Tuesday, 22 June 2010

Kreatifitas

Satu-satunya perbedaan manusia dengan binatang adalah akal. Dari sanalah, asal-usul penunjukkan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai pemimpin. Walaupun sarat dengan nuansa antroposentris (manusia sebagai pusat semesta). Sejarah membuktikan bahwa memang manusialah yang paling sering memanfaatkan sekaligus merusak bumi. Namun sesungguhnya kata-kata antroposentris tidaklah terlalu tepat, karena pengertian khalifah adalah pengemban amanat-pengemban tugas, kewajiban. Kata-kata antroposentris dalam dimensi Islam kehilangan makna Tauhidnya, makna transendental. Dimana manusia sesungguhnya tidak memiliki kekuatan apapun dalam semesta ini, kekuatan ini (seringkali ditafsirkan sebagai kekuasaan) dalam Islam hanyalah titipan, dan niscaya dirotasi oleh Pencipta.


Sang Pencipta, kemudian menciptakan alam dengan segenap sistemnya. Yang secara holistik merupakan satu-tubuh dengan sang khalifah. Penubuhan ini membuktikan bahwa akal manusia dituntut untuk bekerja, menciptakan, kreasi, menciptakan sesuatu yang menyerupai (alam itu sendiri). Disinilah bermula pengertian gerak. Dimana alam (bisa dibaca Bumi) dan seisinya adalah proses kreatif yang terus bergerak, dan ‘seni’ pertamapun adalah gerak yang kemudian bertransformasi menjadi bahasa dan aneka rupa kesenian.

Dari sudut pandang ini, maka pengertian antroposentris adalah pengertian pra-Islam, dimana etika lingkungan tidak hadir dalam konsep yang holistik: mendamaikan privat dengan publik, alam dengan manusia. Namun demikian kita tidak bisa berbesar hati, jika kita tidak bisa melakukan kreatifitas yang diwajibkan untuk mengelola alam-lingkungan, karena itu dengan adanya akal, wahyu pertamapun muncul: Iqra (bacalah).

widhy sinau
Attachment: kabar r35#1.pdf

No comments:

Post a Comment