh, maaf, maksudnya ke teman bicaranya.


Tak pernah ia tertinggal satu kali pun diksi ‘maaf’ dari seuntaian kata yang di-publish-kan itu.


Dengan karakter yang dimaksudkan mempresentasikan ‘wong jowo


yang selalu ‘ngasor’, Mpok Minah, dengan kalimat-kalimatnya yang


selalu menyertakan kata ‘maaf’, sudah berhasil membuat aku tersenyum


simpul karena mengenangkan aku pada sebuah tanah kelahiranku,


dan mungkin juga akar tradisiku: Pulau Jawa!


Sebagaimana Debu menjadi bintang, menjelma mahluk,


dan kembali ke asal ?’


Lantas pertanyaannya sekarang: Apakah sebegitu mudahnya ‘kah kata-


kata ‘maaf’ itu terlontarkan dari mulut seorang Jawa seperti tokoh


‘Mpok Minah’ itu? Maaf, aku tidak berani menjawab.


Meskipun aku asli jawa, aku suka seringkali harus kehilangan akar


budayaku sebagai orang jawa saat mencoba melebur menjadi sebuah society.


Sehingga bukanlah kesalahan fatal ataupun kegenitan semata kalau


kemudian aku merasa lebih akrab, bahkan, maaf, merasa lebih memiliki,


dengan sebuah lagu yang berjudul ‘Sympathy for Devil’ karya Rolling Stone


atau  ‘Message in The Bottle’-nya The Police dibandingkan dengan


tembang dolanan-nya Sunan Kalijogo yang berjudul ‘Lir-Ilir’ itu. Maaf!


Karena memang menurutku sudah terlalu Bising disini,


Industri kepedihan penghasil cinta?


Dijual di jalan-jalan, kaki lima, mall, kampung kumuh,


Pondok Indah, komplek pelacuran, kota satelit, pelabuhan,


kawasan berikat, sampai kurikulum wajib di sekolah.


Jadi, maaf, juga ya, kalau lantas dalam artikelku kali ini banyak


bertaburan kata-kata ‘asing’ dalam artikelku kali ini.


Oiya, maaf, mungkin kita perlu membahas makna kata ‘asing’ di sini,


apakah bahasa Jawa itu juga termasuk kata ‘asing’ bagi telinga teman


nongkrong dan ngopi-ku di daerah Jatinegara, David, yang kebetulan


lahir di Medan? maaf, ya, bung David kalau aku salah menyebutkan


tempat lahirmu, toh, kini Kita memulainya,


mencipta kepedihan dengan cinta,


dari fantasi kanak-kanak sampai sado masochist:  penasaran,


terasing lalu sunyi. Dilipatgandakan fungsinya dengan berbagai


kepentingan atas nama: Puing dan Arang, amis warna merahnya.


Jika kurang,  kita buat lagi subtitusinya: kecemburuan.


“Orang jawa yang tidak njawani,” mungkin demikian ungkapan yang pas


untuk mengklasifikasi diriku sebagaimana yang dikatakan oleh salah


seorang pengarang buku berjudul ‘Mangan Ora Mangan, Yang Penting


Kumpul’ yang, maaf, aku lupa siapa namanya. Jadi lebih baik sekarang


salahkan semua pada rasa frustasi. Geliat  libido yang


menggelora. Bagaimana caramu merasakannya?


Mengkhayalkannya sehingga lebih ajaib, lebih merangsang


dibanding dari rock n’ roll? Kepedihan, Cemburu, dan Frustasi.


Mesin  waktu yang eksotis, wajar sekaligus mencandu.


Dan, maaf, kalau aku tidak peduli dengan bermacam klasifikasi, pemilah-


milahan, karena, maaf, aku juga tetap seorang manusia juga yang tak


luput dari suatu kealpaan, kelupaan. Jadi, ya, maaf saja. selain itu, seem


I,m not alone in being alone …


Tapi, setidaknya aku tahu (atau, maaf, lebih tepatnya: sok tahu) kalau


term ‘maaf’ itu memiliki tiga makna. Pertama, kata ‘maaf’ sebagai


bentuk eufimisme jawa (maaf, memang ada eufimisme Indonesia?),


unggah-ungguh gitu, tata krama, atau malah cuma pemanis bibir saja;


kedua, kata maaf sebagai sekedar apologize semata, bentuk


penyelamatan diri semata atau ‘kapok sambel’ kalau dalam ungkapan


jawa; dan yang terakhir, kata ‘maaf’ sebagai permintaan ‘maaf’ yang


sesungguhnya, tobat nasuha itu, sebuah kejujuran dan kesadaran atas


suatu kesalahan yang benar-benar disesali, sehingga aku di dalamnya


juga setengah manusia disini. Mencari Damai. Absurd!


