Thursday, 27 December 2007

susah trah

ada kesepian yang demikian

: saat-saat dimana puisi di kepala gaib tiba-tiba

 

 

dimana-ada. kuasa. tidak satu. tidak seribu. tidak terbeda. diri-yang lain. menolak-menerima. mensyaratkan-membebaskannya. kata-kata terlanjur dimiliki. si-empu. memasuki. ruang-ruang. seperti kosong. dibiarkan sepi. seolah sesak. ruang-ruang tetap. si-empu berganti. bisa jadi berbarengan. datang-pergi. mungkin massal. banyak dan beragam. berjejeran. berbarisan. berkerumunan. di pinggiran dan di pusatan. lisan dan tulisan. kuasa-ada. dimana. penaklukan. pengasingan. atau sekadar kompromi. sadar-tidak. hadir. keumuman. pemakluman. pemberontakan? sebuah kemungkinan. dari dan dengan. makna digoyang. ada-kuasa-tidak-kuasa-ada. masa depan. massa di belakang. sekadar remah-remah. permainan ci luk ba. simbol. tahta. kata. mengalun. senjata. membunuh. hanya dengan tanya. kau siapa, bermain-main dengan kata?

 

selemparan dadu  jatuh perlahan. semua muram.

seperti dekat dengan kekalahan. semua canggung.

kehidupan tak terkejar. dalam permainan. tumpas.

lepas.                                       

    sebagian lancung                                        .

 

widhy | sinau

 

Tuesday, 25 December 2007

ANALISA 'DONGENG IDENTITAS-OTENTIK-SEJATI MULAI DARI KANDUNGAN IBU HINGGA KE PELUKAN BUMI' ATAS FENOMENA SURVEY POLITIK DI TANAH INDONESIA

Saya harus menjelaskan bahwa 'Dongeng Identitas-Otentik-Sejati Mulai Dari Kandungan Ibu Hingga Ke Pelukan Bumi' adalah golok analisa untuk melihat lebih detail apa sesungguhnya yang tengah dikerjakan oleh dua lembaga survey besar di Indonesia. Saya tak perlulah menyebut nama lembaga itu, cukuplah penanda 'dua lembaga survey besar di Indonesia' membantu pembaca mengidentifikasi apa nama institusi-institusi tersebut. Pilihan untuk tak menyebut nama lembaga itu dikarenakan ada rasa takut di dalam diri saya. Rasa takut itu muncul dari kekhawatiran bahwasanya tulisan saya ini dimaknai sebagai pembunuhan karakter bagi institusi-institusi dimaksud. Karena itulah, saya pun meminta bantuan ahli linguistik Ferdinand De Saussure yang menjelaskan konsep trimatra  Tanda--Tanda, Penanda dan Petanda--dimana hubungan antara Penanda dan Petanda bisa terjadi secara arbitrer, konvensi dan sistemik. Dan karena saya dengan pembaca tidak saling mengenal, tak saling jumpa, maka korelasi antara penanda-petanda dalam konteks konvensi tidak bisa dibuktikan. Sedang pilihan sistemik dalam pandangan Ferdinand De Saussure, menurut saya, lebih mengacu pada parole/ujaran dari pada langue/tata-bahasa. Maka pilihannya yang paling mungkin: korelasi antara penanda-petanda ada dalam konteks arbitrer alias semena-mena. Dikarenakan konteks pemaknaan ada dalam ruang arbitrer, maka ketakutan saya akan dicap sebagai 'pencemar nama baik' pun hilang, paling tidak berkurang.

