Saturday, 29 April 2006

INI

 Cinta adalah bulu hidung

 Sebagaimana ia liar  bertumbuh

 Semerdeka  ia membelukar ada

 Tetap ia bukan kumis

 Semata penjaga setia

 Di rongga kita

 Semoga

 Aku



Wednesday, 26 April 2006

Padang rumput, Hutan hutan! Padang rumput, Hutan hutan! Padang rumput, Hutan hutan!


Sebagai Raja, aku tak terbantahkan! Teriak seorang raja dalam dada.
Matanya bernyala, lalu mulutnya mengucapkan kata : "Maka, kambing ini
harus aku hukum karena tanduknya!" (Setiap kesalahan selalu merangkul
siksa. Tak pernah kuperdulikan siapa pelakunya!)



Seekor kambing menggerakkan kepalanya ke kiri, lalu ke kanan, lalu ke atas, mencari makanan.



Sebagai Hakim, adil jadi hasrat terbesarku! Teriak seorang Hakim setiap
hari dalam hati. "Kepadamu bakal kupertanyakan pembelaanmu!" lantang
dia berujar. (Sesungguhnya, aku tahu kau bakal menjawab dan aku tak
akan pernah paham!)



Seekor kambing menggerakkan kepalanya ke kiri, lalu ke kanan, lalu ke atas, mencari makanan.


Tak ada. Mengembek.



--Mati!



Seekor kambing menggerakkan kepalanya ke kiri, lalu ke kanan, lalu ke atas, mencari makanan. Tak ada. Mengembek. Gelisah.



Sebagai Raja, aku puas! (Tak ada yang bisa lepas dari jeratan sanksi! Apalagi mati!)



Sebagai Hakim, hasratku mewujud adil! (Sebab ketiadaan pembelaan yang dapat kupahami sebangun dengan pengakuan kesalahan abadi.)


        Padang rumput, hutan
hutan. Seekor kambing menikmati santapan menjelang siang.

        Tenang. Menyelinap. Harimau, menyiapkan
terjang terkam. Tersengat! Seekor kambing

        kalap. Lari. Menerabas,
padang rumput. Hutan hutan. Kalap. Bersepatu roda. Tancap gas.

        Terancam bebas!



        Padang rumput, hutan
hutan. Padang berburu luas. Mendadak, lesat panah meleset.

        Tertanduk! Amarah. Titah!



[VIA D.D TO BGIN]








Monday, 24 April 2006

RENT,

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Drama
antara HIV, DRUGS, PROFESI, CINTA, KEHILANGAN, UANG, MASA DEPAN, KESIA-SIAAN, HARI INI, ABADI, JUGA RUMAH

Bintang jalang Chairil Anwar menulis : Aku ingin hidup seribu tahun lagi.

'No a day, but today!' Tesis yang diajukan dalam film 'RENT' yang aku tonton, Sabtu, 22 April 2006. Penjabarannya : 'There is no future
There is no cash.'

'Five hundreds Twenty five thousands Six hundreds minutes!' Nonsens (?) Aku menjadi teringat risalah Mite Sisiphus Albert Camus.

Begitulah yang terjadi ketika saya menikmati film besutan Chris Columbus (nama ini aku sebutkan agar tulisan aku menjadi lebih perkasa. padahal, siapa dan apa yang sudah dilakukan mahluk 'Chris Columbus' ini pun aku tidak tahu sama sekali). Aku merasa menjadi orang tercerdas di dunia. Semua hal menjadi jelas; terang; tidak njelimet. Tapi, sesaat aku aku pun ingat; usai menonton film itu, aku hanyalah 'merasa' cerdas. Akibatnya, aku tidak merasa ada sesuatu yang salah dengan 'merasa cerdas'. Tak masalah!

Mark : Lelaki berkacamata, selalu membawa kamera, tinggal di apartemen tak mewah, bersepeda kemana-mana, tampak intelek, seorang anak yang selalu dirindukan oleh orang tuanya, bercita-cita membuat film dokumenter keseharian manusia, tak punya pekerjaan tetap, berorientasi seks kepada perempuan, mantan pacar Morren. Teman sekamar-kontrakan Roger.

Roger : Lelaki berambut ombak seleher, musisi memilih aliran rock, senang bermain gitar, mantan anak band, menjalani hidup penuh keputusasaan akibat kematian pacarnya karena HIV (tambahan: pacarnya tersebut users), tak punya pekerjaan tetap. Orientasi seksual kepada perempuan. Pacar Amy.

Collins : Lelaki berambut nyaris botak, suka minum-minuman beralkohol, tak punya pekerjaan tetap, tak mempercayai perpisahan sebelum akhirnya Angel meninggal dunia karena HIV. Orientasi seksual kepada orang yang mampu memberikan dia kasih sayang.

Angel : Lelaki yang memutuskan diri menjadi perempuan tanpa menghilangkan kelaki-lakian, maksud saya, alat kelamin lelakinya. Menjadi pacar Collins setelah membantu Collins yang terluka karena dipukuli penjahat jalanan. Punya uang banyak, entah dari mana dia dapatkan, aku tidak tahu. Jago main drum, sepertinya (aku menduga saja). Orientasi seksual : Collins. Akhirnya, meninggal dunia dan diakui oleh teman-temannya sebagai Perempuan/She/Her.

Joanne : Perempuan berkelakuan menyerupai lelaki. Tamatan sekolah hukum, bisa menjadi pengacara, bisa menjadi director panggung, anak semacam pasangan 'bangsawan' (orang kaya, maksud saya). Orientasi seksual : perempuan, dalam hal ini Morren, mantan pacar Mark.

