Sunday, 26 February 2006

Setiap Yang Datang Adalah Orang Yang Tepat





: Buat Bang Echa atas kesabarannya.



Hal ini menjadi perbincangan awal ketika Sinau ingin didirikan,
dibangun, selain dibuat sebagai ruang kosong. Pernyataan Setiap Yang
Datang Adalah Orang Yang Tepat adalah sebuah pernyataan keyakinan kami
ketika semua orang sibuk dengan prasangka yang tidak perlu dan kami
berprasangka demikian. Prasangka ini bukan tanpa alasan ketika
kebetulan kawan Wildan di suatu pagi yang ganjil ingin menuntaskan
pembicaraan tentang prasangka yang akhirnya tidak tuntas. Pertama, ia
menanyakan lebih cepat mana indera mata menangkap cahaya atau telinga
menangkap bunyi. Jawaban saya, adalah mata menangkap cahaya. Jibal
menjawab telinga menangkap bunyi. Jika kita baca Rendra, dia berusaha
menyeimbangkan keduanya, sehingga jika hilang salah satu kita tidak
menjadi tuna (untuk pengecap, penciuman, peraba juga diperlakukan
sama). Bahkan Rendra berhasil mengembangkan teknik meninggikan rasa,
indera keenam. Apapun jawabannya saya bersetuju dengan pernyataan
berikutnya, yang lebih dulu hadir prasangka.



Prasangka yang didahului oleh akumulasi pengetahuan merupakan saringan
pertama ketika indera bekerja, berkorelasi dengan otak yang menyimpan
berbagai indeks. Prasangka ini menyimpan begitu banyak tanda dalam
indeks sehingga ia mendahului mendefinisikan sesuatu ketika kita
berhadapan dengannya. Prasangka menyusun kategori, stereotip, dan
bekerja tidak dalam sistem chaos, ia lebih cepat dari hitungan Pentium
4 hypertrading sekalipun. Begitu cepatnya prasangka kadang sebelum
bertemu sesuatu secara fisikpun kita sudah memutuskan; Apakah itu?
Siapa gerangan dirinya? Begitu cepatnya sehingga kami ingin
berprasangka baik dengan pernyataan diatas, karena sama sekali tidak
ada ruginya, bahkan keuntungan potensial ada di depan mata.



Sinau sebagai sebuah ruang kosong adalah suatu sikap yang ingin
ditegaskan bahwa siapapun berhak mengisi ruang tersebut dan silahkan
meninggalkannya jika sudah mendapatkan sesuatu yang paling berarti bagi
dirinya, jangan sampai orang yang datang ke Sinau cuma mengisi
kekosongan dengan kekosongan, tanpa eksistensi dan esensi. Walaupun ia
orang yang tepat namun kami berusaha sekuat tenaga agar ia sesegera
menentukan maksud kedatangannya. Komunitas yang ingin dibangunpun
berpandangan seperti ini, siapapun tepat dan siapapun berkontribusi dan
bersimbiosa mutualisma.



Tawa pecah ketika dalam perjalanan yang sudah 4 tahun ini, baik di
Malang maupun di Jakarta, ternyata Sinau dipandang sebagai Ruang
Tunggu. Maka pernyataan Setiap Yang Datang Adalah Orang Yang
Tepat diasumsikan sebagai seorang yang akan menjadi bosan karena
harapan yang bisa jadi datang, bisa jadi tidak. Bahkan seorang Beni,
kawan yang dapat berkelana liar dengan pikirannya memiliki tujuan
ketika bertandang dan duduk memesan. Ehm, Sinau sebagai ruang tunggu
sangat menarik untuk ditelusuri lebih jauh.



Menunggu membutuhkan stamina yang besar, dibandingkan ‘menjemput’
istilah yang sering dikatakan kawan Wildan. Menjemput memiliki tujuan
yang pasti dengan kerja yang aktif. Sedangkan menunggu sebuah kerja
pasif, dengan harapan yang diantara nyata dan sedikit ilusif. Menunggu
Godot sebuah absurditas lain, ketika sang penjemput bisa apa saja, dan
siapa saja. Di Malang hampir setiap kawan yang kukenal, yang baru lulus
dan diwisuda, menunggu sesuatu di Sinau. Mereka tampak serius dengan
segenap gurauan, harapan masa depan, sambil membaca koran, menghitung
probabilita, mengaris bawahi setiap lamaran kerja, dan menunggu
siapapun yang datang untuk diajak bicara. Usulan untuk membuat sesuatu
memenuhi udara siang dan malam di Sinau. Begitu banyak proposal yang
diajukan dan sampai sekarang mereka masih menunggu: entah. Kerja dalam
pengertian menjemput ide yang lalu lalang di udara siang dan malam tak
pernah masuk dalam hitungan matematika mereka. Menunggu ternyata lebih
mengasyikkan, apalagi sambil memelototi hotspot gadis-gadis sma,
karyawati atau mahasiswi, berharap mereka melakukan hal yang sama.
…I’m not a lazy boy …Meet me at the cofffeeshop we can dance like Iggy
Pop and the chick will find your hotspot…
’-RHCP.



Sinau semakin riuh saja, di Malang dan Jakarta, karena Sinau Malang
lahir lebih dulu maka komunitas Sinau cepat beranjak dewasa; maksudnya
lebih peka, jika tidak puas dengan layanan, mereka segera minggat.
Obrolan warung kopi di Sinau Malang dan Jakarta, maunya ekstraordinary,
yaitu dengan pertanggungjawaban, bukan obrolan provokatif intel yang
mengenalkan dirinya intel, atau orang pintar yang mengaku dirinya
pintar. Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah apakah obrolan warung
kopi di Sinau dapat membuat hidup menjadi lebih hidup. Seperti impian
seorang sahabat yang belum pernah singgah, ia memimpikan warung kopi
menjadi akademia, dimana ide yang muncul penuh pertanggungjawaban,
mencerahkan, membuat diri semakin muda karena jenaka. Puih berat
ya…kata Chairil Anwar susah sungguh…maka kepekaan pengunjung di Sinau
yang ingin menyia-nyiakan waktu mereka sangat diharapkan, cepat minggat
sebelum terlambat. Ada waktu-waktu tertentu untuk bersendiri,
namun pada acara yang diagendakan, itulah benih akademia, mimpi seorang
kawan yang belum pernah singgah dan ingin meniru obrolan warung kopi di
Prancis dengan kehadiran Derrida dengan segenap kebersahajaannya.



Jika pengunjung diharapkan tidak berperilaku seperti dalam Menunggu
Godot maka para penjaga kedai di Sinau diharapkan tidak berperilaku
seperti Sisipus, yang berusaha berulang-ulang tidak pernah belajar dari
kesalahan atau seperti taqlid dengan satu cara, atau melakukan kerja
tanpa kepastian. Berkembanglah, berbiaklah sebelum mimpi dilarang atau
dikontrol seperti SMS. Penjaga kedai Sinau dari sejak awalnya akan
diposisikan bagian dari produk, salah satu pembelajaran dari 7 Jurus
AntiMarket Sinau, yang berjudul Narcist Marketing. Penjual adalah
bagian dari produk yang dijual. Seperti pelacur mungkin prasangka
awalnya, namun di Sinau kita menjual dengan hati dan jiwa, sedangkan
pelacur cuma menjual tubuh tanpa hati dan jiwa.



Sinau sebagai Ruang Tunggu, kenapa tidak. Bukankah menunggu itu melatih
kesabaran. Dan menunggu adalah bagian dari ujian, ada sesuatu yang
ditunda oleh yang lebih kuasa. Mungkin Sinau belum sampai pada tingkat
akademia, sebagai Ruang Tunggu, Sinau cuma bisa dikalahkan waktu,
lagipula dalam tunggu kita dapat lebih banyak duduk merenung,
dibandingkan menjemput dalam suasana hiruk pikuk. Merenung sambil
menajamkan seluruh indera, supaya lebih peka. Terimaksih kami kepada
orang yang telah datang pada setiap kesempatan, Anda orang-orang yang
tepat. Mari mampir, ada buku, syair dan kopi bercangkir-cangkir.



(widhy |sinau)








Jurus Menawan Tuhan

Poet Corner #4 menunda pembicaraan tentang cinta, karena ada
kawan-kawan yang ingin membicarakan rahasia, tentang Tuhan katanya.
Kebetulan Arief sang pecinta tidak dapat hadir, maka tawaran berbicara
hal-hal yang rahasia selalu menjadi menarik. Sayangnya rahasia itu
belum boleh sampai ke meja pembaca, karena rahasia dan para penulisnya
ingin membuat kita ternganga. Sayangnya malam itu Poet Corner #4 tidak
pandai membuka tabir rahasia, karena disibukkan oleh pemikiran tentang
pembuktian mengenai sejarah Tuhan dengan konsep material-historis,
bukan pada kumpulan puisi yang menjadi sebuah jurus yang kabarnya akan
menggemparkan dunia persilatan puisi. Jurusnya pun rahasia, saya
membuat tiruannya; Jurus Menawan Tuhan.



Fungsi dari jurus rahasia itu adalah  religiuitas +paradoks : (absurditas-logika)

f(jr) r+p:(a-l), dimana;

jr adalah jurus rahasia,

r=religiuitas

p=paradoks

a=absurditas

l=logika

selanjutnya kita bermain dengan kata-kata plus matematika. JR ini
sendiri menarik karena seolah kumpulan puisi ini menawarkan sesuatu
untuk didiskusikan dengan pisau bedah tersendiri, pisau bedah yang
dibuat oleh sang penulis, seperti kisah keris Mpu Gandring yang memakan
jiwa sang Mpu, yang merasa menjadi ‘pemilik’, apakah JR ini akan
bernasib sama. Atau dimaksudkan sebagai semacam Tai Chi yang bisa
dikuasai semua orang, jika demikian maka JR ini akan menyelamatkan
semua orang, termasuk si penemu jurus.