Saya perhatikan, 'dua lembaga survey besar di Indonesia' sering sekali melakukan jajak-pendapat popularitas presiden, popularitas calon gubernur, keinginan masyarakat atas pemimpin, masalah-masalah bangsa yang tak tersentuh penguasa, masalah-masalah bangsa yang tersentuh penguasa dan segudang indikator lainnya. Hasil jajak-pendapat itu pun kemudian dijajakan ke hadapan publik, entah melalui media elektronik semisal televisi, radio, internet, surat elektrik, blog, radio amatir, pun media cetak, umpamanya surat kabar harian, majalah mingguan, tabloid, selebaran, pamflet dan segala macam lainnya. Apa yang dihasilkan 'dua lembaga survey besar di Indonesia' ini dapat dipandang sebagai teks. Menggunakan pendekatan model Sastra Abrams, teks yang dihasilkan 'dua lembaga survey besar di Indonesia' dapat dipandang lewat empat perspektif, yakni ekspresi, objektif, mimesis dan pragmatik. Perspektif ekspresi atas teks jajak-pendapat memberikan makna bahwa si pemberi informasi hanya memberikan pesan informasi belaka ke hadapan publik. Bila dipandang lewat perspektif objektif, teks jajak-pendapat adalah teks yang dibangun atas struktur kajian ilmiah, yakni statistik. Bila ditengok lewat perspektif mimesis alias tiruan, maka teks jajak-pendapat adalah citra dari realitas yang sesungguhnya menjadi rujukan dari teks jajak-pendapat tersebut. Terakhir, bila dipandang melalui jalur perspektif pragmatik, teks jajak-pendapat itu memiliki daya guna.
Artikel, opini, partitur, prosa, cerpen, novel, niveau-roman, syair, madah, kidung, berita, features, sajak, naskah drama, atau apapun sebutan dari tulisan yang saya perbuat ini, pada dasarnya diniatkan untuk mendedah sehabis-habisnya perspektif pragmatik atas teks jajak-pendapat. Kira-kira, apakah teks jajak-pendapat itu memang berguna? dan apa bila berguna buat siapakah? saya ataukah orang-orang tertentu? Sebagaimana khitah dari apa yang disebut pragmatik adalah punya daya guna, maka pendekatan pragmatik atas teks jajak-pendapat pastilah memiliki kegunaan. Masalahnya, buat siapakah? Yang jelas, bagi saya pribadi, seorang pekerja di Jakarta dengan gaji yang cukup-membayar kontrakan-membayar makan-menabung sedikit, teks jajak-pendapat itu sama sekali tak ada nilai guna. Maka, teks jajak-pendapat itu berguna hanya bagi orang-orang tertentu saja. Siapakah mereka? Sudah pastilah, mereka itu adalah orang yang dirujuk dalam survey tersebut. Permisalan yang paling sederhana, hasil survey itu mengungkapkan popularitas presiden. Bila hasil survey menunjukkan popularitas presiden berada di bawah 30 persen, maka presiden bersangkutan bisa menggunakan data hasil jajak-pendapat untuk menyusun strategi dalam rangka meningkatkan popularitas.  Apa bila, hasil jajak-pendapat menunjukkan bahwa popularitas berada di angka 90 persen, maka tak perlu ada penambahan strategi penciptaan popularitas. Tapi, bagi saya pribadi, entah itu popularitas di bawah 30 persen atau di atas 90 persen, hasilnya sama saja. Tak ada guna! Saya tidak tahu bagaimana bila saya tidak hidup di Jakarta. Andai saya hidup di Sragen, hidup sebagai seorang buruh tani--bukan pekerja kantoran, hidup bersama istri dan dua anak di rumah kontrakan--bukan bujangan meski sama mengontrak yang dengan biaya yang berbeda, saya tidak tahu apakah data survey yang mungkin saja bisa saya lihat dan dengar melalui televisi di rumah tetangga berguna atau tidak. Yang jelas, dengan status pekerja-bujangan-hidup mengontrak di Jakarta-gaji cukup makan dan sedikit menabung, teks jajak-pendapat itu tak ada gunanya. Maka keberadaan 'dua lembaga survey besar di Indonesia' hanya berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada tataran elit. Dan karena itu, lebih baik saya menyelesaikan kerangka mantap bagi teori 'Dongeng Identitas-Otentik-Sejati Mulai Dari Kandungan Ibu Hingga Ke Pelukan Bumi.'