Morren : Perempuan berkelakuan menyerupai lelaki plus perempuan. Pekerjaan : ? Keahlian : menyanyi (atau semacam itulah). Panggilan 'Babe' atau 'Baby' dapat menyebabkan dia jatuh cinta. Putus dari Mark, entah karena apa, menjalin hubungan dengan Joanne hingga akhirnya menikah. Orientasi seksual : tampaknya sudah jelas!

Mimi/Amy : Perempuan pengguna obat bius/users. Pekerjaan : penari telanjang. Menyukai, mungkin tepatnya mencintai Roger. Pernah sakauw, nyaris mampus (bila tidak bertemu Angel). Mantan pacar Benny, sebelum akhirnya bercinta dengan Roger lalu bertengkar hingga keduanya, atau tepatnya 'we dying in America // we wait coming tommorow' (gara-garanya, jealous atau, bagi penggemar bahasa Indonesia gaul: cembokur). Tinggal di apartemen hunian yang sama dengan Mark dan Roger. Kamarnya tepat berada di bawah kamar Mark dan Roger.

Benny/Benjamin : Lelaki botak. Berpakaian selalu necis. Pekerjaan : menurut aku, menyerupai pengelola kontrakan hunian Mark-Roger dan Mimi. Ia ingin menjual kontrakan Mark-Roger dan Mimi kepada investor yang berniat menjadikan kontrakan tersebut sebagai studio film. Pasalnya, para kontraktor (maksud saya, yang mengontrak di hunian 'milik Benny') belum membayar uang sewa. Teman Mark-Roger dan mantan pacar Mimi.

'Hidup adalah pinjaman // Apa yang kau gunakan untuk membayarnya?' Inilah tesis awal yang diajukan film ini. Mark-Roger dan Mimi mengontrak di hunian 'milik' Benny. Tapi, Benny tampaknya sudah malas menagih uang sewa. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjual hunian tersebut kepada investor yang ingin menggubah kawasan hunian tersebut menjadi studio film.

'Five hundreds Twenty five thousands Six hundreds minutes!' /(Mungkin inilah yang dijadikan alternatif jawaban untuk menyelesaikan 'Life is Rent!'.)/ 'Season of love.'

Penyelesaian muncul dari aliansi : Mark-Roger-Joanne-Mimi-Morren-Tom, yang melabelkan diri menjadi : Bohemian! Usai pertunjukkan Morren di sebuah bangunan semacam gudang tapi lebih menyerupai aula yang berlangsung rusuh, aliansi Bohemian berkumpul di semacam kafe atau restoran. Di tempat itulah mereka bertemu dengan Benny. Dan, Benny bernyanyi : 'Bohemian is dead!' Tak kalah keras, aliansi Bohemian menjawab : 'Love me bohe'm!' Tak kalah pedas, aksi porno yang dipertunjukkan Morren kepada Benny dan dua orang lelaki yang berniat menjadi investor. Aksi porno dengan memelorotkan celananya, lalu memperlihatkan pantatnya sembari mengoyang-goyangkan pinggul kepada Benny dan dua orang lelaki yang berniat menjadi investor. (Saya pun menjadi teringat : Rancangan Undang-undang Anti Pornograpi dan Pornoaksi. Bukankah ternyata aksi porno atau porno-aksi merupakan bentuk perlawanan, kekesalan, ejekan, satir. Aksi porno atau porno-aksi tidak hanya sekadar merujuk pada terminologi yang mendominasi 'alam pemikiran' orang Indonesia, yakni mengajak nafsu untuk berfantasi menjadi bersetubuh.) Eksistensi!

Aliansi Bohemian pun terus memperjuangkan diri untuk menyelamatkan rumah. (Dalam hal ini, eksistensi. Bukankah ini menjadikan saya terlihat lebih cerdas?) Meski begitu, tanpa disadari aliansi Mark-Roger-Joanne-Morren-Tom minus Mimi, ternyata terjadi hal tak terduga. Mimi menghubungi Benny agar tidak mengusir mereka dari huniant tersebut. Benny pun menyetujui. Hal ini ternyata membuat Roger marah. Padahal, pada saat yang bersamaan, ide kreatif Mark berhasil mendapatkan uang senilai US$ 3000 per-episode dari sebuah perusahaan media elektronik. Masalah pun bertambah rumit, ketika Angel sakit. HIV yang menjangkiti tubuhnya menjadikan Angel hanya mampu berbaring di rumah sakit. Hingga, meninggal dunia.

'Aku tak pernah mempercayai perpisahan // Tapi, Angel membuktikan perpisahan itu ada' (Kira-kira beginilah hasilnya kalau nyanyian Tom Collins di Tempat Pemakaman Umum, usai jasad Angel dikebumikan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan kemampuan saya.) Akibatnya, Roger dan Mimi pun saling menegaskan diri. Keduanya berpisah. (Sebenarnya, yang tidak menerima kenyataan, menurut aku, adalah Roger. Mimi cuma bertemu dengan Benny. Tapi, Roger tak mau tahu. Ia menuduh Mimi selingkuh. Padahal, Mimi mencintai Roger. Ah..., betapa memilukan, menggelisahkan, meresahkan. Trenyuh.)

Alhasil, semua kekerabatan itu pun tercerai. Chaos. Aliansi Bohemian pecah! Kematian, muncul terlalu dini (menurut saya), karena satu sebab: Ketidakpercayaan! Roger tidak mempercayai Mimi. Begitu juga Joanne tidak mempercayai Morren mencintainya, dan itu terjadi setelah mereka menikah. Semua menjadi asing. Terasing. Putus asa. Kematian, seakan sudah mendekati mereka semua; seperti kalimat yang terucap dari mulut seorang aktor--entah siapa dan apa pula fungsinya aku tidak tahu, yang pasti nyanyiannya oke--'Because my reason said // that I was died three years ago'.

