Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Kami menghirup kopi berisikan nasib baik dan bujukan. Semoga tak lekas tandas.
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
the cognition of the cities is linked to the deciphering of the dreamslike outlines of their images (Sigfried Kraucauer)
Hujan di Jakarta. Kota seperti terapung. Orang-orang yang saling bergegas seperti biasa saling jegal di jalan. Kita butuh Gubernur baru, mungkin Gubernur Jenderal seperti masa kolonial, dimana Jakarta ditata dengan indah, ada taman, jembatan melengkung, perumahan dengan kebun di halaman depan dan belakang, gedung pertunjukkan dan bioscoop, dan orang-orang pribumi yang ditempatkan di luar tembok kota. Orang pribumi yang tidak terdidik (walau kaya), hanya mengotori ruang kota, mengambil wilayah ruang publik dan tidak tahu tentang bagaimana menjadi urban-mereka hanya kaum migran, belum mengalami revolusi urban. Tidak ada hukum, tidak ada tata kewargaan. Tapi itu kata kaum kolonialis, mereka berpikir budaya mereka, adat istiadat, kesantunan, pengalaman mereka di Eropa dapat begitu saja diterapkan dalam mental orang pribumi. Tembok kota? Tanpa itupun Jakarta sekarang telah mengalami segregrasi sosial yang parah dan rumit, dan semua itu dimulai dari jalan. Jakarta sekarang dikuasai oleh kaum pribumi, dan inilah impian mereka.
Hasrat kota adalah daya untuk mengubah mental orang yang datang untuk tunduk pada imaji kota, sebuah utopia yang dimiliki setiap yang datang. Mimpi penghuni membumbung dari tempat-tempat yang jauh. Mimpi ini menghubungkan masa depan dan masa lalu. Jakarta, kota yang dirawat oleh mimpi: memiliki rumah, penghasilan yang tetap tanpa paceklik, kendaraan untuk bekerja. Kolektivitas ada di ruang masa lalu, di Jakarta hanya ada aku yang kemudian menjadi komunitas anomi, yang ada hanya hasrat untuk mencari dan mengumpulkan benda-benda untuk dibawa dan dipamerkan ke/di desa, hasrat kota adalah daya untuk mengubah mental orang yang datang untuk tunduk pada imaji kota.
Tembok dibangun, tembok pengaman dari kota yang dihantui teror dari cerita tentang Jakarta yang garang, cerita yang dibawa oleh pejabat asal daerah mana, sopir asal daerah mana, pembantu asal daerah mana, preman asal daerah mana. Bahkan iklan tentang orang bertanya, “Mas, aslinya mana?”, di fotocopy-an jawabannya. Pengalaman urban orang Jakarta adalah asumsi apriori, secara keseluruhan adalah fotocopian, Jakarta mesin fotocopy yang mengantarkan kesamaan imaji penghuninya tentang kota yang garang, tidak bersahabat, penuh celaka, penuh curiga, serba sibuk, serba halal, serba ada. Jakarta sebuah kota dengan imaji deduktif.
Hujan di Jakarta. Orang-orang merasakan kesepian luar biasa di tengah kebisingan dan kemacetan biasa. Orang mengamuk. Orang kehilangan. Orang takluk. Kali ini pengalaman di Jakarta yang perlu dibagikan ke masa lalu adalah: di Jakarta kita berjalan mengambang. Selalu berada di antara. Terkadang berada di situasi beku, seperti tidak ada alternatif jalan keluar. Suasana fotocopyan sangat terasa, debu karbon menghiasi langit imaji dari tempat-tempat penghuninya berasal. Orang-orang yang melompati tembok kota.
Jakarta dan masa lalu. How long have it’s been, since you have been here. Banjir di Jakarta kabarnya sudah ada sejak jaman pra sejarah, temuan arkeologi menyatakan sebagian Jakarta memang sering terendam air, sebagian lagi terendam terus-menerus, bahkan sebelum kota ini dibangun. Lanskap kuno Jakarta terdiri dari tanah aluvial[1] yang subur dan rawa, pemerintah kolonial kemudian mensiasatinya dengan membangun kota yang ramah terhadap banjir. Kanal, kali dan sungai dipelihara, konsep tata kota yang berkelanjutan diperkenalkan dengan visi yang jelas, membangun untuk selamanya. Pemerintah kolonial membangun dengan visi lebih dari 100 tahun. Meski begitu, banjir masih terus mendera Jakarta yang dulu disebut Ratu Dari Timur: Batavia. Visi lebih dari 100 tahun tidak membuat pemerintah kolonial menderita, dengan visi jangka panjang tersebut diharapkan tidak ada repetisi malapetaka. Sekarang Jakarta kehilangan tangan, kehilangan kaki, kehilangan mata, dan sangat mungkin kehilangan jiwa. Hasrat kota merubah mentalnya lewat pengalaman yang menyedihkan, Ratu Dari Timur, menjadi Jakarta yang mengalami schizophrenia [2]. Setiap penghuni mempersepsi realita dengan pendekatan deduksi dari pendahulunya, gagal mencipta pengalaman baru. Pikirannya ada di angan-angan, di impian yang rabun.