Selanjutnya, saya pun mempertanyakan status data hasil jajak-pendapat tersebut. Status yang saya maksud bukan dalam kerangka validitas statistikal. Status yang saya maksud hidup dalam konstruksi sadar atau bawah-sadar. Apakah data yang didapat Maka keberadaan 'dua lembaga survey besar di Indonesia' berasal dari personal-personal atawa individu-individu yang sadar? Asumsi mendasarnya adalah Psikoanalisa yang dibangun oleh Sigmund Freud. Mayoritas manusia dalam bertindak dipengaruhi alam bawah-sadar! Maka, jawaban dari responden yang ditemui Maka keberadaan 'dua lembaga survey besar di Indonesia' hanya menelurkan jawaban yang berasal dari alam bawah-sadar, yang sama sekali sulit dipertanggung-jawabkan oleh si individu-personal-responden itu sendiri. Bila ini terjadi, dan saya merasa kemungkinan seperti ini terjadi mencapai 99,9 persen, maka yang terjadi, tanpa disadari 'dua lembaga survey besar di Indonesia' adalah pelestarian alam bawah-sadar.  Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan konteks demokrasi yang digadang-gadang oleh  'dua lembaga survey besar di Indonesia.' Kondisi seperti ini semakin diperparah dengan dibukanya jasa konsultasi politik atas dasar data survey jajak-pendapat bawah-sadar. Konsekuensi strategi yang dihasilkan konsultan politik terhadap orang yang meminta jasanya pun pastilah berdasarkan memengaruhi bawah-sadar. Dan demokrasi yang muncul adalah demokrasi bawah-sadar, demokrasi yang memang tidak didesain untuk dimintai pertanggung-jawaban. Apa yang dilakukan lembaga survey yang menjadi konsultan politik pun sama tak baiknya dengan lembaga survey yang terus-terusan mengeksploitasi alam bawah-sadar responden, tanpa mengangkat alam sadar. Bila data tersebut berasal dari alam sadar, setidaknya teks jajak-pendapat itu punya daya guna bagi saya pribadi.

Konklusinya, dikarenakan demokrasi yang terjadi di Indonesia adalah demokrasi bawah-sadar, maka saya memilih untuk tidak ikut-ikut dalam demokrasi yang bawah-sadar itu. Sebab, menurut saya, demokrasi adalah cara saya membantu mengurangi pengangguran di Indonesia, menambah perumahan murah di Indonesia, mengurangi gelandangan (kecuali ada orang yang berpikiran bahwa gelandangan adalah takdir bagi dirinya sendiri), harga pangan murah, minyak stabil. Situasi seperti itu terwujud dalam demokrasi sadar, demokrasi yang bisa saya golongkan utopis dan tidak realistis di Indonesia.

Walahuallam!

dvd.tbg

Friday, 14 December 2007

UNESCO

http://portal.unesco.org/culture
By celebrating this Day throughout the world, UNESCO seeks to promote reading, publishing and the protection of intellectual property through copyright. 23 April: a symbolic date for world literature for on this date and in the same year of 1616, Cervantes, Shakespeare and Inca Garcilaso de la Vega all died. It is also the date of birth or death of other prominent authors such as Maurice Druon, K.Laxness, Vladimir Nabokov, Josep Pla and Manuel Mejía Vallejo.he idea for this celebration originated in Catalonia where on 23 April, Saint George's Day, a rose is traditionally given as a gift for each book sold.

Wednesday, 12 December 2007

Pro Resensi

http://proresensi.multiply.com
ProResensi adalah program acara ’mengulik’ isi buku di radio, dengan Lia Achmadi sebagai hostnya. Dengan didukung oleh teman-teman penerbit yang baik hati, acara ini mengudara setiap hari Minggu pukul 15.00 – 18.00 WIB.

ProResensi mengudara di Radio Pro 2 FM Jakarta, channelnya 105,00 FM

Tuesday, 11 December 2007

Post Card

Rating:★★★★★
Category:Other
Kapan terakhir kali berkirim surat.
Mungkin di tahun 2008 setiap bulan kita bisa melakukan old fashioned comm.
Desain by Hendrik. Photo by Widhy.

Harga Rp. 20.000,-/set

Pemesanan:
email kedai_sinau@yahoo.com
hp: echa 0856 1153835
no rek: 006-00-0487276-2 bank mandiri kc jatinegara

tanpa tambahan ongkos kirim!



Monday, 10 December 2007

Yusril Ihza Mahendra

http://yusril.ihzamahendra.com
Saya menciptakan blog saya, sebagai wahana komunikasi bertukar pikiran secara jernih, intelektual dan simpatik, atas dasar prinsip saling menghormati. Melalui blog ini, saya ingin berbagi pemikiran, pengalaman dan gagasan, yang barangkali akan bermanfaat untuk menambah wawasan dalam menyikapi berbagai peristwa yang terjadi di sekitar kita. Apa yang saya ungkapkan, mungkin saja bersifat subyektif, karena didasarkan pada titik pandang, falsafah dan keyakinan keagamaan yang saya anut.