Keterasingan itulah yang ternyata mereka hancurkan. Bermula putusan Roger untuk kembali menyatu dengan Mimi (penyebabnya : kerlingan mata Mimi selalu membayangi dirinya usai mereka menyatakan putus), Joanne yang kembali menerima Morren apa adanya, hingga Mark yang akhirnya menemukan cara, tepatnya semangat, untuk menyelesaikan film dokumenter yang sudah ia persiapkan selama setahun, Desember 1989 hingga 1990. Mimi pun ditemukan Joanne dan Morren dalam keadaan over-dosis. Sekarat. Akhirnya, mati dalam pelukan Roger (entah kenapa sosok Roger selalu, menurut saya, jatuh cinta dengan perempuan users); namun berselang beberapa detik, setelah kematian yang tak pernah mampu dinalar manusia dengan baik, Mimi hidup kembali. Alasan ia hidup pun sederhana. Mimi mengaku bahwa ia melihat cahaya terang, lalu melihat sosok Angel yang berkata kepadanya untuk kembali mendengarkan nyanyian Roger.

Dan, Mark pun bernyanyi : 'There is no future
There is no cash.'
Roger membalas, kalau saya tidak salah, 'Thank's God, it isn't lie'
Mereka pun bersepakat : No A Day But Today. (Melihat premis tersebut, saya menjadi teringat tulisan saya, Hari Ini Adalah Keabadian.)

Binatang jalang Chairil Anwar menuliskan : Aku ingin hidup seribu tahun lagi. Sedikit mengajukan penilaian, usaha yang dibuat Chairil ternyata sia-sia. Dia mati muda. Kematian, memang bukan sesuatu yang dapat dikendalikan manusia. Meski begitu, saya harus mengucapkan kekaguman saya terhadap penyair yang menghabiskan waktu hidupnya untuk menyadari kematian bukan sebagai bentuk kesedihan, tapi pembebasan. Bukankah dibagian awal puisi 'Aku' Chairil menulis : 'bila sampai waktuku // ku mau tak seorang pun kan merayu' dilanjutkan dengan 'tak perlu sedu sedan itu'. Chairil sadar, ia tidak akan abadi. Meski begitu, kematian bukanlah kepedihan; tapi sebuah perayaan eksistensial! Kebahagiaan! Demikianlah, 'No A Day But Today' setara dengan 'Aku ingin hidup seribu tahun lagi' dalam format dan penjelasan yang berbeda, namun sama merasakan bahwa hidup itu tak lain kepedihan belaka. Meski hidup memedihkan, RENT menawarkan tak perlu hari esok, cukup hari ini yang menjadi kenyataan. Sementara itu, Chairil mengumandangkan : meski hidup pedih perih, keabadian ada di ujung jalan; dan itulah yang seharusnya menjadi target manusia. (Pfuh..., sosok yang dalam penyebutan saya menjadi romantic hero.)

Bila sudah demikian, kesiasiaan sajakah yang mengisi hidup kita yang begitu memerihkan? Albert Camus, lagi-lagi agar saya tampak cerdas, melalui pemikiran absurditas menegaskan tidak ada yang berarti, segala hal menuju kesiasiaan. Ciptaan Tanpa Hari Esok, bab terakhir, kalau saya tidak salah, menjadi judul esei panjang Mite Sisifus. Dan, RENT sedikit banyak melakukan revisi, seperti yang terjadi pada tesis Chairil. Memang hari esok tidak perlu diharapkan, tapi hari ini harus menjadi kenyataan; dan tak perlulah kita menjadi asing didalam kenyataan itu sendiri. 'There is no future // There is no cash'; sebelumnya semua karakter bernyanyi : 'We dying in America! // We wait coming tommorow'.

Begitulah RENT mencerdaskan saya. Film musikal ini menawarkan jalan cerita yang menarik, meski terkesan monoton, bagi saya. Tapi, kesan itu hilang dengan kematian Angel. Selanjutnya, film pun berakhir happy-ending yang digarap dalam suasana kepedihan bercampur harapan. Mungkin, karena itu pulalah saya tidak terlalu menyukai film RENT ini; sebab bagi saya perdebatan atau pun penceritaan klasik eksistensi rasanya terlalu melebih-lebihkan segala sesuatu yang bersifat manusia, hingga manusia melepaskan kemanusiaan. Untuk menjelaskan secara lebih logis ketidaksukaan saya, Anda harus membaca paragraph terakhir dari tulisan ini.

Satu hal yang mengecewakan hadir di cover DVD RENT. Dalam bahasa Inggris disebutkan bahwa film RENT merupakan film terbaik tahun ini. Membaca itu, saya lalu melihat kapan film tersebut dibuat. 2006. Saya pun sadar; 2006 belum berakhir. Dan, RENT bukan film terbaik tahun ini. Mungkin, RENT film terbaik pada Sabtu, 22 April 2006.

[Resensi ini kubuat sambil bermain bola, bernyanyi, menghisap rokok, makan mie, bengong, menggonggong, memintal kain, berjemur, memancing, menggeleng kepala, minum kopi, naik sepeda motor, lempar lembing, diam di lampu merah, meloncat-loncat, arghhh......, malam, perahu tenggelam, naik tangga, berlari, pfuh..., memusingkan, menggelisahkan, meresahkan, menggatalkan, mengganggu, sedikit mencerahkan, memualkan, bahkan memuntahkan segala yang ada didalam pikiran aku (mudah-mudahan, semua terjadi secara sadar). --David Tobing--]

Sunday, 23 April 2006

SINAU BOGOR




sinau bekerjasama dengan salah satu lembaga di Bogor-Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah | P4W-LPPM IPB,
hasilnya cozy place untuk diskusi

Wednesday, 19 April 2006

Hari Ini Adalah Keabadian

Dari dulu, Jhon Lennon sudah angkat suara. Tapi, tetap saja yang laku
kaset atau cakram rekaman. Sesekali, ada juga buku yang mencoba
mengulas. Tapi, memang hasilnya tidak selaku kaset atau cakram rekaman.