Sebelumnya saya mencoba mendefinisikan dan membuat batasan mengenai masing-masing variabel dalam JR menurut pengertian kamus.

r=seseorang yang sedang belajar
dan mengajarkan agama, seseorang yang sedang melakukan praktek ibadah
keagamaan, seseorang yang berkesadaran total, seseorang yang taklid

p=sesuatu yang berlawanan dalam
dirinya sendiri, suatu pernyataan yang terlihat absurd (tidak masuk
akal sehat) namun mungkin saja benar, sesuatu yang secara umum dianggap
berbeda atau tidak konvensional

a=sesuatu yang tidak masuk akal, konyol, tidak memberi arti apapun pada kehidupan.

l=sesuatu yang mustahil untuk
dihindari, sesuatu yang menjadi dasar pembuktian induktif dan deduktif
sehingga menjadi masuk akal, bahasa komputer sehingga dengan cara
tertentu orang bisa mengoperasikannya.

Pengertian kamus ini coba diberikan dulu sebelum kita akan bermain
dengan pengertian-pengertian lain yang dimungkinkan untuk dijadikan
rujukan untuk menjelaskan jurus rahasia ini.



Sebelumnya saya mengingatkan ini sama sekali bukan ceramah agama,
ceramah tentang Tuhan, walaupun lebih banyak bicara tentang Tuhan, dan
terkadang butuh sisipan referensi agama, ini cuma cuap-cuap bahasa
hasil provokasi forum Poet corner #4, saya cuma ingin melihat apakah
jurus ini jurus kembang atau jurus inti, atau sama sekali bukan jurus
atau sama dengan jurus lari. Selamat bermain.



Apa yang indah dari Tuhan adalah pencariannya itu sendiri, sebab
keindahan dari Tuhan sudah menjadi bagian dari dzatNya, bagaimana kita
bisa mencari dan menemukannya. Saya menyebutnya sebagai Jurus Menawan
Tuhan.



Dostoevsky menyatakan ‘…jika Tuhan tidak ada, maka kita akan
menciptakannya.’ Jadi sejarah tentang Tuhan adalah sejarah kebutuhan
akan hadirnya Tuhan dalam kehidupan kita, mengapa, karena Tuhan
sejarah, Tuhan ideologi, Tuhan agama tetap dibutuhkan oleh setiap
manusia. Manusia bisa saja mengganti Tuhan setiap hari seperti
mengganti celana dalam, namun tetap saja ia menciptakan Tuhan dan butuh
kehadirannya. Tuhan sejarah menurut Erich Fromm adalah tuhan yang dekat
dengan pengalaman bathin, tumbuh kembang seseorang, sehingga ketika
dibayangkan ia bukan menjadi benda/sesuatu yang asing. Jika menjadi
asing maka ia menjadi tuhan ideologi; ketika sebuah konsep merebut
tempat realitas dimana manusia berpijak, maka ia bukan lagi sesuatu
yang merupakan sejarah konkret manusia sebagai produsen gagasan, yang
nantinya dipengaruhi oleh ruang sosial-politik. Apapun namanya kita
mencipta Tuhan bukan sekadar mencarinya.Ini dimulai sejak Adam
terlempar dari surga dan berusaha menawan kembali Tuhan. Tuhan agama
bisa menjadi tuhan sejarah, bisa menjadi tuhan ideologi, untuk menjadi
tuhan sejarah yang dekat dengan urat leher kita maka dibutuhkan sebuah
jurus; Jurus Menawan Tuhan.



Tuhan dalam JR di Poet Corner #4 gagal ditemukan dalam susunan
kata-kata karena diskusi yang berlangsung memang tidak berusaha
mencarinya pada puisi yang terhidang. Jika tidak hadir bagaimana kita
berdialog, walaupun hadirnya tuhan masih dalam tataran kata-kata dan
imajinasi di kepala. Bahkan membuatnya menjadi fiksi juga tidak, sebab
itu saya mencoba menfiksikannya sekarang. Pertama, apa yang menjadi
arti kamus saya coba ubah menjadi kecenderungan kita untuk melengkapi
kata-kata dengan pengalaman kita sendiri, saya mencoba mencari inti
dari jurus rahasia ini. Sederhananya puisi tentang ketuhanan dibedah
melalui pencarian kata-kata yang mengandung nilai-nilai;



r=kata-kata yang mengandung nilai kesucian, ketabuan, keabadian

p=kata-kata yang mengandung penegasian, metafora, kontradiksi

a=kata-kata yang berusaha ditempel-tempel pada variabel r dan p sebagai
bentuk dari ‘permainan’ kata-kata itu sendiri, sehingga tampak tidak
masuk akal, atau tidak berguna.

l=kata-kata yang menjadi tubuh dari puisi sehingga nampak wujudnya dan dapat dikenali dengan kategori tertentu.



Namun kesemua rumus ini tidak sempat diujicobakan pada bait-bait puisi,
padahal rumus ini sendiri menurut hemat saya merupakan pengalaman
puitik penulis-dan-bukan untuk menyingkirkan puisi sesungguhnya, puisi
rahasia ini ‘kalah’ misterius dengan ‘rumus pembacaannya’ atau ‘cara
baca’ yang juga rahasia, walaupun sang penulis menyatakan diakhir
diskusi ingin membuat rumus yang  bisa membuat orang lain tersasar
dengan kerahasiaannya, setidaknya penulis rumus akan tetap dimintai
pertanggungjawaban atas motifnya, termasuk dalam bersenda gurau, agar
kita memiliki kesempatan untuk bisa memaknai ‘yang ada’ termasuk
mengatakan apakah sesuatu itu absurd (mustahil) atau bukan.



Secara matematis rumus tersebut dapat diurai menjadi;

f(JR)=r+p : (a-l), saya membuat asumsi awal;

(1) jika r,p,a,l adalah bilangan bulat

(2) jika r,p,a,l adalah memiliki nilai yang sama yaitu 1

(3) untuk mencoba formula cuma diubah tanda positif atau negatif di depan angka r,p,a,l.

f(JR)=r+p : (a-l),

f(JR)=1+1 : (1-1),

f(JR)= -1+(-1) : (-1-(-l)),

dst, dst…

Hasil dari asumsi tersebut adalah 16 kombinasi yang akan menghasilkan nilai

f(JR)= 1, -1, 0, tak dapat didefinisikan.



Jika demikian f(JR) masih belum dapat diperkirakan maksudnya, karena
asumsi yang ada masih bermain dengan angka tanpa penjelasan makna
dibalik angka, untuk itu maka fungsi JR harus dipecah lagi menjadi
fungsi lain, sesuai dengan rasa penasaran saya, maka, fungsi tersebut
saya asumsikan sebagai;

f(JR)=f(t) fungsi jurus rahasia adalah jurus tuhan agar kita dapat
mengenal tuhan, seperti yang dimaksud oleh penulis, dan seperti hal
umum yang biasa dalam persilatan. Untuk membunuh lawan gunakan logika
kebalikan dari lawan, gunakan tenaga dari lawan, gunakan semesta yang
lebih besar. Tuhan lebih besar dari jurus rahasia segala jurus.



Maka,

f(t)=(r+p) : (a-l), dimana

f(t) adalah fungsi ketuhanan

(r+p) adalah fungsi keutuhan (kaffah)

(a-l) adalah fungsi batas,nalar

dengan asumsi f(t) ≥ 0, b> 0,



Alasan mengapa (r+p) adalah fungsi keutuhan, karena dalam pengalaman
bertuhan, menjalankan syariat (r) selalu menemukan paradoks dalam
dirinya sebagai sebuah nilai yang akan mengurangi nilai r itu sendiri,
atau sebaliknya. Namun paradoks dalam menjalankan pengalaman religius
ini sudah menjadi sebuah ketetapan manusiawi, dimana seseorang walaupun
tahu, maka ia masih memilih celah untuk berbuat kesalahan, disengaja
atau tidak. Paradoksnya akan menyimpulkan apakah pemahaman itu sudah
benar, hal ini untuk menjawab mengapa ia terus berbuat kesalahan.  



Alasan mengapa (a-l) adalah fungsi batas nalar, karena nalar akan
bekerja secara otomatis mendefiniskan setiap hal yang merangsang indera
dan rasa (hati), dan berusaha mempersepsikannya sebagai yang gaib atau
nyata, untuk kemudian didefinisikan ada. Kecenderungan kita adalah
berusaha mencari pembenaran terhadap yang gaib, sehingga yang gaib =
yang mungkin ada, mungkin tidak, atau mustahil ada, harus dikurangi
persentasenya agar kita menjadi manusia ‘rasional’. Menjadi manusia
rasional adalah hal pertama yang membuat manusia berbeda dengan hewan
atau tumbuhan, sehingga bisa memiliki pengetahuan untuk mensiasati
hambatan-hambatan dalam alam, dijadikan ilmu dan dikembangkan antar
generasi. Dari sinilah peradaban muncul.



Sehingga jika

f(t) = a:b (dibaca: ketuhanan adalah kaffah beragama dibagi nalar), maka

a= f(t) x b

keutuhan (kaffah) = ketuhanan yang berbanding lurus dengan nalar,

b = a:f(t)

nalar = keutuhan dibagi ketuhanan.



dengan logika sederhana, maka nilai ketuhanan=1, akan dicapai jika

f(t)=r+p : (a-l),

r=-1, p=-1,a=-1, l=1

yang artinya sama sekali menolak agama tapi mengetahui kebenaran ilmu pengetahuan.

Atau,

r=1, p=1,a=1, l=-1

yang artinya ketuhanan dapat dimengerti jika kita dapat menerima
keutuhan dengan mempercayai apa yang gaib dan berdamai dengan batas
nalar.



Dua logika ini adalah jurus yang akan menemukan jalan menuju kebenaran,
yang satu bertuhan tanpa agama dengan konsekuensi menciptakan
tuhan-tuhan baru sesuai dengan kapasitas nalar. Yang satu lagi adalah
bertuhan dengan menjalankan agama tertentu dan berusaha memahami jika
kemampuan nalar adalah terbatas.