Sunday, 9 December 2007

Naik Juga Temperatur Awak! Soeharto Is Dead!


From Aceh:

Aku di Langsa-Aceh Timur, nelangsa, banjir dimana-mana, sebenarnya bisa jadi lebih hebat dari banjir Jakarta, juga di beberapa tempat di Aceh, sawah-ladang terendam air, juga rumah dan sekolah. Cuma Aceh sepi, tidak seperti Jakarta yang hingar bingar-penduduknya banyak, padat, sehingga kerusakan akibat banjir dilihat dari jumlah harta benda masyarakat yang sudah terbiasa terkena banjir. Santai, bahkan beberapa kawan yang suka membagi-bagi hadiah gagal berbagi, kurang besar banjirnya coy, dana yang turun juga gak jadi. Kawan tadi adalah masyarakat bantaran kali Ciliwung. Mereka punya perhitungan sendiri dengan banjir. Mereka lebih akrab bencana. Mungkin sebagian berkarib.


Di Aceh hutan-hutan masih ada yang perawan, namun di gunung-gunung masih terdengar chinsaw, siang dan malam. Sungai-sungai meluap. Tidak seperti di Bali promosi tentang adat Aceh, mungkin adat-adat daerah lain kurang. Di Aceh ada pengelolaan hutan. Ada penjaga hutan dari masyarakat. Ada aturan adat. Ada juga penguasa. elit dan jelata.


Di Bali dan Aceh, Indonesia biasa berjualan. Masyarakatnya juga. Sekarang ditambah Papua. Semuanya pesimis pada bangsa sendiri, Pemerintah Pusat. Sehingga  jika ada kesempatan menjumpai  bule-bule yang datang masyarakat seperti melihat  keberadaban, pencerahan. Dan posisi kita seperti tidak memilikinya. KEBERADABAN dan CAHAYA.

Pasca tsunami banyak kayu Australia, jenis pinus masuk ke Acehuntuk membuat barak. Tak banyak yang tahu. Kayu itu dari hasil hutan industri. Kualitas bagus. Tahan rayap. Mereka juga menanam. Mereka memanen. Kesadaran tentulah sebuah sebab. Disini wakil Indonesia  dan yang merasa mewakili di forum dunia saling mendelegitimasi.  Perusahaan yang merusak lingkungan 'jaim'  jaga imej, LSM 'boim' bongkar imej. Indonesia tak perlu imej, karena seluruh dunia sudah memiliki data, tinggal klik google earth kita bisa melihat kerusakan hutan.

Perbedaan iklim di kamar hotel, berharga sekitar 150 ribuan. Yang berAC dan tidak. Perbedaaan iklim di bus kota ekonomi berharga diskon 30-40% dari harga  bus berAC.  Kenyamanan memang dibutuhkan, namun tetap ada tarifnya. Tapi  berAC ataupun tidak  jalanan di Indonesia darat, laut dan udara bukanlah tempat yang aman. Jadi, kenyamanan jelas untuk orang yang mampu membayar.

Perubahan iklim juga disebabkan industri di negara maju. Efek rumah kaca lebih banyak berasal dari manufaktur mereka. Namun ada mekanisme yang mereka tetapkan untuk melindungi warga mereka, kaya dan miskin. Disini subsidi rakyat miskin saja susah untuk diteguhkan pemanfaatannya. Beberapa orang di Medan bilang Naik Juga Temperatur Awak! Ketika premium cuma dijual untuk angkutan umum, padahal banyak pengusaha taksi gelap di Medan dan NAD. Namun untung baru masa percobaan di Jakarta. Belum di Medan, Lae. Temperatur mereka naik lagi ketika diajak bicara  tentang  kondisi ekonomi.  Saya berusaha meyakinkan  bahwa masih ada harapan, apalagi  sudah ada  otonomi. 