Dunia penuh kembang-kembang. Ada pelangi yang jatuh ke kaki. Daun gugur
menubruk telinga singa. Batu-batu menggelinding, cemplung ke air. Awan
berkejar-kejaran hingga ke dasar samudra. Ikan hiu berenang di antara
ranting-ranting mahoni. Ikan mas, harimau, kelinci, bunga anyelir,
cacing tanah, elang, merpati, kuda, kambing, beringin, air asin, bulu
ayam, kaki bebek, taring kucing, burung hantu, kelelawar...,

semua berpusar pusar, berputar putar, melingkar lingkar, mengambang, melayang, tenggelam, terbang...,



Dunia ini bukan sehari yang lalu ada. Manusia, mungkin hanya fenomena dari dinosaurus di jaman purba.



Sebabnya: cuma satu. LSD*.





LSD : D-lysergic acid diethylamide



[Tidak Membutuhkan Kritikan!!!! --D-vid T-bg--]

Monday, 17 April 2006

Tanpa Predikat, Tak Jelas!

1945. Bom atom meledak. Hiroshima dan Nagasaki. Agustus 1945.



Beberapa waktu yang lalu, saya--ah, ini kata menyebalkan!!!--aku
selesai membaca Perang, Langit dan Dua Perempuan. Selesai membaca bukan
berarti aku paham. Tapi, salah satu jalan untuk memahami, membaca.
Jadi, aku pikir, sedikit banyak, aku pun paham cerita Laksmi Pamuntjak
pada anaknya, Nadia.



16 April 2006. Mengenang Beckett. Samuel Beckett. Waiting For Godot.
Rekaman Terakhir Tuan Krapp. Pemeran, Putu Wijaya. Mengenang Beckett.
Kenal Putu Wijaya pun tidak. Baca risalah Benny Yohanes, pusing. Putu
Wijaya, tak jauh beda. Kata kunci, absurd. Aku cuma tertawa. Seakan
semua orang sudah mengenal Beckett, hingga ia pun patut dikenang.

Aku pun ingat. Sebelum Beckett, aku tahu ada buku Waiting For Godot.
Bakdi Soemanto menulis tesis atau disertasi tentang Godot. Tapi, yang
menarik bagi aku adalah cover buku Bakdi Soemanto. Foto. Foto hitam
putih seorang lelaki yang mengenakan syal. Entah siapa dia, aku tidak
tahu. Dan, saat itu belum mau mencari tahu.

Bakdi Soemanto. Cover buku. Tulisan: GODOT warna kuning. Foto hitam putih seorang lelaki.



Beberapa waktu setelahnya, aku menemukan satu tesis. Tiap buku yang
dicetak dengan cover berupa foto hitam putih atau berwarna, entah
lelaki atau perempuan, pasti buku itu bermutu. Jadi, bila Anda bertemu
buku ber-cover foto lelaki atau perempuan, segera beli. Sebab, itu buku
bermutu. Tapi, bila ternyata menurut Anda tidak bermutu, maka aku tak
bertanggung jawab. Meski begitu, aku mengakui bahwa tesis aku memiliki
kesalahan. Tapi, kesalahan pertama terletak didalam diri Anda yang
mencoba tesis aku; dan ternyata gagal.



1965. Tak pernah jelas berapa jumlah korban. Tiap perang memang hanya
menghasilkan dampak. Tak pernah menjelaskan berapa jumlah korban.
Kira-kira saja. Sekian ribulah, sekian jutalah, sekian saja.



17 April 2006, pukul 17.09. Aku berselancar ke situs seorang teman. Aku
mengatakan teman, atas dasar suka-suka. Alias tidak tahu. Sebab, di
dunia maya belum aku temukan petunjuk ilmiah yang menjadi dasar
penyebutan teman. Kalau di dunia nyata, aku pun tak menemukan dasar
ilmiah penyebutan teman. Meski begitu, aku sudah banyak menemukan
beragam orang.



Dua hari lalu, 15 April 2006. Peluncuran buku: Aku Perempuan. Tiga
orang penulis buku: Widiani Hartati, Arnette Harjanto dan Agnes Cynthia
Dewi. Kumpulan cerita pendek dan puisi. Hasil analisa seorang teman
menyatakan bahwa Widi, penulis 30 puisi dalam buku tersebut, gelisah.
"Ada seperti krisis identitas," ujar seorang teman. Memang, selain itu,
seorang teman banyak mengatakan hal lain. Tapi, aku merasa tak perlu;
meski seorang teman itu mengatakan hal yang benar pula.

Tak lama kemudian, seorang teman lainnya pun menyatakan bahwa buku
tersebut merupakan bukti eksistensi ketiga penulis. Penulis perempuan.



Malam, muncul sebuah perdebatan kecil. Memang jadi perempuan itu
bagaimana? Salah seorang perempuan yang, menurut aku, tidak bisa
dijadikan perwakilan dari seluruh mahluk perempuan yang ada diseluruh
dunia (mungkin, tepatnya: BUMI), berkata: "Berat." Meski seorang
perempuan itu tidak dapat menjadi representasi dari seluruh perempuan
yang ada di Bumi, tapi pernyataan seorang perempuan itu adalah
kenyataan. Realitas. Tidak terbantahkan. Ekstremnya: Kebenaran.

Lalu, muncul pertanyaan: Kalau jadi perempuan itu berat, apakah
perempuan itu lemah atau kuat? Tak ada perempuan yang menjawab.
Akibatnya, muncul pernyataan baru :

Di dunia ini hanya ada dua jenis manusia, yakni Lelaki dan Bukan-Lelaki.



Lalu, apa guna bom atom meledak? Apa guna 1965? Atau, kamp pembantaian
Auswitch. Bisa jadi, mitos Homeros dalam risalah Illiad. Pertempuran
Troya. Helena.



Masalahnya: predikat!



[Kalau masih ada pertanyaan, atau ketidak-jelasan silahkan kirim ke:
d_tbg@yahoo.com. Setelahnya, berdoalah untuk beberapa waktu; semoga
saya--kata yang tepat untuk mengganti aku, saat ini--bisa membacanya,
lalu membalasnya, meski belum tentu menjelaskannya. Dan, kalau memang
tidak saya balas, itu karena saya malas. Maka, sediakan juga satu maaf
buat saya bila Anda mengirim sesuatu ke: d_tbg@yahoo.com. --David
Tobing--]





Putar Film RENT

Start:     Apr 22, '06 8:00p
End:     Apr 23, '06 12:00p
film operete tentang anak muda yang ingin berkata adakah yang tanpa biaya dalam hidup?
Rush (1992) dalam lagunya you bet your life mengatakan:

The odds get even
You name the game
The odds get even
The stakes are the same
You bet your life...

Sunday, 16 April 2006

Popular Pornography


Message: 16
Date: Sat, 15 Apr 2006 23:22:08 -0700 (PDT)
From: widhy sinau <kedai_sinau@yahoo.com>
Subject: popular pornografi

pop-porn

telanjang
bukan aurat bukan sihir

pleiboi telah tiba...namun seperti kebanyakan budayawan indonesia
yang sering mengindonesiakan yang bukan indonesia malah bikin kecewa...
harapan jadi pupus untuk melihat daging mentah nostalgia waktu smp,
pleiboi jadi cengeng, gak pleiboi lagi deh...kapok ah...

adakah para pengusung ketelanjangan masih berani memainkan kartu
minoritas dengan memuaskan libido kita-kita dengan pleiboi asli [rasa
madura, batak, papua, manado, bali, atau jawa atau yang lain???]

di kedai, waktu puting beliung dan hujan membanjiri istana negara,
kawan-kawan bercengkrama; cuma ada dua jenis pahlawan: pahlawan bertopeng
dan pahlawan tidak bertopeng--satu orang nyeletuk (asli indonesia
asal padang) untuk indonesia tambah satu: pahlawan bopeng.

dan orang indonesia cuma dibagi 3 (masa iya)
1. 70% penakut (yang katanya masih rada sehat/otak kurang banyak
dipakai dan naif)
2. 20% penonton (yang biasanya free rider dan bopeng-bopeng)
3. 10% penjahat (yang biasanya berani mengambil resiko, realistis dan
rasional, berkeyakinan kuat-beragama lemah)

masa iya sih?
(data-data hasil penelitian sendiri, observasi lapang selama masa
gaul lebih dari 30 tahun)
peace lah...yang pro pleiboi selamat kecewa, yang kontra lebih cerdas
berusaha...


weedee sinau



Thursday, 13 April 2006

dari taksi yang berjalan cepat di jendela pepohonan seperti dinding hijau tak berkesudahan menebalkan halaman demi halaman buku diseling obrolan tentang manipulasi bentuk tulisan dan akumulasi ingatan yang tidak sempurna nyaris seperti yang pernah terjadi dan masih berlanjut


………………………………………..a…………………………………….d……………

……………………a………………………………….s……..a……..j…..a………………

…………a….k.…a….l……[dilaptop
titik-titik berbunyi mirip mesin ketik, kerena suka jadi beternak] dan
kebetulan kawan lama datang dengan segudang kebetulan, senyum dan
pertanyaan yang dipaksakan ada, menambah panjang deretan syair ‘hati
yang luka’.



ha..ha..ha..ha..ha aaa……aaa…..a [seperti di film horor indonesia, tawa
setan menghilang meninggalkan korban yang jadi lucu karena takut].
semua terjadi karena kebetulan.



iya. jika tidak?

tidak apa-apa.



yang penting percaya saja dengan isi kepala sendiri. itu menggelikan
tapi ok! kebetulan dunia juga kebetulan ada dan saya kebetulan bisa
menulis dan anda kebetulan membaca untuk menyatakan ketidaksetujuan
setelahnya. mungkin bukan kebetulan tapi keisengan. kesengajaan untuk
usil dan sekadar mengganggu. seperti kerikil dalam sepatu boot
dengan tali-tali yang susah dibuka karena sengaja dikencangkan
agar kerikil tidak mudah masuk, kebetulan kerikil masuk juga. maka
demikianlah. setan jadi mahluk paling sial, gagal memiliki motif yang
kuat untuk melakukan kejahatan dalam dunia yang jahat.
haaa….haaa…..haaa……haaaaa…….aaa…. [dalam cengkok ibu tiri jahat dalam
sinetron indonesia masa kini]…aaaa……aaaa…..



keimanan [seperti stensilan yang dibaca anak yang baru belajar masturbasi, penasaran dan selalu butuh referensi]

amin. [baca: ereksi]



setan juga [mau jadi] manusia [gaya candil seurieus dengan selendang pink dan mata merem-melek, mengiba]

masa? kenapa?

bisa tobat dan berobat.

setan, kok pakai otak.

gak seru [baca seriyu, biar gaul]



sayang, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi…tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiits…pop ups blocked…



widhy |sinau








Monday, 10 April 2006

Nol Koma Sembilan Sekian (Lihat : 0,9999...)

Ganjil. Tampaknya, itulah yang merangsang. Sex. Sexy. Tampaknya, itulah yang menggairahkan.