Tuhan sejarah yang berupa pengetahuan dan pencarian ilmu pengetahuan
adalah kemenangan akal atas wahyu yang merupakan proyek renaisan awal
modernisme dimana setiap sesuatu harus dapat dijelaskan dengan akal,
yang tidak masuk akal termasuk ‘tidak ada’, proyek modernisme ini
termasuk di dalamnya kebenaran ‘kapitalisme dan komunisme (sosialisme)’
yang dalam kacamata ilmu pengetahuan sebenarnya kembar, sama namun
tidak identik. Maka wajar Poet Corner #4 tidak dapat menemukan tuhan
dalam bait puisi seperti yang dimaksud sang penulis dengan pendekatan
materialis historis, namun menemukan tuhan lain dalam dialektika yang
berjalan.



Sedangkan tuhan sejarah yang kedua digambarkan dengan manis oleh Amir
Hamzah, “bertukar tangkap dengan lepas”. Batas nalar yang coba diujikan
oleh tuhan untuk menguji hambanya. Bukankah nalar merupakan anugerah
terindah yang diberikan kepada manusia, untuk menjemput kembali tuhan,
bukan sekadar mencari dan menemukan. Kata menjemput itulah yang
membedakannya antara mencari dan menawan.



Jurus rahasia yang dimaksud ternyata filosofi dari ilmu silat yang jadi
pegangan penulis, ia bukan jurus untuk bertarung, namun jurus untuk
mengkondisikan suasana bathin ketika akan menulis puisi, suasana bathin
ini adalah keseharian penulis dalam bekerja, bercinta, dan bermain
dengan kata-kata, setidaknya inilah prasangka saya. David menjelaskan
puisi rahasia sekalipun tetap dapat dibedah tanpa jurus rahasia,
setidaknya kredo puisi sudah hampir selesai, eksperimentasi yang
dilakukan sang penulis adalah permainan kata-kata yang tidak lazim,
antara penanda dan petandanya. Puisi rahasia tetap tidak dapat hadir,
tapi penjelasan diatas semoga dapat menginspirasikan penulisan puisi
sesuai dengan filosofi yang dianut penulis, sehingga dia (puisi)
tidak  merebut ruang hidup penulis dan pembaca. Tuhan juga
merupakan sumber puisi yang tidak dapat habis, keindahannya,
kerahasiaannya, keabsolutannya, sangat menawan untuk ditawan.



Saya percaya puisi (apalagi tentang ketuhanan) menjadi bagian dari
religuitas itu sendiri, seperti halnya menawan tuhan dalam hati, tuhan
juga bisa ditawan dalam puisi. Jurus menawan tuhan adalah jurus yang
membuat tuhan menghuni puisi dan hati. Bagaimana caranya? Al Gazali
menganjurkan kita memahami diri kita, apakah; (1)  kita adalah
kelompok elit yaitu orang yang memiliki pengetahuan, kalangan
intelektual, penuh dengan keingintahuan, ingin menemukan kemajuan untuk
masyarakat (2) apakah kita orang yang awam, dan tidak suka perdebatan,
pengikut. (3) apakah kita orang yang cerdas, agitatif, dan suka membuat
kerancuan untuk kerancuan, sering berdebat untuk berdebat bukan untuk
kemajuan pengetahuan apalagi masyarakat. Permasalahnya akan terlihat
ketika kita ingin membentuk sebuah majelis ilmu-forum diskusi, apakah
kita ingin berbagi pengalaman karena nalar kita terbatas sehingga
keyakinan kita akan sebuah pengetahuan akan diuji, apakah kita ingin
mengajar orang awam dengan memberi pengertian-pengertian dasar, ataukah
kita ingin menghabiskan waktu dengan perdebatan tak berguna, making
nothing from something. Poet Corner sebagai sebuah majelis ilmu bagi
saya adalah tempat menguji keyakinan, berbagi pengalaman. Sehingga
tidak ada tempat untuk menyia-nyiakan waktu, sementara kita secara
flamboyan ingin menawan tuhan di hati dan puisi. Kesia-siaan menjauhkan
tujuan itu. Sebelum jurus mengada tentang cara menawan tuhan
dibeberkan, tentukan dulu sikap kita terhadap diri sendiri, temukan,
siapakah diri kita. Baru kita memecah lagi malam dengan kata-kata,
‘bertukar tangkap dengan lepas’.



Maka Beatles sebagai penutup wajah flamboyan untuk menawan tuhan  saya yang perempuan layak didendangkan;



I give her all my love,

That’s all I do

And If you saw my love

You’d love her too

And I love her



She gives me everything

And tenderly;

The kiss my lover brings

She brings to me

I love her



I love like ours could never die

As long as I have you near me…

 

(widhy |sinau)

 

Tuesday, 21 February 2006

kopi tragedi | tambahkan kata-kata, aduk hingga rata.

Rating:★★★★
Category:Other

Sore selepas kuliah, seperti biasa kami kumpul di kost, bicara-bicara yang tidak perlu. Memandang senja kemerahan, sambil menikmati batagor Gendut, kopi dan bajigur, lumayan untuk menghilangkan kepenatan, karena kuliah nonstop dari jam pertama sampai jam ngantuk. Seorang diantara kawan saya yang biasanya getol ngobrol berhalangan hadir, kebanjiran, katanya. Jadi sore ini kami membahas masalah banjir, yang membuat heboh banyak kalangan. Saya berpikir masalah lingkungan hidup tidaklah terlalu rumit. Yaitu bagaimana caranya lingkungan tetap lestari dengan adanya campur tangan manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam sesuai dengan kebutuhannya. Sayangnya kebanyakan dari kita menyukai falsafah ‘greed is good’ sehingga tak heran jika ada pemegang HPH yang memiliki tanah se-ha ha ha dan masih belum puas. Saya tidak ingin membahas nasalah banjir lebih jauh, cuma ingin mengutip kata-kata yang terngiang di telinga saya.

Kata penceramah di masjid di Jakarta sudah banyak maksiat, jadi Tuhan mengirimkan banjir. Kata ustadz lagi, manusia sudah terlalu banyak berbuat kemubadziran jadi alam marah karena tidak lagi seimbang. Kata pejabat, banjir datang disebabkan orang serampangan dan terlalu banyak menempati bantaran kali. Kata orang pinggir kali, banjir terjadi karena muara di utara ditutup oleh perumahan mewah, dan rawa-rawa dijadikan lapangan golf. Kata aktivis lingkungan hidup, banjir disebabkan karena pembangunan di das bopunjur. Kata pemilik villa, banjir tidak mungkin disebabkan oleh mereka. Kata pak menteri banjir disebabkan oleh perubahan iklim global yang disebabkan ulah manusia ratusan juta tahun yang lalu, katanya juga, banjir disebabkan oleh efek rumah kaca dari negara industri maju. Kata ilmuwan banjir disebabkan karena hal-hal yang sangat kompleks, multidimensi, dan satu dengan lainnya saling terkait, bergantungan, dan kusut seperti benang kusut, sehingga penanganannya pun tidak dapat dilakukan secara parsial, kita harus melihatnya dari kacamata makro dan mikro. Kata budayawan banjir disebabkan karena mentalitas masyarakat belum siap menghadapi modernisasi sehingga gaya hidup mereka yang masih norak tidak dapat mengimbangi lajunya pembangunan kota besar. Kata dokter masyarakat kita belum terbiasa hidup bersih dan sehat. Kata guru masalah lingkungan dan kesehatan merupakan tanggungjawab bersama sekolah, ortu dan masyarakat. Kata nenek banjir sudah ada sejak zaman Belanda. Kata pemda banjir disebabkan karena oknum pengembang yang tidak mengikuti RUTR. Kata pengembang mengapa mereka tidak menindak tegas oknum yang menyeleweng, cuma mengambil uang suapnya saja. Kata wakil FPPP, kolusi antara aparat pemda dan pengembang adalah masalah utama. Golkar seperti biasa sudah siap dengan siaran pers, dan mengatakan kepada wartawan siap membantu rakyat jika rakyat tertimpa musibah, kami siap mengirimkan supermi. Kata FPDI masalah tata ruang, amdal, semuanya harus ditegakkan. Kata gubernur masalah banjir akan diselesaikan secara bertahap. Kata gubernur berikutnya ia punya kebijakan baru mengenai masalah banjir. Kata pengamat masalah banjir dapat diselesaikan kalau pemerintah mempunyai komitmen dan kemauan politik. Kata DPR mereka akan memantau sejauh mana banjir akan merugikan wong cilik. Kata mahasiswa kita demo saja!!! Kata ABRI banjir sudah dapat menimbulkan keresahan di masyarakat dan dapat merongrong wibawa pemerintah, indikasinya sudah jelas, ada pihak-pihak, individu dan golongan tertentu yang mempergunakan momentum banjir untuk kepentingannya sendiri, dan membuat opini di masyarakat bahwa pemerintah telah gagal menangani banjir. Inikan subversib dan harus ditindak tegas, lha yaw. Bagi wartawan banjir adalah headline. Teman saya berkata banjir adalah hal biasa, yang luar biasa adalah jika tidak banjir. Kawan yang satu lagi berkata, emang gout pikirin, mendingan pikirin P.I (penulisan ilmiah) lau, yang gak kelar. Kata Mandra au ah blebeb…

Saya terbangun ketika banjir merayapi tempat tidur tingkat saya. Sh!? Whadda Nightmare! rutuk saya, kawan diskusi hilang disergap banjir. Kata adik, kita dapat kiriman dari Bogor. Saya hanya bengong jelek, kesal, dan sejuta perasaan yang tidak bisa diungkap disini, pikiran saya melayang pada tembang Iwan Fals, …lestarikan alam hanya celoteh belaka, lestarikan alam mengapa tidak dari dulu…oh mengapa.

Kata mama ayat suci mengatakan, “…segala kerusakan yang ada di bumi karena tangan manusia…”

Widhy Jogers
Koran Jogers 1996

Kata-kata bisa terus muda, pada bagian waktu mana saya sekarang hidup? Kemudaan kata-kata seakan tak memiliki umur disebabkan oleh realitas dunia yang juga tidak berubah, bahkan bertambah muda lagi wujud kata-kata karena dengan bertambahnya umur dunia, kata-kata menjadi asal-usul kata. Siapa lagi yang akan percaya pada kuasa kata-kata? Seorang kawan berucap, saya sejarah. Imajinasinya adalah sejarah.

