Start: | Apr 8, '12 09:00a |
End: | Apr 9, '12 10:00p |
Location: | kedai sinau |
Buku Puisi
Wildan, dilahirkan di Kendari (Sulawesi Tenggara) 1977. Karya sajak-sajaknya sempat dimuat di majalah sastra Horison, Kumpulan puisi bersama Sinau (Komunitas Sinau), Kata diatas Roda (DKJ 2009), Empat Amanat Hujan (DKJ 2011), Kumpulan sajak Jurus Melawan Tuhan (2006, stensilan). Sekarang tinggal di Pondok Gede.
Didedah Minggu, 8 April 2012
Pukul 10.00 WIB di kedai sinau
oleh: Yusri Fajar
AKAR RIMBA
geliat tengkar rimba
akar rumput-akar rumput tantang gembala asing
gerhana atas savana
atas suasa arwah hitam
ngilu
utus siasat tarung
guguran risau
nyaring gaungnya akar rimba-akar rimba
akar rumput tebus seluruh hidup
perigi itikad doa
arti imlakan nafas segala
asam musim memerah hitam
memuncak kepundan nanah
hitungan nista
atas selaksa akbar rimba
atas sedalam marwah hitam
menebas sejak kelu usir rahasia
aksara alam makna
ambil langkah hening
2008
MAWAR
nafas sekuntum mawar resah hadapi isyarat tuanku
udara ajak kuntum meriam
mereka angkat tiarap
pilu usia anak kumbang gelisah harumnya
isyarat tentu ulurkan nadi
irama arwah hanya ada akan nafas
sebuah hari ingin ngecup putikmu
untailah halimun
naiklah harum
meski isyarat tuanku ucap petuah hantu
untuk kanak kumbang guna anakku
untuk kesekian nada abad datang
gembirakan nafas segala alam
memetik kuntum mawar reguk kata ajaib bianglala
atas seikat tangkai isyarat tuhan
naikkan nadi insan
2007
Ratna kumala, kelahiran Jakarta. Lulusan Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang ini, senang menulis sejak sekolah dasar,
bermula dari kegemarannya membaca majalah Bobo. Belum
pernah mengirimkan tulisannya ke media cetak manapun, namun
salah satu puisinya ikut dalam kumpulan puisi Beranda Rumah
Cinta, Senja di Batas Kata (BPSM 2011). Di waktu luang senang
menulis apa saja, baginya menulis adalah ungkapan pembebebasan.
Kini tinggal di Semarang, dan aktif sebagai penulis lepas di
beberapa media on line
Didedah, Senin 9 April 2012
Pukul 15.00 WIB
Oleh Wildan Musa
SAMSARA
Menggelinjangi hari
meraba tubuh dan pangkal pahaku sendiri
melenturkan isi kepala
menopang ragu
menautkan isi lembah
Angin membuai meronce palung
menyentuh embun yang bergelayut menggantung
memburai ruang kosong dalam diri
memupuk pagi
tuk memanennya di kala senja nanti
Duhai Engkau Sang Maha Teduh
jangan biarkan aku terus rapuh
ijinkan pikiran menganyam cahayaMu
Kuatkan aku
melaju bersama gemericik waktu
untuk terlahir kembali,
menelusup ke palung bumi
sekedar mengabarkan tanah, bahwa aku ada
Nganjuk, 2012
SONETA LAUT
Jika ikhwal adalah eja
simbol itu makna
karang adalah kuasa
kata di dalam samudera
disiram dan disapu
pada laut nan membadai
Bayang tertutup kabut laut
menggelagah menjawab segala entah
mencemooh tangisan kisah
hati terturah
tumpah di sela-sela iga
O, gamang terbawa layar
seirama soneta-soneta rindu
tercarut siluet kalbu
rintih memekik luruh
bersemi di palung hatiMu
Tandus-tanduslah cinta
untuk kembali kutanami setiap aksara eja
bermekar, berpetang di sayap langit surgawi
memilin gemiricih sunyi
untuk membiru
di lautMu
Nganjuk, 2011
Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan besar
di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh
kopi, dan bekerja sebagai peneliti lepas.
Didedah, Senin 9 April 2012
Pukul 19.30 WIB
Oleh Wirastho
33
hutan luka
luka sepi
di hutan gugur daun
bunyi angin jadi sajak cinta
di telinga kijang dan bunga rumput
luka sembuh
di hutan embun lumut
gerak angin jadi lukisan
pada batu dan pasir
luka buka
di kedalaman kawah
kata hati
jadi cuka
di gigir dan dasarnya
meninggi luka
jauh berjarak
di gelap hutan
dari keramaian peradaban
kuburan dosa
jadi lumpur mendera desa
kalut hutan
di keramaian
bergegas
sempoyongan bergelondong
jadi luka
yang hilang dari peta
2006
sang pen yair
Ia mati. Dan menjadi laut.
Aku berenang di kedalamannya
Menyusur ombak kata-kata dan pulau amsalnya
Ia mati. Dan menjadi kota.
Aku klayapan di jalan gelap dan terang
Dengan kakitangan yang lapar dan penyakit menular
Ia mati. Dan menjadi tanah.
Orang-orang menanamnya dan menulisi nisannya:
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(dan ia benar hidup, melampaui kematiannya tanpa menolak mati)
Ia kembali. Mempekerjakan sajak
Di negeri yang kehilangan harga diri
Aku laki-laki akan menjadi ibu yang melahirkan diri
Ia lakilaki pecinta yang tidak bisa menolak Ida
Perempuan menciptakan sajaknya yang lakilaki
Ia kembali berdiri. Dan tumpas segala luka
Bung ayo bung! Rebut kembali segala yang kita punya
Aku ingin kembali ke kuburnya. Menulis
: Dusta tidak bisa dibiarkan sehidupmati dengan kita
2011
Buku Prosa
Yusri Fajar lahir di Banyuwangi tahun 1977. Kini Menetap di Malang Jawa Timur. Pernah aktif di Dewan Kesenian Kampus Fakultas Sastra Unej sebagai pengurus harian bidang puisi. Menjadi pengajar di Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2001-2003. Mulai tahun 2004 menjadi pengajar tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2003 membidani kelahiran Teater O (kini bernama Teater Lingkar) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya dan pada tahun 2007 membentuk Komunitas Mata Pena Sastra. Tahun 2007 berkesempatan mengikuti short course di Leeds. Tahun 2009 berkelana di Praha Republik Ceko dan mengikuti baca sastra di James Joyce Foundation Zurich Swiss. 2008-2010 menyelesaikan studi sastra di Universitas Bayreuth Bayern Jerman.
Didedah, Minggu, 8 April 2012
Pukul 15.00 WIB
Oleh Widhyanto Muttaqien