Monday, 27 August 2007

suatu ketika, sesering itu kudengar

semua harus diselesaikan
‘siapa takut ombak, jangan berumah di tepi laut’

kala menghilang batu-batu menghitam
angin cuma bisa bertemu bayang-bayang
senjata bertemu rencong di ujung sumbu kemarahan
lantas suara-suara marah meriah memerih berkelindan
ke tepi para bocah mensunyikan tuhan

tuhan itu warna-warni sinis
pakar yang menetakkan damai
lewat perantara dan perang
sementara tahun-tahun terkuak
para bocah bercerita tentang orang tua

cerita tentang kapak menancap pohon
dan perjalanan satu hari adalah masa depan
ketika hutan masih diam dan laut belum mengamuk
anak lelaki menjaga perawan
saat perang diceritakan lewat hikayat

peristiwa-peristiwa bercerita tentang hakikat
dan hidup mulai dinyatakan
tuhan itu seperti dongengan
bergerak erotik membosankan
segala aturan hilang gerak

para bocah takut keluar rumah
gadis tak suci anak laki-laki berdarah
hutan berseru dalam timbunan lumpur
mengubur permata dengan batu-batu
dan laut perlahan mengakumulasikan dendam

yang alim yang ulama mulai mengatakan
ketika tuhan bertemu tuhan
lahirlah tidak

semua harus diselesaikan
‘jika takut pada kematian, jangan bicara tentang masa depan’

para bocah jadi amunisi
laki-laki dan perempuan berjalan di depan
orang tua menulis kembali hakikat perang
nyanyian para penyair
bagai pedang di negeri seberang

sepetak demi sepetak tanah terambil kembali
hutan menyemai kini
kehijauan rimbun hati
batu-batu hitam kebenaran
dikikis angin musim cerah

cahaya-cahaya dibawa ombak
yang tiba-tiba pasang bergunung
tuhan yang berselancar
menjadi peluru menjadi pemburu
satu-satu hidup tersisa hanya laut

dan hikayat perang berhenti dituliskan
jika kiamat maka tuhan itu benar adanya
40 hari kebenaran menggigil
menahan kabar dari langit
sambil mengguncang tubuh yang terjaga

awan-awan matahari arak-arakan tubuh
ditimbun tanah merah berlapis keyakinan
sekeping-sekeping mulai membara
membungkus kesombongan yang mati
menyerah pada garis hidup

semua harus diselesaikan
‘cuma kehidupan yang melahirkan kematian’

rencana-rencana yang mulai merayap
keraguan kawan seperjalanan mulai menyergap
jeda dahsyat dari ombak yang tiba-tiba pasang
melenyap seperti waktu senja
kembali malam merekam misterinya terkelam

Calang, Aceh Jaya

No comments:

Post a Comment