di hari lain kemarau akan menyatakan
: bukan aku
cuma musim yang kadang singgah
diantara luang
diantara dua pertemuan
diantara kesempatan yang kau sebut waktu kering kolam
sedangkan bencana yang kerap menghantui
adalah ledakan keinginan yang tak tercerap akalmu
yang seindah sayap kupu-kupu
ketika kalut itu datang
kadang jadi api
seperti lelucon yang mentertawai nafsumu
kadang jadi air
seperti doa bagi yang sudah mati
di hari lain hujan akan bertanya
: di bumi mana aku akan lenyap
di tepi hutan yang menghitam
dan asap kelabu
aku tak pernah lagi singgah
mencium akarmu
mendatangi leluhurmu
sesuatu yang bukan waktu memisahkan perjumpaan kita
dengan masa kecil
dan masa depan anak-anak kita
sesuatu yang bukan laut larut bersama tubuhku
seperti luka
di hari lain hutan akan berkata
: sesungguhnya akulah wahyu
yang dipencarkan dan terserak dalam ingatanmu
disangkal dan terabaikan
di setiap gerak harapanmu
pada musim kemarau dan hujan
adalah lanskap airmata
yang mengeras
menjadi sekuntum karma
widhy | sinau
Ada pemaksaan tertentu yang dimasukkan penyair ke dalam puisi ini untuk mengejar isi. Kemarau, hujan dan hutan adalah kunci membuka persoalan yang hendak didedahkan penyair. Tapi, sayangnya tampilan bentuk yang cenderung terpaksa dan mungkin saja terburu-buru menjadikan puisi ini hilang pikatan. Sistem kontrol atas isi dengan bentuk belum mendapat sentuhan sinkronisasi yang tepat.
ReplyDeleteKekuatan puisi ini ada pada isi. Kemarau yang acap menjadi kambing hitam, hujan yang kesepian serta hutan yang terabaikan. Luka Hutan Hujan, judul yang tepat mengusung isi. (Lalu, dimanakah seharusnya bait kedua berada?)
Deif-Feil