Perjalanan menuju satu (lihat : 1), sepertinya tak mudah. Sebab, berapa
angka dibelakang koma yang terlebih dahulu dijelajah. Hingga,



pertemuan dengan Keterbatasan pun tidak terelakkan. Limited;



jawaban, yang tampaknya tidak beda dengan sebutan alternatif-keluar.
Ya, pilihan solusi. Alternatif-keluar. Anehnya, bisa bernilai Mutlak.
Mungkin, terkadang.



Ganjil. Seks atau Sex. Seksi atau Sexy.



Jika sudah demikian, peradaban pun berjalan gagap. Tampaknya,



seperti meloncat! (lihat : 0,9999... = 1)



[Note: Seperti biasa, saya selalu berjanji untuk
mempertanggung-jawabkan tiap tulisan saya. Tapi, tampaknya hal itu
harus saya perbaharui sendiri. Anda, sebagai pembaca, pun seharusnya
bertanggung-jawab dengan apa yang sudah Anda baca. Jadi, kalau Anda
tidak mengerti atau tidak paham, jangan salahkan saya. Oke! 
--David Tobing--]



Thursday, 6 April 2006

A2O2



A2O2

Seorang kawan yang sedang gandrung Picasso. Seorang lagi menunggu
isterinya yang mau melahirkan. Satu lagi ingin jadi pengamen. Satu lagi
berubah pucat setelah mendengar Whiter Shade of Pale-Procol
Harum.



“Aku menunggumu sekarang masih di Singapura”.

“Transit!”

“Bukan!”

“TranShit”

Perjalanan mulai tidak nyaman. Langit biru pucat. Dengan siapa kita
sedang berhubungan. Picasso tersenyum. Biru itu warnaku. Duka. Warna
tanah jajahan. Padahal orang-orang disana senang berpakaian
warna-warni. Afrika. Mungkin karena kulit mereka hitam. Mereka
melambai senang seperti bendera. Aku tidak suka menggambar
bendera.

Aku suka warna pastel.



Sibuk amat!. Karena senang musik. Ahmad Albar memberi pohon jambu mede
ke orang yang menolongnya mencari penginapan pada sebuah malam yang
basah oleh hujan. Pohon itu ditebang untuk pembebasan jalan.
Sekarang, yang terpenjara orang-orang, di jalur bebas
hambatan. Angan-angan mereka tidak lagi dapat dikenali. Rasanya tanpa
nama, bukan tipis tebal, bukan atmosfir, bukan cuka, disebut A202.
Kalau 212 saya paham. A202 saya baru tahu, butuh Saunniere untuk
menterjemahkannya.



Download aja mas! Di wikipedia juga ada. Tidak. Ini kamus bawah
sadar bung. Dari trash can atau recycle bin. A202 terjemahan dari
syntax error:



Menjemukan

Hidup

Menjemukan

Hidup

Tak usah lahir

Terlanjur hamil

Kenapa

Biar tidak

Hamil?

Menjemukan

Kau yang rajin masuk

Jadi?

Hamil

Menjemukan

Siapa

Kau



Beli kopi dong!

Sama saja

Kenapa

Menjemukan

Sengit

Tidak

Sangit

Iya

Bau anakmu

Sangit

Bukan

Matahari

Sejak kapan matahari bau

Sejak kau ada

Sial

Iya

Jangan lahir

Kenapa

Sangit katamu!

Bukan

Matahari!

Panas

Buka jendela

Biar baunya keluar

Tapi matahari malah masuk

Biar

Kenapa

Supaya tidak menjemukan

Tapi sangit katamu

Biar



Baca ya di blog

Kenapa

Karena mahal downloadnya

Kenapa

Bayar pakai uang

Langsung saja bilang tidak punya

Apa?

Uang

Bukan

Akses

Tidak ada akses artinya tidak menghasilkan uang

Sok pintar

Memang

Sok tahu

Biar

Anakmu?

Bukan

Aku cuma membawanya di perutku

Masa?

Sumpah, dia milik umum, public figure gitu lho

Belum lahir

Sudah ada dikoran

Aku

Bukan

Anakmu!

Enak saja

Kau jadi aku

Aku jadi kamu

Percakapan ini jadi apa?

Lihat di blog

Tapi aku tidak bisa upload

Kenapa

Recycle bin

Trash.

Kamu gondrong sih

Biar

Jadi

Aku saja yang merawatnya

Namanya: A202

Mirip buku

Masa

Artinya

Apa saja sesanggupmu mengucapkan kata

Ah ah ah

Oh oh ohhhh Ooohhh

Ahhhhhh

Gila

Picasso

Ngamen

Di

Balai kota

Awas digusur seperti di Tisna

Itu seniman

Bukan

Picasso

Bukan seniman?

Iya

Dia A202

Ah ah ah

Oh oh ohhhh Ooohhh

Ahhhhhh

Jangan mulai

Masih bisa

Apa

Meski hamil

Apa?

Main

Jorok

Jangan lahir

Sudah jadi cerpen

Sudah

Buktinya kau baca

Kau mengerti

Tidak

Ampun

Sama-sama

Kita sms-an saja

OK

Pakai gambar ya

Mana bisa hamil

Bisa

Bagaimana

Picasso, masa lupa

Ok



Di losmen bertiga. Satu lagi jadi baso di wc.

Cepat guyur

Ok

Sakit?

Jangan tanya

Sangit

Sangat maksudmu?

Sangit

Seperti matahari?

Iya



Ini mirip dengan sampah. Memang sampah. Aku temukan dalam tong sampah.

Jika kau baca dengar benar. Maka, artinya belajar membaca. Dunia.
Angka. Kata. Simbol. Mitos. Kau saja yang kurang pandai berlagak gila.