Mereka bilang lebih enak jaman Soeharto. Serba murah. Jalan-jalan bagus. Sekarang jalan hanya pas untuk kerbau berkubang. Adek, jalan saja lewat jalan darat trans Sumatra. 1 dekade reformasi, buntutnya adalah kerinduan otoritarian. bukan cuma di Medan, di sebagian pulau Jawa demikian, bahkan koran-koran mempromosikan apakah demokrasi itu benar-benar dibutuhkan, apakah ia tidak kontradiksi dengan kemakmuran, kesejahteraan? Demokrasi itu baik atau buruk, murah atau mahal, atau gratisan, karena ia sumberdaya milik bersama (kesadaran memang mahal. bahkan rezim waktu tidak kuasa melawan). Naik juga temperatur awak kan!

From Wikipedia

Sementara itu, Muhammad Ridwan dengan Anand Krishna, anggota delegasi Indonesia, mengkritik[1] bahwa pemerintah Indonesia hanya mengejar uang kompensasi Rp 37,5 triliun dari negara-negara dunia untuk biaya perawatan hutan di Indonesia. Dijelaksan bahwa perdagangan karbon seperti itu suatu saat dapat menjadi bumerang jika suatu ketika nanti negara-negara maju meminta suatu imbalan atas hutan yang turut mereka biayai. Dijelaskan bahwa dengan menerima uang tersebut negara Indonesia hanya akan menjadi penjaga hutan saja, bukan lagi pemiliknya, sebab seluruh dunia akan merasa turut memiliki hutan Indonesia. Walaupun ini tak tertera diatas kertas, mereka beranggapan bahwa suatu saat nanti jika Indonesia dimintai oleh negara-negara lain untuk berbuat sesuatu yang merugikan kehutanan Indonesia, pemerintah tidak akan dapat berbuat banyak. Dikatakan bahwa jika pemerintah menerima uang kompensasi tersebut, maka mereka akan menjual hutan Indonesia kepada negara-negara lain.

Dijelaskan lebih lanjut solusi yang diambil seharusnya adalah Indonesia memelihara sendiri hutan Indonesia, sementara negara maju harus menanam hutan sendiri di negara mereka, bukannya menyuruh negara lain untuk memelihara hutan. Indonesia dapat memberi contoh kepada dunia dengan cara menghentikan penggunaan plastik dan mengurangi transportasi penghasil emisi karbon.

Mereka juga mencurigai apabila Indonesia jadi menerima uang kompensasi, maka uang tersebut akan digunakan untuk kepentingan para penguasa, terutama mendekati pemilihan umum 2009 nantinya.


Soeharto Not Dead even he's Pass Away!

Seperti rock n roll, Soeharto demikian. Ia akan lebih abadi ketika dinyatakan mati. Bagi yang percaya, kematian adalah sebuah keabadian. Juga Rock n Roll. Hampir seluruh penyanyi rock roll debutan menyanyikan rock n roll is dead! dengan aroma kental Buddy Holly. maka langgam orde baru dinyanyikan oleh penggemar Soeharto untuk menyatakan keabadiannya. Sangat kental walaupun berganti partai.


Saya bermimpi, tiga kali, 2008 Soeharto mati. Semoga. Harapan saya tentu beralasan. Kita tahu bahwa perjuangan dia yang terakhir telah menang, bahkan Time (waktu) telah kalah. Jika mati tentu ia lebih abadi. Dan lebih menghantui. Sebagai hantu tentu lebih mudah kita enyahkan, terutama ketika mendidik anak kita agar tidak percaya takhayul (anak saya baru berumur tiga bulan), setidaknya saya harus berharap jika 25 tahun ke depan ada generasi yang lebih rasional. Bisa baca sejarah, tidak gagap dalam bertindak, dan lepas dari pengaruh dan template orde baru. Dulu orang segenerasi saya para baby boomers 70an, merupakan generasi orde baru. Wajar jika kemudian Soeharto juga jadi ikon kemajuan, bukankah kita mengalami kemajuan pesat? Saya berpikir begitu sampai saat saya memiliki kesempatan untuk keliling dan melihat keterbelakangan di seluruh Indonesia. Dan yang menyedihkan keterbelakangan ini disebabkan oleh negara. Negara dan aparatusnya. Negara dan seluruh Badan Usahanya. Aparat, birokrasi, dan badan usaha milik negara  adalah kunci perubahan. Jika mau berubah harus ada perubahan signifikan dalam tiga bidang ini. Dan Soeharto memiliki ini semua. 1 Dekade tidak ada perubahan. Seperti tak ada jawaban. Kuldesak.