Sebagai pelaku, saya, yang lengkap dengan pengalaman bathin dan pengalaman lampau yang tiba-tiba muncul menjadi kesadaran yang menguap dari bawah sadar. Pengalaman puitik yang belum sepenuhnya dialami oleh saya adalah pengalaman tentang masa depan yang belum saya raih tapi sudah saya rasakan. Pengalaman yang sudah diterbitkan dari mimpi-mimpi masa muda saya. Jika hidup dalam sebuah pengalaman masa muda terus menerus adalah gejala regresi, bagaimana jika masa depan sudah terlihat dari mimpi-mimpi dan kata-kata masa muda yang belum juga bertambah tua, sedangkan raga sudah layu, rambut panjang memutih, gigi mulai tanggal dan rol film sudah setengah terputar. Saya belum bisa beranjak dari bangku tontonan, sedangkan kacang kulit sudah habis dimakan, tinggal tersisa kulitnya.

Sejarah, demikian kita menyebutnya, bagi saya adalah konstruksi mimpi dan rekonstruksi masa depan. Sejarah terbit lebih dulu. Sebelum membuat tiga jilid buku magnum opus Das Kapital, Karl Marx yang masih berpuisi ria, menulis surat kepada Jenny, yang menyatakan kebosanannya kepada kata-kata indah tak berguna dan penuh metafora. Disalah satu bait puisi Karl Marx, dia menyatakan keyakinannya tentang perubahan; ‘…kita harus dapat menstrukturkan masa depan di dalam imaginasi kita, sebelum kita membuatnya nyata didalam realita…’ buku Das Kapital penuh hasrat, mimpi, imajinasi juga metafora. Mungkin menjadi bacaan yang paling banyak dibaca umat manusia diluar kitab suci mereka.

Sebagai sebuah konstruksi mimpi, sejarah adalah sesuatu yang harus diusahakan terbangun, materialnya harus disiapkan. Sebagai sebuah rekonstruksi masa depan bagaimana sejarah dapat menjelaskan? Saya berspekulasi bahwa arkaik, sebuah asal adalah partikel yang hilang dalam sejarah sehingga kepingannya harus direkonstruksi-layaknya sebuah puzzle yang tercecer. Jadi material masa depan sudah ada di dalam sejarah, untuk itu masa depan perlu direkonstruksi. Masa depan juga bertambah muda seperti kata-kata.

Yang baru dari sebuah masa depan tidak dapat sepenuhnya dikatakan baru, karena semuanya memiliki riwayat, sebuah asal-usul. Yang baru yang bukan sepenuhnya baru tersebut juga merupakan sebuah pengulangan, artinya keberadaannya bisa jadi sudah pernah terjadi. Masa depan memenuhi unsur kebaruan dan pengulangan. Masa depan barang baru yang bukan baru sama sekali. Dulu, di dalam aktivitas alam bebas diajarkan menentukan titik azimuth yang akan selalu mendekati ketepatan ketika sudah ditentukan back azimuthnya. Mengapa, untuk mengetahui arah pulang. Menentukan arah masa depan secara otomatis memutar waktu ke arah sebaliknya. Kita menamakan masa depan sebagai sebuah kemajuan, karena masa depan harus lebih baik dibandingkan masa lalu. Bagaimana jika terjadi sebaliknya? Saya mengatakannya sebagai kopi tragedi.

Rilke menggambarkan tragedi sebagai kengerian seperti dalam bait puisinya; karena Keindahan itu tak lain/permulaan kengerian, yang masih mampu kita tahan/dan kita takjub padanya olehnya karena ia terang-terangan/meremehkan/untuk membinasakan kita| dalam Duino Elegies. Masa depan mana yang tidak mengharapkan keindahan? Kemajuan mana yang tidak mengharapkan keindahan? Bahkan ketika kita membicarakan masa lalu nyaris kita cuma ingin bersentuhan dengan keindahan. Keindahan dengan huruf besar bisa jadi dimaksudkan oleh Rilke sebagai Sang Pencipta, bisa jadi sebuah pengalaman metafisik, bisa jadi sebagai masa depan. Bukankah pada setiap hidup keindahan demikian berakhir pada kebinasaan. Binasa seperti apa yang menimbulkan kengerian di mata seorang Rilke? Binasa ketika kata-kata membunuh imajinasi. Sedangkan awal mulanya adalah imajinasi.

Kata-kata yang membunuh imajinasi seringkali membunuh masa depan, ketika masa depan menjadi bagian dari imajinasi. Dan setiap masa depan adalah apa yang akan dibayangkan akan terjadi, bayangan itu dibandingkan dengan kondisi kini atau lampau. Tanpa itu masa depan tidak pernah ada, masa depan tidak pernah ahistoris. Kopi tragedi merupakan pengulangan kegagalan masa lalu, binasa karena keindahan yang tidak bisa berdamai dengan keindahan lain. Inilah kengerian sesungguhnya.

Nietzhe di tahun 1872 sudah menggambarkan suasana Eropa yang kala itu dilimpahi kegairahan intelektual, yang menguatkan eksistensi mereka yang bersamaan dengannya kemunculan pesimisme terhadap masa depan, modal pengetahuan yang berbanding lurus dengan meningkatnya kesejahteraan secara umum di daratan Eropa. Kengerian akan keindahan (kemajuan intelektual) yang beriring dengan pesimisme ini dianggap sebagai kemerosotan, kemunduran. Keindahan apa yang membunuh keindahan lain di masa itu? Keindahan ilmu pengetahuan yang tidak bisa berdamai dengan keindahan spiritual, keindahan spritual yang tidak bisa berdamai dengan keindahan religiuitas penganutnya di sejarah masa lalu. Sekarang kopi tragedi kembali membinasakan keindahan, ketika ‘maksud baik dan maksud baik tak bisa bertemu’. Kebinasaan, kengerian, kepahitan diusahakan dicangkokkan dari pengalaman masa lalu kepada masa depan. Rasa pesismis juga diekspor dari negeri yang justru berkelimpahan kepada negeri yang serba kekurangan, paradoks ini seolah mentertawakan obrolan di kedai…ketidaktahuan merupakan sebuah anugerah, ketidaktahuan adalah menyelamatkan…’ sebuah rasa pesimis dan pernyataan kebosanan akan pencarian tahu, yang pada dasarnya adalah pengetahuan tentang masa lalu dan masa depan, untuk dikonstruksi dan direkonstruksi. Untuk apa rasa pesimis dicangkok dan diekspor? Untuk apa lagi jika bukan untuk menghancurkan keindahan lain? Bukankah rasa pesimis sama dengan kengerian, dan kehancuran tidak pernah ada di belakang ketika kita bicara saat sekarang.

Pesimis, keserbahitaman sebuah keindahan yang dikatakan hitam oleh pihak lain merupakan alat tragedi paling mujarab. Siapa yang mau meminum pahitnya kopi tragedi? Mungkin Sokrates ketika ia masih hidup, ketika ia menolak memalsukan ilmu dan kepandaian untuk maksud-maksud curang dan nista, bukankah itu terlihat sekarang. Keindahan kata-kata Sokrates dilawan dengan keindahan kata-kata lawan politiknya. Sokrates menang cuma karena logika. Musuhnya menghukum mati dia karena berkuasa. Sokrates dan logikanya tidak memberikan standar ganda pada logika, pada lawan bicaranya. Kopi tragedi dilangsungkan perhidangannya, sejarah berulang dan masa depan hampir pasti mengunyah hidangan, Sokrates mati kembali. Selama kopi tragedi bukanlah kemustahilan dan tragedi sebelumnya ada, maka modus yang demikian bisa jadi, hampir pasti jadi terjadi kembali.

Modus yang dimaksud disebutkan oleh Jean Baudrillard sebagai politik pengalihan. Dimana terdapat agen-agen yang melakukan tugas untuk memberikan informasi yang salah, tersasar, dengan penciptaan suatu citra yang tidak ada, palsu, epidemik. Untuk apa semua ini dilakukan, untuk menutupi kelemahan, dan membuat persoalan sesungguhnya kabur, seolah-olah rahasia dan sukar untuk diungkapkan atau dijelaskan. Semuanya dilakukan dengan tujuan untuk membuat sesuatu tidak menempati tempat sebagaimana mestinya. Keindahan yang tidak bisa berdamai dengan keindahan lainnya. Modus inilah yang berulang, bukan saja di Eropa namun juga di semua negara yang memiliki ketakutan yang sama. Di semua rezim yang memiliki ketakutan sejarah dapat merekonstruksikan dirinya untuk kepentingan masa depan. Lantas diciptakanlah citra keindahan lain adalah muskil, palsu, menimbulkan kemerosotan. Rasa ketakutan, pesimis, ironi inilah yang dicitrakan akan terasa bila menghirup kopi tragedi, paradoksnya kopi tragedi ini diciptakan lebih dulu supaya kelemahan sendiri tertutup. Baudrillard kemudian memberikan sebutan terhadap kejahatan seperti ini sebagai kejahatan yang sempurna, karena dapat mengenyahkan setiap kepastian tentang fakta-fakta dan bukti-bukti, dapat mengacaukan sejarah seperti halnya mengacaukan masa depan secara otomatis.

Sedemikian mengerikankah sebuah kemerosotan masa depan, seperti halnya sebuah syair manis dari Cake, …to me coming from you…friend is a four a letter word …and is this only part of the world that I heard coming more bit of absurd…
Tidakkah penting jika itu cinta atau benci (love or hate) , karena kepastian semacam inilah sebuah keindahan yang mungkin masih masuk akal.

Sepuluh tahun kemudian, berdamai dengan banjir, duduk memangku lutut, termenung dan (masih) bingung. Di kedai, tengah malam kedatangan tamu, masuk dari jalan, kemudian surut menjelang subuh.

[widhy sinau|2006]


Monday, 13 February 2006

Obrolan Warung Kopi

 




…sambil minum kopi
ngobrol sana-sini, sambil ngaduk-ngaduk kopi eh jangan bawa ke hati,
(entar sakit)…ngobrol di warung kopi, nyentil sana dan sini, sekedar
suara rakyat kecil bukannya mau usil…

(lagu pembuka siaran Warkop DKI di radio Prambors)






Awalnya sepi.

