Seandainya ada korban, maka tetap jangan paksa saya untuk bertindak. Fenomena alam ketika matahari tepat berada di garis khatulistiwa, disebut sebagai titik kulminasi. Dimana titik itu sekarang, saya melihatnya di istana, sembarang istana dimana ‘kekuasaan pseudo-demokrasi’ dilangsungkan.
Saya membayangkan harakiri. Setidaknya dalam pengertian politik. Korban dalam era reformasi ini selayaknya bukanlah rakyat (lagi) baik yang berstatus kaya maupun yang berstatus miskin. Saya tidak bisa membayangkan jika korban jatuh akibat keputusan politik yang salah. Maka yang dapat saya bayangkan adalah para petinggi yang membunuh diri mereka sendiri, atau hal ini tidak terjadi jika dengan gagah hukum membela rakyat seperti yang terjadi pada Bernard Madoff yang dihukum 150 tahun (di tahun 2009) karena kejahatan yang oleh Hakim Wilayah (tanpa makelar dan cukong kasus) disebut sebagai ‘extraordinary evil’ dan Madoff menyambutnya dengan permintaan maaf kepada rakyat Amerika, 'maafkan saya telah mewariskan malu yang sangat besar dalam sejarah Amerika’. Dan publik secara antusias memaklumi resesi yang menimpa mereka dan belajar dari kesalahan.
Yang tidak bisa saya bayangkan lebih lanjut adalah, terulangnya kisah raja telanjang yang berjalan-jalan di pasar, dengan bangga, jumawa, plus gengsi dan pecaya diri mengatakan: jangan paksa saya.
Bapak, tolong pakai baju dulu. Baru pelesiran ke luar.
Yang tidak sanggup saya bayangkan adalah bagaimana perasaan para tetangga yang melihat ketelanjangan itu dan menahan rasa penasaran yang amat sangat melebihi keinginan bercinta dengan wanita paling sexi di dunia untuk sekedar bertanya, muka bapak semakin lebar dan merah padam (bukan karena pln yang sibuk menggilir waktu penyalaan), apakah bapak baik-baik saja? Sedangkan kami harus haru-biru menahan penasaran seperti sedang senam keygel.
Yang ingin saya paksakan adalah keseriusan Bapak. By the way, Bapak itu presiden ya..perasaan saya tidak pernah memilih, ternyata kita juga punya makelar, eh Presiden juga (yang tidak mau dipaksa bekerja, semoga bukan karena kelelahan).
Semoga ketika dunia memprediksikan terjadinya krisis keuangan di Asia di akhir tahun 2009 atau awal tahun 2010, kita tidak lagi mengalami gejolak reformasi jilid dua. Andai kata 'iya' rakyat Indonesia sudah tangguh bencana apalagi ...dari Sabang sampai Merauke...dari Timor sampai ke Talaud...kita sudah terbuai dengan janji a la Indomie. Maka terimalah kenyataan 'kualitas Indomie dari pemimpin kita'. Dikremes lalu diseduh.
widhy | sinau
No comments:
Post a Comment