Monday, 25 October 2010

Resep #21 Kopi Konsultan

Rating:★★★
Category:Other
Kejadiannya baru dialami, namun sepertinya kejadian yang berulang. Jika Bank Dunia sejak tahun 1970 memberitahukan bahwa korupsi di Indonesia (dalam laporan sebelum reformasi 1998 disebut sebagai ekonomi biaya tinggi) sebesar 30% per tahun. Napoleoni (2009) dalam Rogue Economic menjelaskan bahwa kegagalan negara sehingga bisa terpecah-belah dan bangkrut disebabkan oleh korupsi pejabat dan oligarki usaha pada kelompok yang tak tersentuh hukum dan kejahatan terorganisasi (mafia model).

Kronologisnya adalah: ada sebagaian konsultan bisa disebut sebagai calo anggaran yang berkeliaran di Dinas atau Departemen, yang bisa memastikan jika program tertentu bisa diatur. Calo anggaran ini disebut Konsultan (nama sebenarnya), semakin canggih Konsultan maka semakin canggih muslihatnya. Konsultan ini kemudian mengumpulkan Riwayat Hidup (curriculum vitae-CV) dari beribu orang yang disebut sebagai Tenaga Ahli atau Peneliti. Yang kemudian mereka jual sebagai pekerja mereka. Ribuan CV ini yang memastikan Konsultan mendapat proyek sesuai dengan keahliannya (biasanya Konsultan bergaya Palu Gada-sejenis senjata yang lebih sakti dari Gadanya Thor, yang artinya aPA yang LU mau Gua ADA).

Kemudian si calo ini membuatkan program dan proyek di Dinas/Departemen yang bersangkutan berdasarkan penelitian sebelumnya dan obrolan di warung kopi. Yang disebutnya sebagai Kerangka Acuan Kerja (bagi Dinas). Dan pada setiap tahun anggaran Program dan Proyek ini masuk nominasi sebagai program yang dibiayai APBD/APBN (bagaimana bisa, tergantung pada urusan upeti dari konsultan ke Dinas/Departemen yang bersangkutan, untuk menjaga pertemanan, sebutlah sebagai modal sosial banyak mantan kepala Dinas dan Departemen diangkat sebagai tenaga ahli konsultan). Dan untuk memastikan proyek tersebut diketok dalam APBD konsultan ini akan bekerja sama dengan amggota DPR/D dari berbagai partai pemenang pemilu.

Jika sudah masuk dalam pengganggaran maka konsultan akan menyerahkan proyek tersebut dengan catatan lewat adu tender yang penyelenggaranya melibatkan konsultan penyelenggaraannya bekerjasama dengan Dinas/Departemen terkait. Kemudian ada konsultan yang ikut tender yang terdiri dari konsultan fiktif (artinya memiliki perusahaan dan sederet CV nama besar dan tenaga ahli). Konsultan fiktif ini tidak bisa disebut seratus persen fiktif, karena mereka (sebagai kelompok ologarki usaha jasa konsultansi) merotasi siapa yang dapat proyek tahun ini. Dan ini sekali lagi berdasarkan modal sosial, suatu hal kita banggakan sebagai teori yang mengantarkan kita pada keberlanjutan pembangunan (baca juga cerita tentang mafia Sisilia di Italia dan hubungan mereka di Amerika Serikat, karya Putnam), atas dasar inilah kemudian Konsultan memanggil para tenaga ahli yag mau menurut pada mereka, menurut artinya menyetujui jalan cerita bagaimana program/kegiatan tersebut dikerjakan sesuai dengan keahlian Konsulta untuk membagi-bagi uang kepada para kroninya.

Dan terjadilah tender itu. Pemenangnya sangatlah dramatis. Selain sudah diskenariokan ada juga protes bohong-bohongan dalam forum. Ketika tender sudah dimenangkan belum tentu orang yang tertera sebagai tenaga ahli melaksanakan kewajibannya, dia hanya mengambil fee jaringan (ada juga tingkatan pangkat calo proyek dari Jendral sampai Kopral), dan program/proyek tersebut disubkontrakkan kepada orang lain, maka berjalanlah proyek pembangunan, yang menurut Bank Dunia dibebani oleh ekonomi biaya tinggi.



No comments:

Post a Comment