Adam dikenalkan Hawa yang terbuat dari rusuk kirinya.



Hawa demikian orang Indonesia memanggilnya adalah bumi. Semua dewa yang
disebut oleh agama langit dan agama bumi merujuk pada Hawa, sang
perempuan, sang bumi, motherland. Dimanakah Adam?



Adam adalah petualang yang suka merusak keindahan bumi. Hidupnya
menumpang, berpindah, narsis, urakan, posesif, namun tetap merindukan
rahim Hawa. Rahim tempat jeda jiwa avonturir sang Adam yang selalu
membuat ‘peta’ kekuasaaan-awalnya cuma ada satu Hawa, satu Bumi dan
dari sini sejarahpun bermula.



Sejarah yang kebanyakan ditulis oleh Adam untuk mendokumentasikan
petualangannya, mencari Hawa, menjelajahi tubuhnya dan menandai
daerah-daerah dengan kencingnya, agar Adam lain ‘mengakui’ bahwa dialah
yang berhak atas kepingan tubuh Hawa di bentang alam sebelah sini.
Orang menyebutnya geografi. Ilmu tentang gambar letak tubuh Hawa.



Sejarah geografi adalah cerita tentang bagaimana sang Adam memetakan
tubuh Hawa sehingga terasa benar adanya. Christoper Columbus salah
mengira ketika ia merasa telah sampai di India dan kepulauan Hindia,
padahal ia sampai di Karibia. Di Indonesia kita belajar sampai sekarang
bahwa ia penemu benua Amerika (lihat cerita kepahlawanannya di
SpaceToon). Di tanah Amerika hidup bangsa Indian (sebutan yang salah
karena asumsi yang salah) yang berawal dari Alaska, menjelajahi daratan
luas Amerika Utara, bangsa Eskimo (Indian Alaska) memiliki nenek moyang
dari Cina Utara yang berbatasan dengan negara Rusia (d/h Republik
Soviet). Menurut Darwin cara bertahan hiduplah yang membuat sebuah
kebudayaan berbeda satu dengan lainnya. Maka, ada bangsa Indian gurun,
Indian savana, Indian salju Alaska, dan Indian Rocky Mountain.



Adam terus menjelajah, menandai tempat-tempat dengan kencingnya.



Thomas Cook menyatakan menemukan Australia yang telah dihuni oleh
bangsa Aborigin dan Maori (di Indonesia orang Papua), salah satu suku
bangsa di wilayah Pasifik. Dalam catatan perjalanan bersejarahnya ia
mengungkapkan bagaimana ia ditolong oleh orang Maori ketika awak
kapalnya menderita penyakit aneh. Sehingga mereka memakan buah masam
mirip mangga yang disuguhkan dalam pesta oleh masyarakat tempatan. Buah
itu akhirnya disebut tuan Cook sebagai sourkraft. Ketua suku Maori
mempertanyakan maksud kedatangan tuan Cook, untuk keperluan perang atau
damai. Tuan Cook menjawab dengan santun seperti layaknya bangsawan dari
negeri beradab, untuk damai. Pesta diadakan untuk menyambut tamu yang
datang, awak kapal sembuh, tuan Cook diberikan ‘peta’, arah menuju
Australia.



Pada penjelajahan ketiga, tuan Cook mati (di Hawaii) dalam perang,
rekan Cook menyebutnya sebagai ‘perselisihan’, ketika ingin menandai
jazirah Pacifik sebagai wilayahnya, di buku sejarah namanya tetap harum
sebagai penemu benua Australia.



Hawa terus menderita seiring dengan jiwa avonturir Adam, dalam
statistik peperangan, korban paling banyak bukanlah prajurit Adam yang
gagah perkasa, tapi ibu, Hawa, dan keturunan mereka yang belum tahu
apa-apa. Adam memang memiliki hasrat luar biasa untuk menaklukkan Hawa.
Berbagai kebudayaan runtuh karena peperangan dan ambisi Adam. Sejarah
mencatat penaklukan atas tubuh Hawalah satu-satunya motif yang paling
masuk akal. Motif lainnya cuma kosmetika. Benturan peradabanpun
lipstick belaka, bau kencing di atas tanah yang kaya adalah sejarah
yang harus tertulis dengan tinta emas.



Mengapa
bumi ada. Karena Adam kesepian. Dalam cerita Ramayana, Rama bahkan
mencurigai Sinta telah berselingkuh, Sapardi Joko Damono
menggambarkannya dengan bentakan Rama,…kau sudah tidak perawan lagi.




Kerja paling keras Adam adalah memerawani tubuh Hawa, mengobok-obok
bumi. Kegagalan sebuah peradaban untuk bertahan adalah nafsu besar kaum
Adam dalam membuat monumen sejarah dengan cara apapun sampai lupa, bumi
juga punya logika kuasa. Dalam bahasa sekarang, peradaban hilang
disebabkan oleh ketidakmampuan melanjutkan hidup yang berkelanjutan
atas dasar sumberdaya alam yang dimiliki. Disinilah bermula sejarah
kolonialisme. Sejarah geografi sudah dimulai jauh sebelumnya,
pembentukan imperium tanpa logika ekonomi sudah ada lebih dulu. Logika
ekonomi terbentuk ketika peradaban sudah mengenal barang dan jasa
sebagai komoditas. Kesepian Adam bertambah dengan logika ekonomi dan
logika wilayah. Lengkap sudah penderitaannya Hawa, Tahta, dan Harta.



Awalnya di Ethiopia, kambing-kambing jadi gemar kawin setelah makan biji-bijian yang kemudian disebut kopi.



Dalam pelajaran ekonomi di SMP dikenal beberapa cara untuk membuat
kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan perdagangan. Salah satunya
adalah kuota, yang mensyaratkan jumlah tertentu dalam barter komoditas
antar negara agar tercapai harga seimbang pada suatu waktu tertentu.
Bagaimana jika komoditas itu berlebih? Ingatan saya terbentur pada
catatan tentang kopi di Brazilia yang dilarung ke lautan Atlantik untuk
mempertahankan harga di titik keseimbangan. Di Inggris krisis kopi
setelah perang dunia kedua (1945-1960) dicatat sebagai awal kebijakan
pemerintah Inggris yang membatasi aturan kepemilikan kopi-kuota bagi
para pedagang. Komoditas lain dalam pelajaran sejarah kolonialisme di
Indonesia menyebutkan cengkeh, lada, tebu sebagai tanaman untuk
memenuhi kantong negara kolonial, bukan untuk mencukupi kebutuhan,
tanaman yang tumbuh di bumi begitu saja berubah jadi tanam paksa.
Biji-bijian pembangkit libido kambing jadi pembangkit libido manusia



(ssst—kalau
orang Arab terkenal suka kawin, dilarang saja minum kopi dan makan
daging kambing, ini tentu membuat rasa aman bagi komoditas unggulan
Indonesia: TKW, lagi-lagi Hawa)






Menurut Foucault relasi yang diciptakan berkaitan dengan petualangan
Adam menaklukan Bumi adalah realitas politik laki-laki (patriarki)
untuk melakukan rekonstruksi asal usulnya (geneologi). Realitas
tersebut harus diciptakan lewat sejarah. Untuk apa sejarah? Untuk
menciptakan asal usul. Untuk menciptakan otentisitas, yang merupakan
jebakan awal Adam ketika ia masuk ke dalam dunia akal,
normatif-positif: ciptaannya. Dunianya dulu adalah intuisi, afeksi,
etis, dekat dengan rahim Hawa. Cinta Adam ke Hawa harus otentik, harus
bisa dibuktikan, tuan Colombus dan tuan Cook mati-matian mencari hal
itu, juga para petualang lain dan calon petualang. Orisinilitas tetap
pada Hawa; keindahan bumi, dimana tanaman dan mahluk lain tumbuh
diatasnya. Yang ada ketika Tuhan mengatakan: kun-jadilah. Dan bertebarlah di atas BumiKu, kenalilah perbedaan diantaramu agar kau lebih mengenal Aku.



Asal
usul dicari untuk mengenal sejarah, sejarah Tuhan, sepertinya. Di kedai
sepi, tepat jam 1/2 satu malam, mendengar lagu Koes Plus, sejarah
penolakan lagu ngak-ngik-ngok di tahun 1965 tebersit. Kopi campur susu
hampir tandas. Kopi juga pernah dilarang karena datang dari sebuah
peradaban lain, itu kata sejarah juga. Koes Plus pengekor Amerika dan
budaya Barat, juga dilarang karena cengeng (sehingga menghilangkan
semangat revolusi-agresi) oleh presiden penggemar kaum Hawa.




Hawa dieksploitasi, peradaban ternyata bubar. Bangsa Sumeria, Maya,
Aztek jauh sebelum Spanyol dan Portugis datang telah sampai pada puncak
kejayaannya. Kemudian jatuh karena bumi disakiti, sekarang terbukti
dari artefak bahwa bangsa-bangsa tersebut kekurangan pangan karena
salah urus pertanian, bumi dirusak. Spanyol dan Portugis datang;
laki-laki dibantai, perempuan dikawin sehingga cuma ada keturunan:
keturunan penjajah, lahirlah para mestizo-campuran. Beberapa abad
kemudian mestizo ini mencari sejarah, mencari orisinalitas, sejarah
otentik tidak dibutuhkan lagi: mereka mencari rahim dimana mereka
dilahirkan, mencari Hawa-menghapus bau kencing penjajah. Di semua
belahan dunia, bekas negara jajahan melakukan hal yang sama. Entah di
Indonesia.



Bagaimana dengan sang petualang? Ia terus menciptakan sejarah baru,
otentisitas. Tubuh Hawa terus dijamah, kuasa baru diciptakan dengan
hasrat lama yang terus dirawat, diturunkan antar generasi. Diciptakan
relasi kuasa baru sesuai dengan semangat jaman. Salah satu anaknya
bernama:



Pornografi.