25 tahun ke depan, generasi apa yang berkehendak? Lahir atau dilahirkan? Tentulah mereka akan lahir. Dipaksakan atau tidak. Kecuali kiamat segera datang. Namun jika generasi ini ditakut-takuti seperti kita dulu, awas jangan pakai baju hijau di pelabuhan ratu, nanti ditelan ombak, maka tidak ada perubahan mental dalam aspek kognisi mereka. Awas jangan pakai baju kuning di Jogja (mungkin ia lebih suka dikuburkan di Jogja), tentu orang Jogja akan marah. Awas jangan menyebut Beringin, nanti partai Golkar akan marah, awas-awas was-was. Generasi ke depan janganlah dibuat was-was.

Soeharto is Dead. Tentulah sebuah tahayul. Karena setiap orang akan merindukannya. Siapa lagi yang bisa dijadikan Kambing Hitam. Atau  Satria Dinantikan. Alasan-alasan tersebut  biasa terlontar di kedai-kedai, dalam taksi, atau ruang seminar. Generasi 70an yang malang.

Soeharto is Dead. Seperti Superman tentulah ia akan dihidupkan kembali. Sangat komikal. Namun Superman sekarang  lebih manusiawi. Ia sedih juga melihat Louise dipacari orang lain. Superman juga punya hati. Superman kalah oleh Kiamat (nama seorang jagoan), jika Soeharto is Dead apakah akan kiamat bagi Indonesia, mengingat banyak konflik yang terjadi  sepanjang 1 dekade.  2008 kita harus hati-hati.  Karena  Bang Dedi (Mizwar)  sudah  membuat berulang kali, Kiamat Sudah Dekat.  Di film Kiamat bisa jadi parodi. Juga kematian Superman, seperti parodi. Orang harus memiliki Satria (sebagian kita memilikinya tapi kalah dengan Honda).

Tokoh komik selalu menang.  Baik yang jagoan maupun bukan. Mereka mati dan hidup berkali-kali.

25 tahun ke depan jika bukan generasi Kuli-ner yang lahir, maka harus lepas dari tahayul. Tapi rock n roll is dead terlanjur menjadi kata magis.

2000 MAN
(Jagger/Richards)

Well my name is a number
A piece of plastic film
And I'm growin' funny flowers
In my little window sill

Dont you know I'm a 2000 man
And my kids, they just don't understand me at all

Well my wife still respects me
I really misused her
I am having an affair
With a random computer

Don't you know I'm a 2000 man
And my kids, they just don't understand me at all

Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy, proud of your sun
Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy proud of your sun
Oh daddy, your brain's still flashin'
Like it did when you were young
Or do you come down crashin'
Seeing all the things you'd done
All was a big put on

Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy proud of your son
Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy proud of your son

Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy proud of your sun
Oh daddy, proud of your planet
Oh mummy proud of your sun

And you know who's the 2000 man
And your kids they just won't understand you at all  

Recorded: August 20 - 30 and September 1 -7, 1967. Released on Their Satanic Majesties Request in December of 1967.
Vocals:
Mick Jagger Bass: Bill Wyman Guitars: Keith Richards Drums: Charlie Watts Organ: Brian Jones




widhy | sinau







SAA#3




Fashion Nation Artikel Tamu: F. Rahardi
Dapatkan di jalanan Jakarta dan Kedai Sinau

Monday, 3 December 2007

IndoPROGRESS

http://indoprogress.blogspot.com
"Fancy a progress? Think differently.
See 'you' and 'I' as 'us'. Together, we can change Indonesia. A new Indonesia we can share: together".

the panas-dalam brengsek

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Indie Music
Artist:the panas dalam
argumentum in absurdum

hmm, kenyataan absurd...atau yang tak nyata yang absurd...atau yang belum terjadi...atau yang tak terkatakan...atau semua bisa terkatakan dan dapat saja terjadi, jika mau, persoalan mampu dan kemampuan sudah tak terbantahkan oleh the panas dalam