Saturday, 8 July 2006

Sendok Garpu Bebotolan

Hari sudah malam. Burung-burung pun enggan terbang. Sesekali, gemericik
air menyela keheningan. Bulan masih saja bergelantungan di dedahan
pohon waru. Kolam sudah tak penuh ikan, sebab airnya terlalu gelap.
Kelam. Bahkan, sudah terlalu diam bagi dunia gaduh tak berkesudahan.



Dari dalam kamar, engkau mendengar, denting. Sepertinya, engkau
berpikir, ada yang mengetuk-ngetukkan sendok garpu ke beragam
bebotolan. Mengetuk bergantian. Berdenting serupa perkusi
gamelan.  



Semua orang sudah tidur. Engkau masih saja memperhatikan beragam
bebotolan. Ada yang langsing, bulat, tegap, kuntet bahkan gepeng. Ada
warna bening, gelap, hijau juga coklat. Semua bebotolan kosong, engkau
perhatikan seksama sambil membayangkan asal mula musik perkusi gamelan.
Engkau pun lalu mengambil sendok garpu. Dan entah dengan cara apa
engkau menggabungkan bayangan makan malam dengan musik perkusi gamelan,
bebotolan mulai berdenting. Denting serupa perkusi gamelan. Denting
magis yang serupa santapan makan malam. Denting yang masuk, merasuk ke
dalam bentangan mimpi semua orang tidur,

hingga terbangun. Semua orang terbangun. Bentangan mimpi tersaput
taring-taring bunyi. Taring yang seakan-akan memangsa bentangan mimpi.
Taring yang seakan berfungsi menyalurkan santapan makan malam bagi
engkau yang sedang larut memainkan musik  perkusi gamelan dengan
rangkaian pergantian sendok garpu mengetuk-ngetuk bebotolan. Semakin
didera taring-taring pada mimpi, semua orang terbangun bergegas
mengaduh. Berteriak, memanjat, meloncat, berjalan, hingga

dengan cara yang entah bagaimana sudah berdiri di depan engkau dengan
wajah muka memerah, otot leher menegang, tangan mengepal, bergetar
seluruh badan dengan mata memejam.



Semua orang sudah tidur. Engkau masih saja memperhatikan pecahan
bebotolan. Engkau masih berpikir, berimajinasi, dengan cara
bagaimanakah bebotolan ini pecah. Lalu, kau menemukan jawab ketika
melihat sendok garpu di kedua tanganmu. Engkau memberanikan diri
menduga, penyebab bebotolan pecah karena ketukan sendok garpu yang
terlampau, terlampau ... asyik menikmati denting bebotolan. Denting
bebotolan yang dengan cara yang entah bagaimana berubah menjadi
taring-taring pencabik bentangan mimpi.

Engkau masih saja memperhatikan pecahan bebotolan, seperti memandang
remah-remah makan malam. Masihkah ada cara membunyikan, memusikkan
pecahan bebotolan menjadi perkusi gamelan? engkau berpikir,
berimajinasi. Sendok garpu bergerak pelan-pelan menuju pecahan
bebotolan yang sudah tampak menjadi remah-remah makan malam. Sendok
garpu bergerak perlahan mengumpulkan pecahan bebotolan, menyendoknya,
menggarpunya, lalu mengangkatnya bersama pecahan bebotolan, dan engkau
memasukkannya ke rongga mulut. Engkau mengunyahnya seakan mendengar
kembali denting-denting bebotolan yang diketuk-ketuk geraham dan gigi
gigi taring. Dan, mata engkau pun terpejam terhanyut dalam bentangan
mimpi bersama sama orang yang terbangun.   



Semua orang sudah tidur, terbangun melihat engkau tertidur dengan
bebunyian yang mendengung di dalam mulut. Semua orang terbangun,
melihat engkau bermimpi sambil memegang sendok garpu di atas pecahan
bebotolan. Semua orang terbangun, lalu mendengar



hari sudah malam. burung burung pun enggan terbang. cuma suara gamelan
samar dan bebotolan samar terdengar, dan dunia gaduh tak berkesudahan
pun tertidur lelap bermimpi memegang denting bebunyian sendok garpu dan
bebotolan.



[Deif Feil]

No comments:

Post a Comment