Hujan di Jakarta. Disumpahi penghuninya. Mereka bilang setan turun mengunjungi mereka. Air kata Hukum Archimedes mengisi ruang kosong dengan volume tetap. Di masa lalu hujan dicari, bahkan ada cerita tentang seorang sakti yang dijadikan wali Tuhan cuma karena berhasil menurunkan hujan, hujan yang diserap tanah, menghapus jejak debu karbon di udara, mengundang koor bariton kodok, mencipta guguran bunga jambu. Kini tidak banyak lagi nyanyian menyambut hujan. Di kepala hujan menjadi situasi pening dan sampah musim.
Di saat hujan tumpah ke dalam ingatan, tiba-tiba datang pertanyaan dari lagu lama Have You Ever Seen The Rain?[3] Hujan dengan nuansa folk yang kental, itukah masa lalu, hujan yang datang sebagai kenangan, mengolah alam bukan memusuhinya. Hujan yang mengisi ruang kolektif yang seharusnya ditanam dan disemai juga di masa kini dan masa depan dengan volume yang sama. Sudahkan kita benar-benar merasakan hujan mengalir di wajah dan tubuh kita. Mungkin saatnya kita berjalan (bukan berkendaraan) di bawah hujan, jika perlu telanjang, menari, let’s twist again, biarkan hujan menghapus lupa kita. Mungkin itu yang ingin diucapkan hujan.
[1] alluvium |əˈloōvēəm|
noun
a deposit of clay, silt, sand, and gravel left by flowing streams in a river valley or delta, typically producing fertile soil.
[2] schizophrenia |ˌskitsəˈfrēnēə; -ˈfrenēə|
noun
a long-term mental disorder of a type involving a breakdown in the relation between thought, emotion, and behavior, leading to faulty perception, inappropriate actions and feelings, withdrawal from reality and personal relationships into fantasy and delusion, and a sense of mental fragmentation.
• (in general use) a mentality or approach characterized by inconsistent or contradictory elements.
[3] Judul lagu dari kelompok Creedence Clearwater Revival (CCR)
Rating: | ★★★ |
Category: | Other |
Membaca film Backyardigan Episode Robot Rampage
Ada kejadian di Wasior. Ada peristiwa pembalakan hutan dimana-mana. Ada kejadian anak SD gantung diri. Ada peristiwa antrian jamaah haji sampai 2012. Ada yang mengharamkan film tentang kiamat 2012. Ada kejadian nenek-nenek dipenjara karena beberapa butir singkong. Ada peristiwa penangkapan orang yang diduga tersangka yang selalu berakhir dengan kematian. Ada kejadian jalan amblas. Ada peristiwa tender palsu setiap tahun. Ada peneliti gadungan pencipta energi baru dan padi super. Ada banyak peneliti kebingungan berbuat apa. Ada kejadian judul lagu dari pencipta debutan di tes masuk pegawai. Ada stanza Rendra yang tidak pernah masuk pelajaran sosial. Ada peristiwa demonstrasi mahasiswa. Ada kejadian satu batalyon menyerbu kampung. Ada peristiwa yang dipenuhi oknum. Ada institusi yang seluruhnya organnya layak disebut oknum. Ada peristiwa yang membutuhkan kambing hitam. Ada kejadian yang pelakunya anonim namun populer. Ada bencana yang menimbulkan kematian. Ada peristiwa yang menimbulkan kemiskinan. Ada kejadian yang jauh dari Pusat. Ada peristiwa di Pusat. Ada kegelisahan di pinggiran. Ada yang kegerahan di Pusat. Ada yang tidak peduli Pusat dan Pinggiran. Ada peristiwa yang tetap temporer. Ada peristiwa temporer yang temporer. Ada yang berubah dari situasi ke situasi lain. Ada yang bergerak dari kesempatan ke kesempatan lain. Ada kejadian yang diulang tayang. Ada kejadian yang dilarang tayang. Ada studi banding tentang etika. Ada peristiwa tentang penjelasan tak masuk akal. Ada kejadian masuk akal tak terjelaskan. Ada Laksamana Maeda. Ada Sjahril Johan. Ada Susno Duaji. Ada Soekarno. Ada Hatta. Ada Soeharto. Ada Pangkokamtib. Ada Densus 88. Ada Kartosuwirjo. Ada Semaun. Ada peristiwa makan malam korban G30S PKI dengan korban stigma G30S PKI. Ada Pablo. Ada Tyron. Ada Tan Malaka. Ada Sarimin. Ada Casmadi. Ada Minar. Ada Widhyanto. Ada Jong Ambon. Ada Jong Java. Ada Superman Is Dead. Ada Netral. Ada peristiwa proklamasi. Ada kejadian korupsi. Ada peristiwa Sumpah Pemuda. Ada kabar tentang Supersemar. Ada Bagong. Ada Tukul. Ada