Isu sensitif, karena memperlihatkan daerah-daerah sensitif. Secara
etimologis pornografi adalah sebuah produksi material: audio, visual
dan audiovisual, yang terpapar secara eksplisit yang bertujuan dan atau
menyebabkan terbangunnya keinginan/nafsu seksual. Dalam dunia sejarah
Adam, Hawa jadi korban dua kali, pertama objek paparan seksual dengan
dikuasainya tubuh. Dan kedua, korban yang diam karena tidak memiliki
(terkuasai) kontrol untuk menyatakan protesnya. Apakah perempuan suka
melihat laki-laki telanjang, menurut penelitian, ya! Bahkan setelah
senggama banyak perempuan yang suka melihat penis laki-laki. Wadda Thing!
Apakah laki-laki suka melihat perempuan telanjang, Playboy membuktikan
itu; dalam beberapa tahun Playboy memiliki tiras sebagai majalah
terlaris di Amerika Serikat. Pembelinya sebagian besar laki-laki,
kasihan, ingin menguasai Hawa bahkan sampai pada gambar imajinasinya.
Picasso kabarnya bersetubuh dengan lukisan telanjang perempuan karya
Modligliani yang kebanyakan diinspirasi dari istrinya. Padahal sebagai
seorang Marxist ia mengharamkan komoditas tubuh sebagai komoditas
seksual. Picasso menjadikan komoditas seksual sebagai domain privat
dibandingkan domain publik, bukan cuma pada tubuh namun juga pada
gambar tubuh. Picasso mungkin taat karena dia Marxist, dan ruang
hidupnya dikuasai oleh penguasa yang memiliki pandangan yang sama.



Sebelumnya sejarah Picasso berbeda, ia prihatin terhadap kaum papa di
sepanjang Spanyol dan Prancis, gambarnya realis namun muram. Pada masa
awalnya juga Picasso melihat Afrika sebuah daerah jajahan sebagai
sebuah tempat eksotis, entah apa yang terbetik, gaya kubisme yang
diusungnya berhubungan erat dengan patung, typografi Afrika, tanah
jajahan (bangsa Eropa). Setelah masuk partai komunis Prancis (1944) ia
anti-Amerika, dan pelarangan atas komodifikasi atas tubuh menjadi
ideologinya. Pelukis perempuan telanjangpun ketika ‘otoritas’
berkuasa memiliki pandangan berbeda jadi pengikut ‘otoritas’. Ada yang
disebabkan takluk dan takut, ada yang disebabkan percaya dan yakin.
Namun hal yang paling absolut dalam keabadian adalah: perubahan itu
sendiri. Apakah pornografi termasuk penjajahan atas tubuh? Atau
pembebasan? Atau keduanya karena semua hal terus berubah? Juga terhadap
tubuh.



Diktum
dasar kekuasaan adalah penguasaan atas tubuh. Adam melakukan itu selama
berabad. Dalam kuasa Adam libido adalah utama, sehingga penyembuhan
atas kesakitan pengekangan adalah pembebasan atas tubuh sendiri, karena
yang lain ternyata tak tertaklukan.




Mengapa penjajahan atas tubuh bumi terus berlangsung. Karena setiap
generasi mempelajarinya. Darimana, sejarah. Sejarah yang berusaha
meniadakan yang lain. Seperti kisah petualang. Sia-sia membuat satu
macam sejarah, karena tetap akan ada ‘yang lain’. Kontestasi ini akan
berulang dalam modus yang sama, instrumen berbeda. Sejarah pula yang
akan mencatatkannya. Asal-usul dalam kontestasi ini diperlukan untuk
mengentalkan identitas, bahwa aku ada, kau ada, kita berasal dari rahim
yang sama, menumpang di tubuh Hawa yang sama, kenapa harus perang?



Doc- Perjalanan kita adalah sejarah balas dendam.

Wyatt-Tapi untuk apa?

Doc-Untuk terlahir kembali.



(percakapan Wyatt Earp dengan Doc Holiday dalam filmTombstone)



Ssssst:

Sejarah dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Arab syajarah: artinya akar.

Sejarah bahasa Inggrisnya his-story (not her).



Doc
Holiday meminum whiskey seperti meminum air putih (saingan Djenar Maesa
Ayu), setelah TBCnya parah Doc Holiday minum kopi dan whiskey sampai
ajalnya, sedangkan Wyatt Earp adalah penakluk dan pejantan, tak pernah
sekalipun tertembak, juga pendongeng tentang wilayah Barat yang
ganas. (Wild West-who’s the wildest anyway?) yang ulung, mungkin
seperti cerita Kho Ping Ho.




Bangsa
Indian dan orang taklukan lain kini tinggal di daerah reservasi, baik
di Amerika maupun di Australia, kebijakan ini mirip dengan tumbuhan
yang dikonservasi, walaupun tujuannya berbeda. Tidak mengejutkan karena
Indian Amerika, Papua di sebagian Indonesia, Aborigin di Australia
bukan ‘musuh’ cuma karena tidak bertebaran-berdiaspora. Jiwa
penaklukan, penjelajahan yang menyebabkan sesama mereka menjadi
‘musuh’, perang besar bisa saja disebut konflik, atau perselisihan
kecil, tergantung siapa yang mencatat.



Dalam agama samawi ‘ terlahir kembali’ cuma lewat jalan: memaafkan.

Sederhana ya. Iya, gak ada yang rumit!



Ahli
matematika membuktikan titik origin (asal) adalah pertemuan,
persinggungan (intersection) dari berbagai sumbu, dalam sistem
koordinat. Dalam bahasa manusia perjumpaan adalah: nol. Maaf adalah
memulai dari awal. Sehingga bahasa benturan cuma layak dialamatkan pada
seorang petualang paranoid megalomaniak yang ingin kencing dimana-mana
sambil meniadakan yang lain.—dulu ditembok sekolah ada
pengumuman—dilarang kencing, kecuali anjing.




Dan cerita kopipun berlayar sampai ke metafora dan wilayah lain. Adam
masih Adam yang dulu. Pengembara kesepian, yang iseng sendiri. Masih
suka berseteru dan mencari musuh. Lempar dadu, waktu lalu
berlalu…sambil berseru Hawa, Hawa where are thou…sambil
terus menerus merusak tubuhnya, meracuni pikirannya…dengan imajinasi
tentang Hawa, bumi, dan tempat bernama rahim yang artinya kasih sayang.
Adam menaruh benih disana, cuma untuk melanggengkan riwayat, atau
sejarah: tentang asal usulnya. Hawa merawatnya cuma dengan satu kata:
maaf.



(widhy sinau)










Sunday, 12 February 2006

movie maniac

Start:     Feb 25, '06 8:00p
End:     Feb 26, '06 12:30a
Location:     jl. bekasi timur 1, #32 jakarta timur
nonton film tentang pengorbanan dan cinta-pilih film yang ingin di tonton:
#1 house of sand and fog
#2 modligliani

One Flew Over The Cuckoo Nest

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
| sebuah resume diskusi


Dalam sebuah rumah sakit jiwa, adakah sebuah kebebasan? Sementara bagi sebagian orang ‘kegilaan’ dianggap sebagai kebebasan?

Bagi penjahat perang seperti penjahat perang dunia ke-2, para algojo NAZI kegilaaan menjadi sebuah kebebasan, dimana mereka terhindar dari tanggung jawab atas perbuatan mereka. Alibi gila menjadi penyelamat dari sebuah kematian. Sementara mitologi bangsa Indian di Amerika Serikat percaya justru kematian adalah kebebasan-keabadian.

Akira Kurosawa pernah bertutur dalam sebuah masyarakat gila, maka ‘tidak gila’ merupakan sebuah kegilaan tersendiri. Cerita yang sama diungkap Ronggorwarsito, di jaman edan, tidak edan adalah keedanan.

Film ini bertutur tentang seorang penjahat jalanan bernama RP Mc Murphy (Jack Nicholson), yang memiliki karakter agresif dan pernah terkena tuduhan penyerangan dengan kekerasan tujuh kali termasuk pemerkosaan anak dibawah umur. Segala tuduhan kriminal ini menyebabkan Mc Murphy menghadapi dakwaan dan tuntutan hukum.

Mc Murphy memilih untuk pura-pura gila dan masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Skenario di kepalanya adalah sebuah desain pelarian dari RSJ tersebut. Skenario penghindaran hukum ini berjalan mulus sampai ia memasuki sebuah ruang sosial dimana terdapat suster Ratched yang mewakili sebuah otoritas yang harus diikuti. Suster Ratched yang mewakili pengetahuan, tertib social, disiplin dan hukuman dibantu oleh penjaga lain seperti Washington mengelola ruang sosial tersebut, lebih dari itu bertanggung jawab atas penyembuhan pasien, termasuk kesembuhan Mc Murphy.

Sementara itu Mc Murphy pasien yang pura-pura gila melihat perlakuan, perawatan yang dilakukan oleh suster Ratched tidak sepenuhnya dapat menyelamatkan pasien dari kegilaannya, menjadi gila sekalipun bagi seorang Mc Murphy tetap memiliki keinginan, kebutuhan, kehendak untuk melakukan sesuatu yang jika hal tersebut tidak membahayakan orang lain maka harus dibebaskan.

Adegan selanjutnya adalah cerita tentang perlawanan yang dibangun Mc Murphy kepada suster Ratched. Keliaran versus disiplin dan tertib sosial. Mc Murphy dengan keliarannya membangun perlawanan yang disengaja atau tidak telah mengganggu konsep perawatan yang ada di dalam RSJ. Dan setiap perlawanan mendapat bantahan dari otoritas untuk melanggengkan konsep tertib social, termasuk ketika Mc Murphy dinyatakan sebagai menjadi ‘orang yang berbahaya’ dibandingkan menjadi ‘orang gila’. Berbahaya karena agresifitasnya dapat membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.

Keliaran seorang Mc Murphy pada akhirnya menggoncang kemapanan aturan, baik disiplin sebuah institusi (kelembagaan) RSJ, maupun disiplin ilmu pengetahuan tentang kesehatan jiwa. Terapi yang dilakukan dalam kelompok oleh suster Ratched secara tidak sadar berhasil dimodifikasi oleh Mc Murphy. Sementara itu, sebagai sebuah otoritas suster Ratched tidak bisa merima kenyataan, bahwa dirinya terbantu dengan kehadiran Mc Murphy.