Masa?

Jangan mulai lagi, ah.

Riff (dengan nada keras)

Gw pesan kopi, David yang bayar.

Jangan duit melulu yang dipikirin.

Neh.

Seniman juga perlu kaya.

Untuk apa?

Bukan untuk kepuasan batin, bukan untuk masturbasi, bukan untuk pelampiasan spiritual, bukan untuk yang banyak orang bilang.

Seniman butuh hidup.

Dimana?

Di dunia. Seniman butuh dunia.

Setuju deh. Tapi, yang mirip seniman juga mau belajar seni.

Terserah abang. Jadi seniman susrah susrah gamprang.

Gak jadi deh.

Boleh.

Seniman kayra aja, bukan karya.

Karya susrah, kayra susah.

Seniman jangan gagap ah.

Ia, tidak boleh.

Kita terbitkan saja buku. Cara mudah Dan Singkat Menjadi Seniman.

60 Menit Menjadi Seniman.

A202 bukan masalah seniman bung!

Tapi pertanggungjawaban.

Itu moral individu. Jika tidak mengerti kasih saja kertas tissu itu ke Benyamin.

Kemana yang lain?

Kabur, kepingin kaya.

Susah?

Tidak.

Susah?

Iya.

Sok tahu.

Biar. Hidup katanya singkat.

Aku cemburu pada semua.

Bukan pada kaya.

Kepada mirip?

Sialan.

Siapa.

Cemburu.

Iya. Itu pembunuhan pertama.

Kemudian.

Semuanya hilang.

Jadi seniman.

Bukan.

Jadi maling.

Curi apa?

Tidak ada.

Cuma kejernihan.

Mengendap seperti lalat. Dimatanya ada seribu mata kecil.

Aku melihatnya setiap hari. Menduga-duga siapa diriku.

Untung kopiku tidak terbuat dari sampah. Kopi pahit. Cuma lalat hijau yang suka mendekat.

Untuk apa?

Tidak tahu.

Hmmm, itu A2O2.



(widhy | sinau)




















Tuesday, 4 April 2006

Undangan utk Para Sahabat (PoetCorner#6 - Launching AKU PEREMPUAN)


Apa kabar, sahabat. Tanpa bermaksud mengurangi nilai kesopanan dalam ritual beruluk-salam, aku ingin langsung bercerita padamu tentang satu buku kumpulan puisi dan cerpen yang baru saja aku baca. Dengan tebal 155++ halaman, karya-karya dalam buku ini ditulis oleh tiga perempuan yang rata-rata lahir di tahun 1985-an. Mereka adalah Widiani Hartati; Arnette Harjanto; dan Agnes Cynthia Dewi. Judul buku itu AKU PEREMPUAN.


 


Ya, sahabat, judul buku ini mengingatkan aku terhadap pembicaraan hangat antara kita dulu. Pembicaraan tentang wilayah genital sebagai ‘daerah yang sangat strategis’. Sebagaimana kita sepakati dulu, mulai dari kisah Adam dan Hawa; Lisystrata; Cleopatra dan the ‘Great’ Alexander; Perang Troya; Ken Arok dan Ken Dedes; Perang Bubat; sampai dengan polemik RUU APP di nusantara ini – yang tidak juga segera berujung – pokok permasalahannya ternyata sebagian besar berkisar di wilayah satu ini.


 


Sudah banyak fakta dan sejarah yang sudah membuktikan kalau ‘wilayah’ ini-lah yang jadi salah satu penyebab runtuh/berkembangnya sebuah peradaban. Pada ‘wilayah’ inilah sering terjadi pertemuan, pergesekan, bahkan pertarungan antarnilai. Fantastisnya, pertemuan nilai-nilai di ‘wilayah itu’ bukan sekedar nilai-nilai tabu, transenden ataupun humaniora semata, nilai-nilai ekonomi, bisnis bahkan politik pun termasuk di dalamnya.


 


Jadi, meski tema besar isi buku yang mungil tersebut tidak signifikan mengarah ke wilayah genital, adalah satu kewajaran kalau kemudian diambil salah satu judul puisi yang ada di dalamnya untuk menjadi title sampul buku ini, AKU PEREMPUAN. Ya, setidaknya secara argumentatif judul tersebut memang cukup mewakili ‘Butterfly Effect’ yang dialami para penulisnya – yang kebetulan adalah para perempuan lajang usia duapuluh tahunan – seperti yang tercermin pada seluruh karya dalam buku ini.


 


Kalau dicermati, dari 30 puisi (termasuk prolog dan epilog) karya Widiani Hartati, lima puisi gubahan Agnes Cynthia Dewi, dan lima cerita pendek karangan Arnette Harjanto yang termuat dalam buku AKU PEREMPUAN ini – jika boleh diibaratkan lagu – dapat dikategorikan dalam genre pop-modern yang easy listening. Penilaian ini di indikasikan dari: tema-tema cinta liris ataupun cinta universal yang diketengahkan; kekuatan yang lebih mengandalkan pada kekuatan lirik serta pengalaman puitik yang inter-personal dan kontekstual; serta, secara umum tidak diperlukan sebuah tingkatan taste maupun apresiasi yang ‘lebih tinggi’ untuk bisa menikmati isi dalam buku kumpulan puisi dan cerpen ini secara utuh, tapi, meskipun begitu tidak ada larangan kok kalau pembaca berkeinginan menikmati karya-karya tersebut secara metode sastrawi.


 


So, seperti pepatah kuno yang menyatakan bahwa ‘Tiada Gading yang Tak Retak’, buku ini pun punya beberapa kelemahan. Di antaranya yang cukup terlihat adalah ketidakefektifan dalam penggunaan kata/kalimat, (hmmm, antara sederhana dengan efektif ternyata memang berbeda ya? – pen.) pemenggalan diksi yang kurang tepat sehingga bisa mengkaburkan pemaknaan; dan kurangnya literasi.