peristiwa sulap ilusi. Ada peristiwa sulap kecepatan tangan. Ada kejadian di buku sejarah. Ada buku mari belajar sulap untuk bukan pesulap. Ada buku resep untuk orang biasa. Ada maestro yang tidak pernah baca buku. Ada kejadian dalam gerak lambat. Ada kejadian pencopet dibakar massa. Ada peristiwa 4 tahun penjara untuk korupsi 6 trilyun dikurangi masa remisi. Ada kejadian di halaman belakang. Ada peristiwa di teras depan. Ada headline. Ada downline. Ada perbuatan baik yang artinya membayar upeti. Ada peristiwa buruh mogok. Ada peristiwa mantan majikan kembali memiliki Bank. Ada maling beraksi selama tiga generasi. Ada masa damai. Ada peristiwa khaos. Ada Aristoles. Ada BURT DPR RI. Ada jaringan yang diungkap melibatkan 40 juta orang diduga militan radikal. Ada jaringan yang berisi 10 orang yang diduga militan koruptor yang tidak bisa diungkap. Ada peristiwa sepakbola dengan skor 7-1. Ada peristiwa pemilihan idola. Ada rekor MURI untuk yang terpanjang, terbesar, dan teraneh. Ada museum yang kosong dengan artefak yang tak terbantah. Ada peritiwa petani kelebihan produksi. Ada kejadian beras impor menjadi produk beras miskin. Ada stasiun TV penuh dengan berita kontroversi. Ada stasiun TV cuma bicara kebaikan dan upaya sehat manusia mempertahankan kemanusiaannya. Ada peristiwa kematian berkali kali di film kartun Tom and Jerry. Ada kejadian tawuran pelajar. Ada peritiwa pelemparan batu kepada polisi dan disebut anarki. Ada kejadian pelemparan korek api di jalan tol dan tidak disebut pungli selama tidak jelas bukti dan saksi. Ada kejadian perambahan hutan untuk berladang seperempat hektare dengan rotasi 10 tahun. Ada bukit 100.000 hektare dibabat dalam satu tahun. Ada kejadian pembakaran hutan. Ada peristiwa kebakaran hutan tanpa kanopi. Ada kasur berenang sampai jauh ke kepulauan Seribu. Ada kejadian air tanah tercemar tinja. Ada banyak rumah tanpa tangki septik. Ada penggelontoran limbah industri setiap hari di kali Jakarta. Ada slogan serahkan pada yang ahli. Ada yang terburu kampanye bekerja untuk Jakarta. Ada peritiwa orang yang selalu bekerja dan bahagia. Ada kejadian orang yang selalu bekerja dan tidak bahagia. Ada perisiwa orang yang sedikit bekerja dan bahagia. Ada kejadian orang yang sama sekali tidak bekerja dan bahagia. Ada banyak penggangguran dan ada yang bahagia. Ada kejadian dalam statistik. Ada peristiwa di luar statistik yang disebut fakta. Ada orang yang masih setia menulis fiksi. Ada penyiar yang tidak bisa membedakan fakta dengan opini. Ada peristiwa orang yang kecanduan iklan. Ada tontonan anak yang lebih menarik dibandingkan film horor imbesil Scoby Doo. Ada tulisan di depan tambang dengan saham 100 persen asing: aset penting nasional. Ada peristiwa hasil ujian pelajaran bahasa Indonesia yang tidak pernah lebih baik dibandingkan dengan bahasa Inggris atau Korea. Ada bahasa yang susah dimengerti. Ada Bhinneka Tunggal Ika. Ada serat Centhini. Ada dokumen bercerita tentang keberadaan yang tidak ada. Ada peristiwa di setiap senja. Ada yang berlalu begitu saja. Ada sentuhan yang menjadi ingatan. Ada yang mustahil dilupakan. Ada banyak kejadian dan peristiwa yang saling berhubungan dan tidak saling berhubungan namun sama-sama menjelaskan satu masalah dan pertanyaan tentang mengapa.
Ada sekumpulan robot yang mengalami kerusakan program, hanya bisa berucap
All System Is A Ok!
Ada satu robot yang masih bekerja sesuai dengan program, memiliki kalimat pertama
All System Is A Ok!
Ada kejadian robot ingin menghentikan robot. Ada peristiwa selaksa robot dikalahkan satu robot.
Tidak ada robot yang berhasil melawan program.
rampage
verb |ˈramˌpāj| [ intrans. ]
(esp. of a large group of people) rush around in a violent and uncontrollable manner : several thousand demonstrators rampaged through the city.
noun |ˈramˌpāj| |ˈrømˈpeɪdʒ| |ramˈpeɪdʒ| |ˈrampeɪdʒ|
a period of violent and uncontrollable behavior, typically involving a large group of people : thugs went on a rampageand wrecked a classroom.