Seorang Mc Murphy yang ingin melarikan diri dari sebuah sistem yaitu hukuman, masuk ke sistem lain yaitu institusi rumah sakit jiwa, di dalam sistem baru ini, ia merasa tergugah untuk ikut menentukan sikap, yaitu saat melihat kenyataan bahwa hukuman (punishment) lebih dinomorsatukan di dalam sebuah penyelewengan (keinginan?), bahkan penyelewengan yang dilakukan seorang gila sekalipun, misalnya bertaruh dalam permainan kartu. Aturan yang dibuat terlihat bebas untuk diubah oleh kelompok (dengan diskusi kelompok) ternyata sama sekali tidak bisa, termasuk jam tidur, waktu nonton tv, waktu olagh raga, waktu istirahat, pilihan saluran tv kabel, aturan dalam diskusi, begitu banyak aturan yang terlihat merupakan konvensi bersama (dalam film digambarkan beberapa orang yang masuk ke dalam RSJ didasarkan atas ‘kesukarelaan’) ternyata hanya sebuah pilihan yang dipilihkan otoritas.

Secara keseluruhan perjalanan Mc Murphy meraih kebebasan menemukan hal-hal menarik. Mc Murphy menjumpai seorang Billy yang gamang untuk melakukan suatu tindakan, kekakuan Tn. Harding dan kegagalannya dalam berkompromi, terutama dalam menghadapi konflik antara ia dengan istrinya, kemudian ada Chief seorang kepala suku Indian yang inferior terhadap kebesaran leluhurnya, Chadwick yang berkecenderungan tak terkendali dan mengalami regresi mental. Perjumpaannya dengan orang-orang tersebut membuat Mc Murphy mencoba mengajak ‘rekan senasibnya’ untuk ‘membebaskan diri’.

Kebebasan dalam diri Mc Murphy merupakan keharusan, secara pribadi ia telah menskenariokan kebebasannya dengan meminta Candy seorang pelacur untuk membantu pelariannya dari RSJ, namun tanggung jawab untuk berkolektifitas juga mengganggunya, sehingga dengan demonstratif ia seakan bertarung dengan suster Ratched, dimulai saat ia menentang otoritas suster Ratched dengan tantangan voting untuk mengubah aturan, menyalakan tv dan mencari channnel sepakbola (american football).

Disisi lain seorang suster Ratched juga memegang tanggung jawab untuk memelihara tertib social dan disiplin ilmunya. Suster Ratched yang dimainkan dengan baik oleh Louise Fletcher ini menjadi antagonis dalam sebuah keriangan orang gila, konvensi apa yang dia harapkan dari sekumpulan orang gila? Yang menurut Mc Murphy tidak ada yang gila, dan kawan-kawannya seharusnya memilih bebas berkeliaran di luar institusi RSJ. Disiplin ilmu mengharuskan Suster Ratched teguh pada keyakinan dirinya bahwa terapi yang ia lakukan adalah sebuah pengobatan terbaik.

Film ini banyak menggambarkan simbol-simbol komunikasi. Dimana ‘yang lain’ merupakan perbedaan yang perlu dikomunikasikan secara setara. Kegagalan terapi yang dilakukan bisa jadi merupakan sebuah kegagalan berkomunikasi.

Hal menarik adalah cerita tentang kepuraan-puraan sebagai sebuah eskapisme, memiliki resiko yang kadang terlupa diperhitungkan. Kepura-puraan tidak sanggup bertahan dimana terdapat pendisiplinan diri terhadap kelainan, kegilaan. Orang sudah cukup ‘gila’ untuk memilih hidup diantara ‘orang gila’. Cuma keteguhan, konsistensi seperti yang dilakukan Chief yang dapat menyelamatkan sebuah kepura-puraan, itupu jika ada sebuah kesadaran baru tentang kenyataan yang harus dihadapi bukan dihindari. Banyak yang ingin disampaikan oleh film ini seperti pertanyaan susulan, semisal apakah eskapisme itu sebuah kebebasan, apakah kegilaan bersifat temporer, apakah kebebasan seseorang otomatis membatasi kebebasan orang lain.

Film ini cukup cerdas untuk memberikan opsi kepada penonton tentang sebuah ruang social yang disebut kewarasan, kemanusiaan, tanggungjawab dan arti kebebasan. Film yang dibuat tahun 1975 ini mendapatkan OSCAR di tahun 1975 untuk best picture, actor, actress, director, dan adaptasi screenplay.

Pemain | Jack Nicholson, Louis Fletcher
Screenplay | Lawrence Hauben, Bo Goldman
Director of Photography | Haskell Wexler
Music | Jack Nitzche
Produser | Saul Zaentz, Michael Douglas
Sutradara | Milos Forman

Kategori mengganggu, merangsang, lucu, penuh kejutan [the notulen | ws]

Saturday, 11 February 2006

Karena Kopi, Kalian Ada. Maafkan Aku, Bila Salah


Disini terlampau sunyi. Sepi. Ayah pergi, Ibu arisan. Dan, aku
sendirian di ruang tamu yang tak berkursi ini. Malam, siang, malam,
petang, siang, lalu semua berlalu. Semua berlalu tanpa ada perhitungan
waktu. Istilah malam, siang dan petang, adalh sebutan yang tak memiliki
arti. Bukan sebutan yang mengikat pada matahari. Sebab, semua sunyi.
Terlampau sunyi. Sunyi. Tak ada suara sedikit pun. Tidak ada sedikit
pun suara. Semua, seperti ayah yang pergi atau ibu yang arisan, dan aku
sendirian. Bila demikian,



cerita muasal kopi pun bermula.



Semua sejarah yang ditulis itu adalah salah. Aku berani mengatakan itu,
karena aku adalah sejarah. Mengenai penciptaan, pendapat para
manusia--mahluk yang mengisi planet ke-tiga galaksi Bimasakti, Bumi
namanya--beda pendapat. Ada yang mengatakan, bumi berawal dari big
bang, teori ledakan besar. Ada pula yang mengatakan bumi diciptakan
Tuhan. Ada Tuhan dibalik semua itu. Apa pun yang mereka, maksud aku,
manusia itu katakan, bisa dikatakan benar atau tidak. Itu, hanyalah
permasalahan: mereka mau berbicara bersama atau tidak. Bila mereka
berbicara bersama, aku yakin, pertanyaannya akan berubah. Bukan lagi,
bumi berasal dari mana. Tapi, mengapa bumi ada! Tapi,
yang terjadi, menurut aku, tidak seperti itu. Manusia-manusia itu tidak
akan pernah berbicara bersama. Mereka selalu bertindak sendiri-sendiri,
membangun kekuatan sendiri, hingga tanpa mereka sadari, akhirnya perang
terjadi.

Sebenarnya, aku ingin menjelaskan mengenai permasalahan utama itu.
Mengapa bumi ada. Tapi, aku yakin tak seorang pun bakal mendengar
penjelasanku ini. Sebab, terkadang Tuhan, maksudku, Sang Khalik, kadang
dipertanyakan keberadaan, kebenaran, bahkan kadang nama itu
diperjual-belikan di institusi pemutus kebenaran. Institusi yang aku
maksudkan dalam bahasa Inggris adalah 'court'. Terserah anda, mau
mengartikan hal itu sebagai apa. Mau mengikut kamus, terserah. Mau
tidak, pun terserah.

Cuma, pengenalan itu perlu aku sampaikan; sebab aku mengetahui plus memahami bahwa untuk menjelaskan permasalahan utama--mengapa bumi ada--aku
akan berhadapan dengan beragam hal, yang bakalan menjadi sandungan.
Mulai dari manusia pendukung Tuhan, atau yang tidak mendukung Tuhan,
atau segala macam manusia lainnya yang bisa memanfaatkan penjelasan aku
secara politis. Karena itu, aku menggunakan perisitilahan 'court'
sebagai pengantar bahwa aku akan menggunakan metafora untuk menjabarkan
mengapa manusia ada. Memang, semestinya aku tidak menganjurkan sesuatu
dalam hal ini. Tapi, apa pun itu, selayaknyalah aku mengingatkan anda,
yakni pembaca, untuk berhati-hati membaca risalah ini. Anjuran
'hati-hati' itu aku utarakan, karena sekarang ini lagi marak-maraknya
penolakan aksi pornografi, yang bagi aku, itu merupakan pertanda
sensitifitas manusia jaman sekarang, khususnya orang Indonesia.



Ruang tamu masih sunyi. Aku sendiri. Lalu, apa yang harus aku lakukan.
Beberapa kali aku mendengar sesuatu yang tidak dapat aku defenisikan.
Sesuatu itu berdesir, menghampiri telingaku untuk sejenak saja, lalu
pergi tanpa tinggalkan jejak. Dan, aku masih sunyi. Sepi.



Mengapa bumi ada.



Mulanya, kopi. Kalau aku tidak salah, ketika ayah pergi dan ibu arisan,
aku sendirian di rumah. Entah berapa waktu berlalu, aku cuma bisa
mondar-mandir, mulai dari ruang tamu, dapur, kamar mandi, ruang tidur,
halaman belakang, hingga ke atap. Tak ada siang atau malam. Memang,
penantian selalu membuat waktu terasa lama. Tapi, itulah yang terjadi.
Aku tidak berbohong. Karena itu, aku menciptakan kopi.



Kopi yang aku ciptakan memang belum sempurna. Kopi yang aku ciptakan
masih dalam bentuknya yang paling primitif. Khayalan. Ya, kopi yang
berbentuk bulat-bulat dan hitam. Kopi yang lebih dulu harus ditumbuk,
dihancurkan, hingga dapat dilebur dengan air panas. Dan, aku
membayangkan kopi itu adalah sejenis tanaman.



Ouw, alangkah indahnya.



