Wednesday, 6 December 2006
iseng: profil pengunjung versi penjaga
Hampir tiga tahun ini saya bekerja untuk kedai. Tentu saja sebagai pegawai. Saya ingat pada saat pertama kali saya ke kedai, waktu itu saya masih berstatus sebagi siswa SMA. Di sinau saya bertemu dengan banyak mahasiswa yang suka baca buku. Awal itulah yang membuat saya terjungkal pada belantara wacana pemikiran manusia tentang dunia. Pengaruh orang-orang dan para pendatang kedai inilah yang membuat saya belajar untuk mencintai buku. Dari pembeli akhirnya jadi penjual dan samapi saat ini pun begitu.
Interaksi yang terjadi pengunjung banyak memberi pengalamn yang unik pada diri saya, mulai dari peristiwa tragis sampai humoris. Mulai dari pembeli yang memborong buku banyak sampai kami disamperin maling. Bahkan sampai hal-hal yang bersifat subyektif seperti dapat sahabat baru, jaringan baru, dan mungkin pacar baru.
Para pembeli maupun yang hanya berkunjung saja ini dari berbagai kalangan. Mulai kalangan atas—yang mungkin nyasar, sampai kalangan nglesot—paling bawah, bahkan orang gila pun pernah. Mereka datang biasanya karena penasaran ini perpustakaan atau bukan dan tidak sedikit yang mengatakan sinau ini tempat yang unik walaupun begitu komentar kekurangannya lebih banyak, maklum pencitraan kedai sebagai toko buku kesannya memang kurang.
Setiap kedai buka ada saja anak SMA yang datang ke kedai—kebetulan tempatnya memang dekat SMA—setiap saya tanya kenapa mereka jam sembilan pagi sudah disini. Tentu saja memang mereka mbolos, kadang saya juga kurang nyaman dengan tindakan mereka juga. Tapi apa mau dikata mereka ke sinau juga baca buku dan kadang mereka membeli buku. Bukankah mereka disini juga belajar? Jangan kuatir saya tetap tegas ke mereka jika terlalu sering, kaitannya lebih pada nama baik Kedai Sinau.
Jika anda cangkruk pada sekitar jam tiga sore ke bawah di sinau. Anda akan dapat tontonan gratis model-model baju anak remaja khususnya cewek. Dengan tubuh bahenolnya mereka melintasi sinau dan tentu saja mengundang kejantanan kami untuk sesekali mensiuli. Jadi lokasi kedai memang berada tepat di jalur lalu lintas sebuah Mall yang berada di barat sinau. Sayangnya mereka tidak pernah masuk kedai, oh ya saya ingat salah satu dari mereka pernah masuk kedai untuk menanyakan: “Mas, jual pulsa?”
Kalo menurut data dan pengamatan saya yang datang kedai mayoritas tetap mahasiswa. Lebih spesifiknya mahasiswa yang senang baca buku serius. Bagaimana tidak la wong yang jaga sinau mukanya serius he..2.Anak-anak muda yang dengan seabreg wacananya kadang berdiskusi bareng dengan saya atau dengan teman-teman lain yang datang. Untuk acara puncaknya kami diskusi rutin setiap hari rabu malam alias malam kamis jam tujuh malam. Layaknya diskusi lain selalu berganti peserta tapi untungnya diskusi ini tetap bertahan. Ini juga berkat salah satu teman yang tetap konsisten datang membantu saya mengisi diskusi.
Masih soal diskusi tema-tema yang kami bahas biasanya soal-soal yang dekat dengan kami mulai harga krupuk sampai tatanan dunia dan sesekali nyrempet bahasan teologis—bisanya untuk humor saja. Kami ada satu teman yang selalu paling banyak ngomongnya di diskusi—ya karena dia yang jadi alasan teman-teman untuk datang. Namanya Santoso, dia keturunan Cina umur sekitar tiga puluh duaan yang punya istri jawa dan berprofesi sebagai hermes—maksudnya penterjemah. Dia kami juluki perpustakaan berjalan karena minatnya yang luas dan ingatannya yang cukup kuat. Kami sangat senang jika dia bercerita tentang suatu zaman atau uraiannya tentang teori pemikir tertentu dan yang lebih menarik jika dia mediskusikan teorinya sendiri. Banyak hal yang dia bicarakan bahkan otak saya saja tidak cukup menampungnya.
Kadang saya jadi detektif juga untuk para langganan yang selalu menyembunyikan identitasnya. Maklum lah siapa tahu dia intel sinau kan banyak jualan buku-buku kiri. Wajar saja kan kalo udah langganan menanyakan asal usulnya, kan ini lebih memperkuat hubungan kami dan menurut buku penjualan yang saya baca: urusan menjual sekarang bukan hanya urusan senyuman dan kerapian saja tapi juga urusan emosional. Strategi itu berhasil untuk langganan yang lain tapi tidak untuk orang satu ini. Walaupun begitu dia tetap beli buku di sinau dan setelah saya pikir asalkan dia tetap beli buku saya tidak peduli darimana asalnya meskipun dia malaikat. Hampir satu tahun dia menjadi langganan sampai pada hari apa gitu saya lupa, dompetnya tertinggal di kedai. Malam-malam dia telpon bahwa telah menerima musibah yaitu kehilangan dompet. Kontan saja saya ngomong bahwa dompetnya ada di saya, dia telpon sekitar jam sebelas malam pas saya lagi makan ketan di pasar. Langsung saja dia nyamperi saya padahal rumahnya sekita lima belas kilo dari temapt saya. Nah malam itu dia mulai buka buku bahwa dia baru mantan anggota DPRD Malang. Sekarang saya baru ngerti bahwa hidup di dunia poltik itu kurang nyaman, lha wong curiga terus ke orang.
Sebenarnya masih banyak yang ingin saya ceritakan tapi mungkin akan sangat membosankan karena saya bukan pencerita dan penulis yang baik. Kecuali ada sastrawan, ilmuwan, filosof, tukang klenik yang mau ngendon di kedai bisa menjadi pencerita yang baik dan saya terbuka untuk itu.
Aris | Sinau
Malang, 1 Desember 2006
PS: anak muda yang mengaku mahasiswa penggemar sastra dan gerakan sosial yang berdatangan ke sinau kebanyakan dari fakultas arsitektur, teknik sipil-mesin, dan filsafat stain, sisanya cangkrukan penggemar obrolan ngalor-ngidul dan kopi tanpa menyematkan gelar dan latar belakang pendidikan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment