
hanya untukmu
1.
Sebuah pagi yang pasti
Sebuah biduk
Siapa saja yang pulang bersahaja
: ia yang selalu tahu jalan kembali dan berada di depan
berkorban dan menelusuri jalan yang sunyi
Ia yang tidak pernah sendiri namun tahu kapan waktu berhenti
Pada kematian, ia menyeru:
Kau tak mampu menyiangku walau itu memisahkanku dengan kesayangan
Aku mengenalmu seumur hidupku
Kau tak lebih dari pergantian waktu
Sedang aku yang memekarkan cahaya
Pada hitam jubahmu, kuberikan tanda
: harapan
2.
Sebuah pagi yang pasti
Kopi dan rokok yang seharusnya ada
Sepat mata dan sisa obrolan yang dibawa angin
Kau kemana
Katamu, menjauh
Kau dimana
Jawabmu, disini
Kau tidak apa-apa
Tubuhmu seperti begitu terjal
Dan aku mendaki jawab di matamu
3.
‘aku yakin’
4.
ternyata kau tidak butuh kartu-kartu untuk menghadap tuhanmu,
lebih banyak rindu yang menjadi pembelamu
5.
aku membuat rumah yang tidak besar, tapi seluruh dunia sanggup mengisinya
rumahku tanpa taman dan air terjun, cuma hutan tropika
disana ada petani, nelayan, dan anak muda
aku membaca soekarno dan karl marx
aku mencuri dari nabi-nabi
aku menyusuri perasaan orang kebanyakan
dan keadilan yang bersemayam di setiap hati
ternyata tidak ada yang lebih berantakan dibanding tidak memenuhi janji
maka, aku berjanji diantar sebanyak orang
ketika aku tidak lagi mungkin berjanji
kudefinisikan sebagai investasi
6.
‘kamu bisa’
7.
kembali pagi,
tidak semua pagi adalah permulaan
seperti gerimis ini
yang dimulai sejak awal kita puasa
sebenarnya ini rahasia
dan menariknya hanya itu aturan permainan kita
kau ber ci luk ba
dari kamar ke kamar
dan seperti biasa,
aku kena!
8.
aku bicara pada anakku
‘dia cuma tidak lagi bisa bersedih’
hanya itu
apakah itu tanda bahagia
anakku tertawa
(dia baru berumur dua tahun dan bening matanya mengingatkanku padanya)
9.
‘aku tidak akan menangis’
10.
kau tidak berubah, katamu suatu pagi
setidaknya rambutmu yang kukenal dengan baik
bagaimana kabar istri dan anakmu
dan rumah yang kau idamkan
apakah sudah memenuhi segala keinginanmu
cuma disana sumber air mata
sebuah keluarga yang saling memaafkan ketika hendak berangkat tidur
dan bahagia
11.
aku bilang teruslah bermimpi
kau menandaskan teruslah bertindak
12.
tiba-tiba kamu ada dimana-mana
menyala-nyala
dan gaib
13.
kamu sebentuk mimpi
tidak sungguhan
tidak ada yang begitu sempurna
tapi kau tularkan juga bisa mu
di setiap penjuru
dan kau tepati janji kita
sumpah pemuda entah jilid berapa
dimulai dari kampungmu
14.
akhirnya aku menangis
hanya ketika kau tersenyum membaca stiker
buku, kopi, dan puisi bercangkir-cangkir
itu kamu yang selalu tahu
pindahkan saja ke kepala semua orang
dan kau tuangkan puisi itu dari pulau ke pulau
berdua kita menangis
15.
bukan pagi seperti ini yang aku maksudkan
tapi kesedihan ini tak terelakkan
kau juga yang padamkan
dengan nisan yang bertonjolan
kau darwis
aku mayit
kita menari dalam alunan yang sama
cuma namaku belum tertera
16.
kata maju tidak berdiam di ruang tunggu
17.
kawanmu masih juga bertanya
apa yang membuat kau berbeda
jawabku, ada pada keyakinan
termasuk keyakinan akan adanya perbedaan
kawanmu masih juga bertanya
tapi jawabnya terbawa padamu, kataku
‘yang bukan materi hadir bersamamu’
18.
pelajaran hari ini bukan pelajaran tentang diam
besok pelajaran tentang melawan
sejarah adalah masa depan
19.
ketika kita berdua terkunci
dalam ruang kosong
dan kau tiba-tiba menggambarinya dengan beraneka warna
aku kebingungan memilih yang kusuka
20.
: kita baru memulai
lalu kau bergerak tanpa jeda
21.
kubacakan lagi sebaris sajak yang kuciptakan untukmu
‘kau miskin, maka aku ada’
ternyata semesta yang mesti kita jaga
pantas tak pantas
cukup ya cukup
bukan mata untuk mata
tapi hanya butuh satu pertemuan
kau sanggup mencairkan segala dendam
kita berdua mestinya fakir
namun semestamu tak cukup untuk memenuhi aku
22.
kota ini semakin berkeringat
ia ranggas ketika upah ini belum juga terbayar
mulutmu bisa menjaga bencana
namun kota ini semakin tidak kau kenali
dalam setiap keluh kau bertanya bagaimana peradaban ini bisa bernyali
jika setiap tafsir cuma dijelajahi lewat wikipedia
23.
setiap benang yang direntang cuma membutuhkan simpul
bukan merah atau basah
24.
seluruh lukamu
kukemas dalam kata
sampai waktunya kubuka
saat kau bilang
aku siap menghidangkan sebuah sop ayam dalam jiwa yang tenang
semoga kau tidak menaruh curiga ini barang jiplakan
25.
pasir yang penuh dengan remis ini tak jadi menu senin sore ketika pagi yang pasti datang bersama kematian yang biasa dengan orang-orang yang tak biasa mengirimkan doa yang tak putus-putusnya dan cerita yang tidak ada perawinya kecuali tema yang sama yang tidak pernah bosan dijadikan suasana yang seperti perundingan tentang sesuatu yang tinggal ketika kau pergi meninggalkan meja yang bergelinjang:
kau belum tua-tua amat, sialan
tapi lidahmu sudah demikian sempurna
26.
kau pernah bilang aku mesum
aku bilang telanjang seharusnya sebagian dari iman
dan kau sekarang benar-benar telanjang
dan aku gagal berpikir segala hal yang mesum
kecuali tentang kau yang pernah bilang
27.
aku bacakan sebaris sajak
istrimu mengatakan tenang dan kau seperti kesenangan
…pada pagi hari. jangan terjaga sayang.
jangan terjaga.[1]
jika ini adalah kemudahan yang diberikan. jangan pernah terjaga.
istrimu bangun dan mungkin berkata: terimakasih tuhan
28.
mimpi kita mungkin seragam. tidak
jika kau belum berani mengarung pertanyaan itu berdua tigaan empatan
sekampung. jika sudah
jangan lepaskan genggaman
29.
cerita perang dan kebenaran hanya membuat bosan
juga perjuangan dan kemenangan
tolong ceritakan hal-hal yang sederhana
seperti keyakinan orang-orang biasa
30.
sebelas dua belas
mantra yang kau ucapkan setiap kali melihat setan
31.
kau tentu memahami setiap ketidakakuran kita akan bermuara pada sejenis kesepakatan yang penuh tanda tanya. dan kesempatan yang kesekian mengajarkanku arti sebuah kata pembelajaran. senjataku ketidakpastian, cukup kau musnahkan dengan keyakinan.
32.
di pulau kau jaring cinta
pada gelap dan purnama
sampai kering air mata
pasir dan angin meminjam bahasamu
sekedar menulis kata: legenda
tapi kau curi juga mereka
untuk anak di gunung-gunung
dan kau jelmakan air mata
menjadi kehidupan
dengan wajahmu yang ada di mana-mana
kurasa
33.
berdua kita kikuk. bersalaman bersidekap
sambil menyebut nama-nama. asing rasanya
jika harus melepaskan keinginan. kita
belum pernah berpelukan rasanya. hambar
suasana keburu kau timpali dengan gurih air mata
34.
pernah datang suatu permintaan
maukah kau menyusun kembali logika
kupikir-pikir itu kerja macam apa
ternyata sangat sederhana:
satu tambah satu belum tentu dua
35.
transformasi itu telah sempurna
dari zahir menjadi ide-ide
yang terlacak jejaknya
bermuara pada yang satu
samudera pengertian yang kau kenalkan padaku
36.
warna hati itu seperti kemudaan
dan curiga mempercepat pelapukan
pertanyaan tentang kemudahan
dijawab dengan berbagai skenario masa depan
37.
mungkin, terasku yang akan menggantikan aroma kopi
yang ditingkahi diskusi. kemungkinan
hanya itu yang bisa kusembahkan. aroma kopi
juga yang menempel pada janji kita.
38.
Aku mencintaiMu
Aku juga menyukai Abu Nuwas
dari sekian banyak imam
tinggal satu saja yang tidak terdaftar
sebagai yang fakih untuk urusan masa depan
Aku menuliskan daftar baru
Jika salah setidaknya dapat satu
39.
rumah kami yang belum sempat kau singgahi
berinterior seperti dunia yang kau ingin reka
jika ada perubahan, tentu tentang semua hal yang kau katakan
tentang keluarga, komunitas, dan indonesia raya
yang lamat-lamat kau senandungkan hampir tanpa bersuara
40.
aku bertaruh tentang semua hal. kau berkali lempar dadu enam
terlalu pagi, mungkin
untuk menilai semua kerja
bagimu permainan baru dimulai
selepas azan, kau bersembahyang sendirian
menemui tuhan. aku bertaruh kau lempar lagi dadu enam
41.
cuma seperti ini rasanya
berlaksa kawan datang menjenguk pada suatu pagi
hanya untuk sebuah upacara
kau tersenyum dan bergeming
42.
anggap saja ini musik blues
yang kupakaikan sebagai pengganti tahlil
semoga kau bergoyang riang disana
43.
hanya angka
tidak lebih tidak kurang
jika itu ditambahkan tujuh belas atau sepuluh
angka itu membuka keheningan yang persis sama
[1] ‘kopi yang tidak diminum’, sajak dorothea rosa herliani, nikah ilalang, 2003. Penerbit Indonesia Tera.
[1] ‘kopi yang tidak diminum’, sajak dorothea rosa herliani, nikah ilalang, 2003. Penerbit Indonesia Tera.
nice
ReplyDelete