Kopi yang aku ciptakan itu menuntut pengejawantahan. Dan, aku pun
memerlukan bumi. Bukankah tanaman hanya dapat tumbuh di atas tanah.
Tegasnya, tanaman membutuhkan media tumbuh, entah tanah, air atau
udara. Jadi, diperlukan bumi sebagai media tanam.



Ah, kenapa masalahnya menjadi ruwet begini. Bukankah aku hanya
memerlukan kopi saja. Bukan mau jadi pengusaha, lalu membuat pabrik
kopi, lalu 'listing' di pasar bursa, ekspansi kemana saja.



Kopi. Media tanam. Manusia.



Ini adalah putusan yang berat. Untuk perawatan, memang aku harus membutuhkan manusia.



Ahhh, maafkan aku. Terkadang pikiran membuat kita berhenti berpikir.
Sebab ada kehendak hati untuk berhenti. Dan, aku akan segera
menghentikan cerita ini.



Demikianlah. Para sufi pun menari bersama kopi. Begitulah,



cerita muasal kopi pun menuai konflik.



[Tulisan ini saya buat dan pertanggung-jawabkan semampu saya. Kalau
tidak memuaskan, maka itu bukanlah kesalahan saya; dan kalau pun itu
kesalahan saya, maka saya pertanggung-jawabkan. --David Tobing--]




Friday, 10 February 2006

poet corner#3


kebingungan akhirnya menghampiri...
bisakah keindahan dihancurkan

menghancurkan keindahan dengan keindahan

Kopi Sublim

Rating:★★★
Category:Other
Kawan Benny seorang ekstraordinary bercerita kalau Peter Gabriel dan Tony Banks pernah kerja bareng dengannya di sebuah toko keramik di bilangan Mesteer Jatinegara. Mereka pentolan Genesis, terutama Tony Banks sudah enggak asik lagi, malas kalau gue suruh, katanya sambil menghirup kopi jahe di kedai saat Home By The Sea dari player MP3 menghentak. Benny seorang ekstraordinary sanggup melihat aroma kopi yang menguap dari seduhannya yang masih panas, sambil menyedot rokok kretek 369-nya.

Saat yang sama Wawan, seorang visioner pernah mampir di kedai Malang. Ketika ada balapan (trek-trekan) di jalan Veteran, Wawan yang sedang menghirup kopi terkadang ‘hilang’ mengasap, dan ‘kembali’ mendarat sambil bercerita ia mendapat firasat. Bau darah. Tidak lama kemudian ada tabrakan antar motor di depan kedai, atau orang mabuk baku hantam, terkadang ketika ngopi dia bicara meracau tentang peristiwa masa lalu, sejarah Indonesia adalah sejarah darah katanya.

Di Inggris sekitar tahun 1600 ketika kopi mulai dikenalkan, kedai kopi penuh dengan para petualang. Di kedai kopi sekitar pelabuhan London mudah ditemukan para petualang bercengkarama, yang pada awalnya adalah para aristokrat yang intelek, mereka bicara peradaban, seks, puisi, dan perdagangan. Kopi yang belum jadi minuman umum akhirnya menjadi milik kaum buruh setelah revolusi industri.

Kaum merkantilis di Inggris bergabung di kedai kopi sambil membicarakan bagaimana agar harga kopi jadi murah, darimana asalnya, sambil menghitung-hitung keuntungan. Kedai kopi pertama ternama di Inggris bahkan menjadi perusahaan asuransi angkutan laut terbesar hingga kini, Lloyd Insurance Company. Beberapa kedai kopi menjadi tempat perdagangan valuta dan pasar uang, dan menjadi tempat paling murah bagi buruh untuk bercengkrama saat jam makan siang atau lepas kerja, terutama di musim dingin. Percakapan di kedai kopi jadi bahan referensi tidak habis oleh grup lawak Warung Kopi DKI (d/h Prambors) di Indonesia.

Di Prancis kedai kopi tempat bertemu para filsuf dan sastrawan, membicarakan sastra, berdebat tentang warna, sambil belajar bersama layaknya akademia. Sampai sekarang mereka bergantian menduduki kursi yang sama untuk ngobrol dan berdebat, sampai waktu mengingatkan mereka: dunia sudah penuh, perjalananmu sampai disini, kebaruan ada di anak muda. Anak muda yang melihat mereka mengangkat topi dari bangku di seberang. Ajari aku tentang dunia.

Dalam film Beautiful Mind saat coffee break digambarkan Nash diberikan penghargaan berupa pena milik ilmuwan pesohor yang menandakan penghormatan atas pemikiran yang telah dicapainya, andai kata-kata ajaib itu ditulis oleh penaku. Hal yang sama terjadi di kedai kopi di Paris, mereka bertukar salam, mengenalkan diri sejenak, seraya berkata, hari yang sangat indah, di tempat paling indah, bertemu denganmu, sejahtera dan damai mnyertaimu, kutunggu karyamu berikutnya. Orang Indonesia yang bermukim di Paris sejak peristiwa 1965 juga akrab dengan kedai kopi di Paris. Revolusi bisa bermula disini.

Di Perancis kaum Hugenot, Calvinist dan Protestan pernah dianggap pemberontak, dan kedai kopi di Prancis serentak ditutup saat itu. Kaum Calvinist dikejar sampai ke Inggris, dan sekitar pertengahan abad 17, kedai kopi dilarang di Inggris karena dianggap sebagai tempat para pemberontak kumpul.

Kisah kedai kopi di Aceh hampir sama, para lelaki memenuhi kedai kopi bicara apa saja, sambil menguping dan memperhatikan apakah ada cuak (mata-mata) di sekeliling mereka. Kedai kopi sepertinya tempat paling aman dan sekaligus pengantar ke sebuah pengertian tentang suku bangsa Aceh. Setelah tsunami, kedai kopi salah satu tempat yang segera dibangun tanpa bantuan donor dan pemerintah. Tetap dengan telinga waspada.

Kopi jadi pertaruhan, komoditi paling menggiurkan bagi kaum kolonial. Hasrat untuk mendapatkan harta dari ‘emas hitam’ ini menjadikan Jawa terkenal. Kopi juga yang menjadi latarbelakang perbudakan di Brazilia, budak hitam sehitam kopi, nasibnya tidak berharga dibandingkan kopi yang mereka tanam untuk kejayaan sang majikan. Di Chiapas-Meksiko di perbukitan perkebunan kopi, Sub Commandante Marcos saat ini menghisap cerutu, menyeruput kopi sambil terus-menerus menyuarakan komunikenya-kesejahteraan bagi penduduk pribumi, keadilan bagi petani.

Java Coffee menjadi semacam brand bagi kopi dari Indonesia. Jika naik ke Semeru lewat Lumajang, perkebunan kopi jadi pemandangan, mampirlah sebentar, menikmati kopi nomor satu di Jawa. Di daerah Raung pengunungan Ijen, kopi bisa dinikmati sambil melihat kecantikan pelayannya, dibebat kebaya Madura suguhan kopi jadi gelora. Naik ke punggung gunung bisa ketemu beruang yang mencari biji kopi muda, beruang acuh pada manusia saat melihat makanannya terjuntai.

Menikmati kopi, gorengan pisang, dan air panas, bisa diketemukan di daerah Sidempuan dan Sipirok. Pagi hari sebelum bekerja atau sore hari setelah seharian di kebun, pilihan berendam di air panas adalah surga. Ketika matahari mulai turun, hangatnya digeser dingin. Dipinggir kolam air panas ada seduhan kopi, dan gorengan pisang. Sambil membicarakan suasana kebun. Kolam dipenuhi laki-laki sampai azan magrib menjemput. Matahari hilang dibalik hutan. Kopi Sipirok (Mandailing) salah satu specialty Indonesian coffee selain kopi Bali, kopi Toraja, kopi Aceh, kopi Luwak Lampung, kopi Lumajang.

Erotika kopi Bali dengan dagang kopi cantiknya (dakocan) di Utara Bali, sama dengan kedai kopi Italy. Pada awalnya kedai kopi di Italy adalah tempat pertemuan hidung belang, kaum homoseksual, dan biasanya dimiliki langsung oleh mucikari. Perkembangan selanjutnya kedai kopi di Italy sebagai tempat para rentenir Yahudi berkumpul yang menginspirasikan pembentukan banco atau bank. Erotika kopi Bali dan gemulai pelayannya dagang kopi cantik entah menginspirasikan siapa.

Upacara kopi dihadirkan di kalangan Arab totok, disajikan dengan seni-begitu pepatah tetua mereka. Di Jakarta, Arab totok ini memasak kopi dengan rempah-rempah yang membuat seluruh badan terbakar. Sambil mendengar syair yang di New Orleans dikenal sebagai musik blues mereka mengobrol sambil berdendang, bergumam thoyib, thoyib, thoyib (bagus, bagus, bagus). Kopi sufi membakar tubuh untuk bermeditasi di gurun yang dingin sepi. Kopi jadi kawan untuk melangkah pelan, bicara pada keabadian, aromanya naik melewati malam, jadi hasrat bagi pedagang, sufi, lelaki kesepian, petani yang lelah bekerja, pemberontak di tengah hutan, geriliyawan kota, jadi bara membakar pikiran.

Di kedai kawan Beni menukar secangkir kopi dengan pisang dari kulkas. Bikinin kopi Rif! Entah bagaimana hubungannya kopi kabarnya dapat mencegah alzheimer (penyakit ketuaan dan lupa). Kawan Beni mulai mengingat Roling Stones, Genesis, Guns N Roses, uang recehan untuk bayar kopi, nama-nama orang pengunjung kedai, dan mengenalkan namanya: Benyamin.

what we got here, it’s failure to communicate
someone you just can’t reach, now here we are…
(civil war-GNR)

(widhy sinau |dari berbagai sumber)


alternative ending:
Lagu MP3 mulai berganti, kawan Beni menimpali, kemarin gw lihat Axl Rose nyebrang di Grogol dekat Trisakti. Sama elu Wid, jangan bohong luh! Habis kerja ya…Bukan sama David…Ngomong-ngomong nt gw kenalin ke Wawan ya biar nyambung…Wawan, gw kenal tuh, pernah kerja ngangkat kertas di percetakan…Nt kenal juga… Iya sekarang di Malang.