Menjelajah berbagai media-das sein. das sollen. Bagai arloji,


mengulang tanda yang sama. Sejarah!


Tapi, maaf, kalau aku bertanya, apakah sebuah kejujuran bisa dinilai


secara material? Bukankankah ada idiom yang mengatakan ‘dalamnya


lautan bisa diukur, tapi hati orang siapa yang tahu?’ Seolah-olah sesuatu


selalu datang dan pergi. Tak ada ruang kosong. Sia-sia aku


menunggu atau mengejarnya. Tapi, aku tidak akan menjadi apatis


koq, karena memang sudah menjadi takdir manusia untuk selalu gelisah


dan selalu berjuang demi menemukan banyak jawaban, dari sekian


banyak pertanyaan dalam waktu yang begitu sempit dan daya yang


begitu terbatas: hanya satu malam! Maaf.


Maaf, kalau Tolstoy-ku terlalu letoy untuk bisa mendedah berbaris-baris


kata, berlarik-larik kalimat dan berpuluh-puluh baik yang diserahkan


secara tulus seorang pencinta buku cum pedagang buku bernama Widhie


kepadaku malam itu. Maaf.


Man proposed, God disposed. Aku sudah berusaha. Terlalu banyak


quantum yang meloncat malam itu, menjadikan pojok kosong pada


kondisi simulacrum yang menyesatkanku. Maaf. Padahal, bagaikan film


‘mission imposible’ aku, kamu, kau, dan dia sudah mencoba


membentuk tim yang sempurna dengan konsep rencana yang sempurna


pula. Yang mencoba menciptakan langkah-langkah taktis, menghindari


ranjau-ranjau yang sudah disebar. Memang  biasa saja itu


kesimpulannya, bangun pagi, seduh kopi campurkan susu bila


perlu, beri gula sedikit saja atau tambahkan sesuai selera.


Maaf, sungguh, simulasi itu telah menjadi kondisi yang sungguh-sungguh


serius yang membutuhkan penanganan yang serius pula. Maaf, kalo aku


menjadi orang yang terlalu serius malam itu, karena saat itu, maaf, aku


tengah menyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang tengah kulakukan itu


bukanlah kesia-siaan. Maaf, aku kira lebih baik aku  duduk di teras,


baca koran-jangan banyak komentar, tegur tetangga-senyum,


tepuk pantat atau remas dada isterinya bila sang suami telah pergi


kerja. Lalu pikirkan hal lain: spontanitas. Dari pada hadir di pojok


kosong itu dengan ketidakbermaknaannya. Setidaknya Aku tidak mau,


maaf, spermaku terbuang percuma. Maaf, percayalah, sudah terlalu


mahal ongkos yang kita keluarkan kalau malam itu aku cuma kongkow-


kongkow, ngopi dan sekedar waste time saja. Tapi apa mau dikata: Yap,


dunia hanya gejala ketika Tuhan ingin mengatur semuanya. Jadi,


ya, maaf saja.


Finnaly, selanjutnya sampaikan simpatiku pada para pendosa,


para pemain gagah-penantang para tuannya, dan selalu bertanya


untuk apa ini semua. Apakah aku menggenapkan atau


mengganjilkan, atau disini aku cuma untuk berkeringat, lain


tidak.


Sehingga, maaf, aku tidak perlu lagi berkata pada siapapun: Setan, you


aturlah!


Dan, sekali lagi maaf, maaf, dan maaf, kalau aku juga terlambat meng-up


load tulisan ini. Maafkan aku kalau hanya satu puisi yang mampu aku


bedah, yang, maaf, kalau boleh, aku maknai dan aku isi seluruh


kekosongannya dengan ke-narsis-an kata-kataku sendiri. Maafkan pula,


kalau tulisanku ini terlalu panjang dan menjemukanmu. Maaf…


Maafkan aku, kalau seandainya aku berharap dengan kejadian ini, aku


akan belajar menjadi lebih komit dan disiplin daripada yang sudah-sudah.


Dari debu kembali ke debu, berawal dari maaf maka kembali ke maaf…


mampukah kita memaafkan semudah kita mengucapkannya?


 


Bintaro, menjelang pagi 11 Januari 2006


With my apologize


 


 


Ferre,


Disorientedman


(mohon maaf lahir dan bathin)