 


Tapi, entahlah kalau memang itu adalah sebuah kesengajaan. Dan, untuk memastikan hal ini, sepertinya kita memerlukan satu ruang dialog yang bisa hadir secara interaktif dengan para penulisnya. Yang pasti, kamu jangan mengharapkan eksperimen yang ‘neko-neko’ dalam buku ini. Karena berpijak pada asumsiku di atas, buku ini mencoba mengalirkan suatu kesederhanaan dari para perempuan penulisnya, atau lebih tepatnya: sebuah kepolosan dan kejujuran.


 


Dan, terlepas dari segala kekurangan itu, Sahabat, kita sangat patut sekali mengangkat jempol dan menundukkan kepala sebagai tanda salut kepada mereka yang terlibat dalam buku ini. Ya, Setidaknya, kita bisa belajar dari mereka bahwa keterbatasan, batas dan batasan tidak pernah mengungkung seseorang pada satu kandang kekerdilan. Meski harus diterbitkan dan didistribusikan secara indie oleh penerbit WRACipta mereka telah mampu memujudkan kekuatan harapan dan cinta menjadi satu bentuk perjuangan yang mengejawantah bersama terbitnya buku ini.


 


Hmm, jujur, banyak sekali yang ingin aku bicarakan tentang buku AKU PEREMPUAN tersebut dalam artikel yang seharusnya sangat pendek ini. Tapi, sudahlah, kita bertemu saja di Kedai Buku Sinau Jakarta yang terletak di Jalan  Bekasi Timur 1 no 32 Jakarta 13350 pada tanggal 15 April 2006. Rencananya, buku tersebut akan jadi pembahasan Poetcorner#6 yang dimulai dari pukul 15.00 WIB dan diharapkan usai pukul 19.00 WIB. Insya’allah di sana, kita bisa bertemu dengan para penulisnya dan dengan teman-teman yang lain. Dengan begitu, kita bisa berbincang tentang buku ini secara asyik dan fair tentang buku tersebut.


 


Siapa tahu saja, seperti masa-masa romantik pernah kita alami dulu itu, kita bisa bersama-sama klangenan dan menyanyikan lagu Britney Spears itu seraya minum secangkir kopi pahit bergula manis. Ya, (I'm not a girl)... I'm not a girl don't tell me what to believe (Not yet a woman)...I'm just trying to find the woman in me, yeah (All I need is time)...Oh, all I need is time. That's mine... While I'm in between I'm not a girl...Not yet a woman. All I need is time A moment that is mine...While I'm in between I'm not a girl...oooohh. Not yet a woman…


 


Hot Regard,


Your Friends


 


Ferre Suga


http://www.kampungimaji.net.ms

Monday, 3 April 2006

Nanti, Nanti, Nanti


Nanti, jika kita bertemu, aku kenalkan kau pada dua temanku.



Jhon Lennon : Imagine there's no heaven



Jim Morrison : I'm a spy in the house of love



Nanti, jika kita bertemu,



aku sudah lama tak bertemu dua temanku ini. Kabarnya, mereka sedang berlibur, entah dimana. Tak ada yang tahu.



Sekali waktu, ketika aku sedang tertidur, mereka datang. Tapi, begitu
aku bangun menyambut, mereka pun hilang. Tak sempatlah aku bicara.
Mereka pun serupa. Sama.



Kadang, tengah malam, dalam kamar, aku merasa mendengar langkah kedua
temanku ini. Aku diam saja menunggu; sebab aku pikir mereka pasti
hilang bila aku membuka pintu. Tapi, makin lama, bukan suara langkah
kaki menjelas, malah jadi tak terdengar. Sama sekali hening.



Nanti, jika kita bertemu, aku pasti tak bisa mengenalkan kau pada dua temanku.



[Tulisan ini agak susah dipertanggungjawabkan. Cukuplah dibaca saja. Adn ajgnna kyabna ayann. OK! --David Tobing--]




Nanti, Nanti, Nanti



Nanti, jika kita bertemu, aku kenalkan kau pada dua temanku.



Jhon Lennon : Imagine there's no heaven



Jim Morrison : I'm a spy in the house of love



Nanti, jika kita bertemu,



aku sudah lama tak bertemu dua temanku ini. Kabarnya, mereka sedang berlibur, entah dimana. Tak ada yang tahu.



Sekali waktu, ketika aku sedang tertidur, mereka datang. Tapi, begitu
aku bangun menyambut, mereka pun hilang. Tak sempatlah aku bicara.
Mereka pun serupa. Sama.



Kadang, tengah malam, dalam kamar, aku merasa mendengar langkah kedua
temanku ini. Aku diam saja menunggu; sebab aku pikir mereka pasti
hilang bila aku membuka pintu. Tapi, makin lama, bukan suara langkah
kaki menjelas, malah jadi tak terdengar. Sama sekali hening.



Nanti, jika kita bertemu, aku pasti tak bisa mengenalkan kau pada dua temanku.



[Tulisan ini agak susah dipertanggungjawabkan. Cukuplah dibaca saja. Adn, ajgnna kyabna ayann. OK! --David Tobing--]






poet corner #6

Start:     Apr 15, '06 3:00p
End:     Apr 15, '06 7:00p
Location:     kedai buku sinau jakarta | jl. bekasi timur 1, #32 jakarta 13350
launching kumpulan puisi dan cerpen, 'aku perempuan'
karya: widiani hartati, arnette harjanto, agnes cynthia dewi
agenda:
1. pembacaan naskah puisi dan cerpen
2. diskusi dan bedah buku