1945. Bom atom meledak. Hiroshima dan Nagasaki. Agustus 1945.
Beberapa waktu yang lalu, saya--ah, ini kata menyebalkan!!!--aku
selesai membaca Perang, Langit dan Dua Perempuan. Selesai membaca bukan
berarti aku paham. Tapi, salah satu jalan untuk memahami, membaca.
Jadi, aku pikir, sedikit banyak, aku pun paham cerita Laksmi Pamuntjak
pada anaknya, Nadia.
16 April 2006. Mengenang Beckett. Samuel Beckett. Waiting For Godot.
Rekaman Terakhir Tuan Krapp. Pemeran, Putu Wijaya. Mengenang Beckett.
Kenal Putu Wijaya pun tidak. Baca risalah Benny Yohanes, pusing. Putu
Wijaya, tak jauh beda. Kata kunci, absurd. Aku cuma tertawa. Seakan
semua orang sudah mengenal Beckett, hingga ia pun patut dikenang.
Aku pun ingat. Sebelum Beckett, aku tahu ada buku Waiting For Godot.
Bakdi Soemanto menulis tesis atau disertasi tentang Godot. Tapi, yang
menarik bagi aku adalah cover buku Bakdi Soemanto. Foto. Foto hitam
putih seorang lelaki yang mengenakan syal. Entah siapa dia, aku tidak
tahu. Dan, saat itu belum mau mencari tahu.
Bakdi Soemanto. Cover buku. Tulisan: GODOT warna kuning. Foto hitam putih seorang lelaki.
Beberapa waktu setelahnya, aku menemukan satu tesis. Tiap buku yang
dicetak dengan cover berupa foto hitam putih atau berwarna, entah
lelaki atau perempuan, pasti buku itu bermutu. Jadi, bila Anda bertemu
buku ber-cover foto lelaki atau perempuan, segera beli. Sebab, itu buku
bermutu. Tapi, bila ternyata menurut Anda tidak bermutu, maka aku tak
bertanggung jawab. Meski begitu, aku mengakui bahwa tesis aku memiliki
kesalahan. Tapi, kesalahan pertama terletak didalam diri Anda yang
mencoba tesis aku; dan ternyata gagal.
1965. Tak pernah jelas berapa jumlah korban. Tiap perang memang hanya
menghasilkan dampak. Tak pernah menjelaskan berapa jumlah korban.
Kira-kira saja. Sekian ribulah, sekian jutalah, sekian saja.
17 April 2006, pukul 17.09. Aku berselancar ke situs seorang teman. Aku
mengatakan teman, atas dasar suka-suka. Alias tidak tahu. Sebab, di
dunia maya belum aku temukan petunjuk ilmiah yang menjadi dasar
penyebutan teman. Kalau di dunia nyata, aku pun tak menemukan dasar
ilmiah penyebutan teman. Meski begitu, aku sudah banyak menemukan
beragam orang.
Dua hari lalu, 15 April 2006. Peluncuran buku: Aku Perempuan. Tiga
orang penulis buku: Widiani Hartati, Arnette Harjanto dan Agnes Cynthia
Dewi. Kumpulan cerita pendek dan puisi. Hasil analisa seorang teman
menyatakan bahwa Widi, penulis 30 puisi dalam buku tersebut, gelisah.
"Ada seperti krisis identitas," ujar seorang teman. Memang, selain itu,
seorang teman banyak mengatakan hal lain. Tapi, aku merasa tak perlu;
meski seorang teman itu mengatakan hal yang benar pula.
Tak lama kemudian, seorang teman lainnya pun menyatakan bahwa buku
tersebut merupakan bukti eksistensi ketiga penulis. Penulis perempuan.
Malam, muncul sebuah perdebatan kecil. Memang jadi perempuan itu
bagaimana? Salah seorang perempuan yang, menurut aku, tidak bisa
dijadikan perwakilan dari seluruh mahluk perempuan yang ada diseluruh
dunia (mungkin, tepatnya: BUMI), berkata: "Berat." Meski seorang
perempuan itu tidak dapat menjadi representasi dari seluruh perempuan
yang ada di Bumi, tapi pernyataan seorang perempuan itu adalah
kenyataan. Realitas. Tidak terbantahkan. Ekstremnya: Kebenaran.
Lalu, muncul pertanyaan: Kalau jadi perempuan itu berat, apakah
perempuan itu lemah atau kuat? Tak ada perempuan yang menjawab.
Akibatnya, muncul pernyataan baru :
Di dunia ini hanya ada dua jenis manusia, yakni Lelaki dan Bukan-Lelaki.
Lalu, apa guna bom atom meledak? Apa guna 1965? Atau, kamp pembantaian
Auswitch. Bisa jadi, mitos Homeros dalam risalah Illiad. Pertempuran
Troya. Helena.
Masalahnya: predikat!
[Kalau masih ada pertanyaan, atau ketidak-jelasan silahkan kirim ke:
d_tbg@yahoo.com. Setelahnya, berdoalah untuk beberapa waktu; semoga
saya--kata yang tepat untuk mengganti aku, saat ini--bisa membacanya,
lalu membalasnya, meski belum tentu menjelaskannya. Dan, kalau memang
tidak saya balas, itu karena saya malas. Maka, sediakan juga satu maaf
buat saya bila Anda mengirim sesuatu ke: d_tbg@yahoo.com. --David
Tobing--]
b.e.r.a.t dan j.e.n.ak.a
ReplyDeletedunia sesungguhnya
konyol dan penuh praduga
warga di dalamnya cukup jenaka
selalu berusaha menjelaskan yang menurut mereka mustahil
kemudian mereka percaya
jika itu dapat menjadi penerang bagi mesin perang
dan penjelas bagi setiap masa depan
serta segala kemungkinan yang mereka sangkakan
ada karena sanggup dipikirkan
April 2006
widhy |sinau